Suatu hari, Rasulullah mengumpulkan para sahabat Muhajirin dan Anshar. Di hadapan mereka, beliau bersabda, “Hendaklah kalian bersaudara dalam agama Allah dua orang - dua orang.”
Para sahabat saling pandang. Beberapa di antara mereka tersenyum. Kemudian, Rasulullah bersabda, “Hamzah bin Abdul Muthalib, singa Allah dan singa Rasul-Nya, bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, putra angkat Rasulullah.”
-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 01 Januari 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (67):
Rasulullah
Persaudarakan Orang Muhajirin dan Orang Anshar di Madinah
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Nama
Yatsrib Menjadi Madinah
Yatsrib berasal dari nama Yatsrib bin Mahlail. Ia
adalah keturunan raja-raja Amaliqah yang dahulu pernah berkuasa di kota itu.
Setelah Rasulullah hijrah, beliau mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah.
Cuaca di Kota Madinah sangat kering. Pada musim dingin
suhunya sangat rendah dan pada musim panas suhunya jauh lebih panas dari pada
Mekah. Banyak sahabat Muhajirin yang tidak kuat dengan cuaca tersebut dan jatuh
sakit. Mereka dilanda demam tinggi yang melemahkan tubuh. Abu Bakar, Bilal, dan
Amir bin Fuhairah termasuk yang jatuh sakit.
Saat sakit, Abu Bakar sering berkata, “.....mati itu
lebih dekat dari pada tali sepatu kita.”
Sementara itu, Bilal tidak suka berkata apa-apa jika
sedang sakit. Namun, ketika sakitnya hilang, ia sering menangis karena
merindukan Mekah sambil berkata, “Apakah aku dapat berjalan malam hari di
lembah yang di sekelilingku ada pohon-pohon idzkir dan jalil (nama pohon yang
banyak terdapat di Mekah). Dan apakah pada suatu hari aku dapat sampai lagi ke
tempat air Majinnah dan apakah dapat terlihat lagi olehku Gunung Syamah dan
Gunung Thafil (dua buah gunung dekat Mekah).”
Akan halnya dengan Amir bin Fuhairah, jika menderita
demam tinggi sering bersyair, “Sungguh aku mendapati mati sebelum
merasakannya....”
Rasulullah amat prihatin dengan sakit beberapa orang
sahabat akibat cuaca panas tersebut. Beliau juga mendengar keluhan-keluhan
mereka. Karena itu, Rasulullah pun berdoa kepada Allah;
“Ya Allah, berikanlah kami rasa cinta pada Kota
Madinah sebesar rasa cinta kami pada Mekah, atau bahkan lebih! Ya Allah,
berilah berkah pada pekerjaan kami untuk mencari nafkah, sehatkanlah Kota
Madinah ini untuk kami, dan pindahkanlah panasnya ke tempat lain yang Engkau
kehendaki.”
Allah mengabulkan doa Rasulullah itu dan memindahkan
panas Kota Madinah ke Dusun Juhfah yang letaknya 82 mil dari Madinah.
Selain berdoa dan mengatasi masalah cuaca, Rasulullah
pun melakukan hal lain yang sangat indah agar kaum Muhajirin yang berasal dari
Mekah tumbuh rasa cintanya pada Madinah.
Tabarruk
Tabarruk adalah mengaharapkan berkah. Suatu ketika,
saat Rasulullah tidur, datanglah Ummu Sulaim. Melihat keringat Rasulullah yang
sangat harum menetes, Ummu Sulaim menadahnya. Tidak lama kemudian, Rasulullah
bangun dan bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan, wahai Ummu Sulaim?”
Ummu Sulaim menjawab, “Kami mengharap berkahnya untuk
anak-anak kecil kami.”
Rasulullah kemudian berkata, “Engkau benar.”
Saling
Bersaudara
Suatu hari, Rasulullah mengumpulkan para sahabat
Muhajirin dan Anshar. Di hadapan mereka, beliau bersabda, “Hendaklah kalian
bersaudara dalam agama Allah dua orang - dua orang.”
Para sahabat saling pandang. Beberapa di antara mereka
tersenyum. Kemudian, Rasulullah bersabda, “Hamzah bin Abdul Muthalib, singa
Allah dan singa Rasul-Nya, bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, putra angkat
Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah menyebut nama-nama sahabat lain
yang saling dipersaudarakan. Seorang Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang
dari Anshar. Tercatat dalam sejarah, ada seratus orang yang saling
dipersaudarakan. Lima puluh dari Anshar dan lima puluh dari Mihajirin.
Tujuan Rasulullah mempersaudarakan para sahabatnya
adalah untuk menghilangkan rasa asing dalam diri sahabat Muhajirin di Kota
Madinah.
Selama itu, persaudaraan ini ditujukan untuk
menunjukkan bahwa semua orang Islam bersaudara. Selain itu, juga agar setiap
Muslim menjadi saling menolong yang kuat menolong yang lemah, yang mampu
menolong yang kekurangan.
Buah persaudaraan ini akan dirasakan terus selama
tahun-tahun sulit yang kelak ditempuh Rasulullah dan para sahabatnya di
Madinah. Ternyata, kalangan Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luar biasa
kepada saudara-saudara Muhajirin mereka.
Sudah sejak semula golongan Anshar menyambut gembira
kaum Mihajirin. Mereka begitu mengerti bahwa kaum Muhajirin meninggalkan segala
yang mereka miliki, termasuk harta benda dan seluruh kekayaan di Mekah.
Sebagian besar dari mereka memasuki Madinah dengan perut lapar tanpa ada lagi
yang dapat dimakan. Apalagi mereka memang bukan orang berada dan berkecukupan.
Tentu saja sebagai kaum yang berbudi, kaum Muhajirin
tidak begitu saja terlena dengan bantuan saudara-saudara Anshar mereka. Kaum
Muhajirin berusaha melakukan banyak pekerjaan agar mereka bisa kembali mandiri
secepatnya.
Persaudaraan
Sejati
Aqidah Islamiyah adalah dasar persaudaraan sejati. Tidak mungkin dua orang yang berlainan agama bisa bersaudara seerat dua orang yang sama agamanya. Rasulullah menghimpun hati para sahabatnya begitu dekat, sehingga tidak ada perbedaan di antara mereka kecuali ketakwaan dan amal shalih. (bersambung)
----
Kisah sebelumnya:
Rumah Abu Ayyub, Rumah Pertama Yang Ditempati Rasulullah di Yatsrib