SHALAT JUMAT PERTAMA. Rasulullah memerintahkan Umair untuk mengumpulkan kaum Muslimin setiap hari Jum'at untuk mengerjakan shalat dua rakaat berjamah. Mush'ab segera mengumpulkan kaum Muslimin di Hazmun-Nabit. Itulah shalat jum'at pertama dalam sejarah Islam. Shalat pertama itu diikuti oleh empat puluh orang. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 17 Desember 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (57):
Shalat
Jumat Pertama dalam Sejarah Islam
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Pengiriman
Mush'ab bin Umair
Setelah baiat terlaksana dengan sempurna, semua orang
kembali ke perkemahan masing-masing sambil menyimpan kejadian itu baik-baik di
dalam hati.
Musim haji pun segera selesai. Ketika rombongan Muslim
Yatsrib berangkat pulang. Rasulullah menyertakan seorang duta pertama. Tugas
duta ini adalah mengajarkan syariat Islam dan pengetahuan agama kepada kaum
Muslimin. Selain itu, ia juga berkewajiban menyebarkan ajaran Islam kepada
orang-orang yang masih menyembah berhala.
Rasulullah memilih Mush'ab bin Umair untuk
melaksanakan tugas ini. Mush'ab termasuk pemeluk Islam pertama dan terpercaya
dalam pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, bacaan Al-Qur'an, serta
ketaatannya.
Setelah sahabat Rasulullah itu datang, semakin banyak
orang Yatsrib memeluk Islam. Seiring dengan itu, persatuan Aus dan Khazraj
semakin kuat sampai akhirnya hilanglah rasa permusuhan di hati mereka
masing-masing.
Jum'at
Pertama
Melihat Islam berkembang demikian pesat, orang-orang
Yahudi Yastrib amat khawatir. Mereka takut agamanya lenyap terdesak oleh Islam.
Oleh karena itu, setiap hari Sabtu mereka berkumpul di suatu tempat dan
mengadakan keramaian untuk menunjukkan keagungan agama mereka.
Ketika mendengar hal ini, Rasulullah memerintahkan
Umair untuk mengumpulkan kaum Muslimin setiap hari Jum'at untuk mengerjakan
shalat dua rakaat berjamah. Mush'ab segera mengumpulkan kaum Muslimin di
Hazmun-Nabit.
Itulah shalat jum'at pertama dalam sejarah Islam.
Shalat pertama itu diikuti oleh empat puluh orang.
Abdurrahman
bin Auf
Rasulullah juga pernah memerintahkan Abdurrahman bin
Auf secara diam-diam pergi ke daerah Damatul Jandal untuk berdakwah. Selama
tiga hari, Abdurrahman bin Auf berdakwah sampai akhirnya pemimpin mereka Al
Ashbag pun masuk Islam.
Baiat
Aqabah Kedua
Satu tahun berikutnya, jumlah jama'ah haji dari
Yatsrib lebih banyak, termasuk dalam rombongan itu tujuh puluh lima muslim. Dua
di antaranya kaum perempuan.
Saat itu tahun 622 Masehi, tiga belas tahun sudah
Rasulullah berdakwah dengan lemah lembut, mengalah terhadap segala siksaan,
serta menanggung semua kesakitan dengan
kesabaran dan pengorbanan.
Tidak selamanya Allah mengajarkan umat-Nya untuk terus
mengalah. Suatu saat pukulan harus dibalas pukulan, serangan pun harus dibalas
serangan. Dengan tujuan inilah Rasulullah mengadakan pertemuan dengan ketujuh
puluh lima Muslim itu.
Mereka bersepakat bertemu tengah malam di bukit Aqabah
pada hari-hari tasyriq. Hari Tasyriq adalah tiga hari berturut-turut setelah
hari Raya Qurban (Idhul Adha).
Kali ini mereka tidak bertemu di kaki bukit, tetapi di
puncaknya. Semua orang mendaki lereng-lereng Aqabah yang curam, termasuk kedua
Muslimah tersebut. Saat itu, Rasulullah disertai pamannya, Abbas bin Abdul
Muthalib. Abbas menyadari bahwa pertemuan ini dapat berakibat perang terhadap
orang yang memusuhi keponakannya.
“Saudara-saudara dari Khazraj,” demikian Abbas
berkata, “Posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah diketahui bersama. Kami
dan mereka yang sepaham dengannya telah melindunginya dari gangguan masyarakat
kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan
mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Namun, dia ingin bergabung dengan
tuan-tuan juga. Jadi, kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati janji
seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya dan dapat melindungi dari mereka yang
menentangnya, silahkan tuan-tuan laksanakan. Akan tetapi kalau tuan-tuan akan
menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat tuan-tuan,
dari sekarang lebih baik tinggalkan saja.”
Orang-orang Yatsrib pun menjawab, “Kami sudah dengar
yang tuan katakan. Sekarang silahkan Rasulullah bicara. Kemukakanlah yang tuan
senangi dan disenangi Allah.”
Setelah membaca ayat Al-Qur'an dan memberi semangat
Islam, Rasulullah bersabda, “Saya minta ikrar tuan-tuan untuk membela saya
seperti membela istri-istri dan anak-anak tuan-tuan sendiri.”
Kesetiaan
Kaum Anshar
Saad bin Ubadah, seorang pemimpin Anshar berkata
kepada Rasulullah, “Hanya kepada kamilah Rasulullah menghendaki sesuatu. Demi
jiwaku yang ada di tangan-Nya, andaikan engkau menyuruh agar kami menceburkan
diri ke dalam samudra, tentulah kami akan melakukannya.”
Dialog
Sebelum Ikrar
Seorang pemuka masyarakat yang tertua disitu, Al Bara'
bin Ma'rur, berkata, “Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang
peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami.”
Namun, sebelum Al Bara' selesai bicara, Abu Haitham
bin Tayyihan menyela, “Rasulullah, kami memutuskan perjanjian dengan
orang-orang Yahudi. Namun, apa jadinya kalau apa yang kami lakukan ini lalu kelak
Allah memberikan kemenangan kepada tuan, apakah tuan akan kembali kepada
masyarakat tuan dan meninggalkan kami?”
Rasulullah tersenyum dan berkata, “Tidak, saya sehidup
semati dengan tuan-tuan. Tuan-tuan adalah saya dan saya adalah tuan-tuan. Saya
akan memerangi siapa saja yang tuan-tuan perangi dan saya akan berdamai dengan
siapa saja yang tuan-tuan ajak berdamai.”
Tatkala mereka siap berikrar, Abbas bin Ubadah
menyela, “Saudara-saudara dari Khazraj, untuk apakah kalian memberikan ikrar
kepada orang ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia untuk melakukan perang
terhadap yang hitam dan yang merah (perang habis-habisan melawan siapa pun).
Kalau tuan-tuan merasa bahwa jika harta benda tuan-tuan
binasa dan para pemuka tuan-tuan terbunuh, Tuan-tuan hendak menyerahkan dia
kepada musuh, lebih baik dari sekarang tinggalkan saja dia. Kalau pun itu yang tuan-tuan
lakukan, ini adalah perbuatan hina dunia dan akhirat.
Sebaliknya, jika tuan-tuan dapat menepati seperti yang
tuan-tuan berikan kepadanya itu, sekali pun harta benda tuan-tuan habis dan
para pemimpin tuan-tuan terbunuh, silakan saja tuan-tuan terima dia. Itulah
suatu perbuatan yang baik, dunia dan akhirat.”
Orang-orang pun menjawab, “Akan kami terima, sekali
pun harta benda kami habis dan bangsawan kami terbunuh. Namun, Rasulullah,
kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?”
Rasulullah menjawab dengan tenang dan pasti, “Surga.”
Kepribadian
yang Mengagumkan
Kesetiaan kaum Anshar pada saat baiat menunjukkan begitu dalamnya kepercayaan yang tertanam dalam hati mereka kepada Rasulullah. Rasulullah memiliki kepribadian yang daya pesonanya tidak dapat dijangkau kedalamannya. Siapa pun yang bergaul dengan beliau, pasti akan luluh dalam pesona itu. (bersambung)
Kisah sebelumnya:
Orang Madinah Masuk Islam dan Menyatakan Sumpah Setia kepada Rasulullah
Abu Jahal dan Orang Quraisy Tak Percaya Rasulullah ke Baitul Maqdis dalam Satu Malam