-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 16 Februari 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (93):
Pemuda
Muslim Siap Menyongsong Pasukan Kafir Quraisy
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Semangat
Quraisy
Semangat membalas dendam menyala berkobar-kobar di
hati setiap tentara Quraisy. Apalagi, mereka ingin memamerkan kemampuan tempur
di hadapan bunga-bunga Quraisy yang kini terus menyanyi mengorbankan semangat.
Genderang bertalu-talu dan wewangian nan semerbak
merebak. Belum pernah sebelumnya orang-orang Quraisy berangkat perang dengan
tekad sekuat ini.
Di depan, Abu Sufyan memegang komando. Dua pasukan
berkuda kavaleri yang dipimpin Khalid bin Walid dan Iqlima Bin Abu Jahal
mengawali di sisi kiri dan kanan.
Di dusun Abwa, beberapa prajurit Quraisy hampir saja
membongkar kuburan Aminah, ibunda Rasulullah ï·º. Untung para Pembesar Quraisy
segera datang dan melarang.
“Nanti mereka juga akan membongkar makam-makam kita,”
cegah pembesar itu.
Pasukan tersebut terus bergerak semakin dekat ke
Madinah, mereka sudah siap beraksi bagai angin puyuh yang akan menerjang. Angin
puyuh yang diliputi nyala api kemarahan dan angan-angan kemenangan yang
memabukkan.
Mereka mendekati Madinah dari dataran tinggi. Di
tempat itu, gunung Uhud yang kasar menggunduk bagai makhluk besar yang siap
menerkam.
Kaum muslimin di Madinah pasti akan sangat terkejut,
jika mereka tidak mengetahui meningkatnya pasukan yang jumlahnya tiga kali
lebih banyak daripada pasukan yang pernah mereka taklukan di Badar. Apakah kaum
muslimin mengetahui gerakan ini?
Jika mereka mengetahui, strategi apa yang akan
dilakukan Rasulullah ï·º ? Akankah beliau memimpin kaum muslim bergerak
menyongsong musuh atau bertahan di Madinah?
Kaum
Muslimin Bermusyawarah
Paman Rasulullah ï·º , Abbas bin Abdul Muthalib ikut
dalam pasukan Quraisy itu. Ia memang masih mencintai agama nenek moyangnya,
tapi hatinya sudah semakin kagum kepada keponakannya itu. Abbas ingat ketika ia
diperlakukan dengan baik sebagai tawanan pada Perang Badar.
Karena itulah sebelum pasukan Quraisy berangkat,
diam-diam Abbas mengirimkan surat kepada seorang Bani Ghifar untuk disampaikan
kepada Rasulullah ï·º. Surat ini berisi berita pemberangkatan pasukan Quraisy.
Seorang utusan Abbas memberitakan keberangkatan pasukan Quraisy kepada Rasulullah ï·º. Rasulullah ï·º segera mengajak para sahabat
bermusyawarah.
Kita akan pergi ke luar kota atau menyongsong di dalam
kota. Abdullah bin Ubay mengatakan ingin bertahan di dalam kota.
Musyawarah membuat semua orang jadi mengetahui
sepenuhnya bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Hal itu akan membuat
anggota pasukan saling mempercayai. Setiap orang akan menganggap dirinya
benar-benar bagian dari pasukan, sehingga mampu berjuang saling bahu-membahu.
Keberanian
Para Pemuda
Para sesepuh Anshar angkat bicara, “Ya Rasulullah,
tetaplah tinggal di Madinah. Jangan pergi menghadapi musuh karena itu berarti
musuh sudah menang. Andaikata musuh yang datang menyerbu, kita pasti yang
menang. Biarkan saja mereka di sana mengepung kita. Jika mereka memaksakan diri
bertahan, berarti mereka justru berada dalam keadaan merugikan diri sendiri.”
Sebetulnya, Rasulullah ï·º ingin agar kaum Muslimin
menyepakati usul ini. Para sesepuh Anshar yang telah berjuang mempertahankan
kota selama puluhan tahun tentu tahu benar bahwa mereka lebih baik bertahan di
dalam kota.
Namun tidak demikian halnya dengan para pemuda muslim
yang semangatnya sedang menyala-nyala. Mereka terpukau atas kemenangan 300
orang sahabat Rasulullah ï·º menghadapi 1000 orang musuh pada Perang Badar.
Sebenarnya, Rasulullah ï·º memang cenderung pada
pendapat para sesepuh Anshar itu. Akan tetapi, di balik itu, Rasulullah ï·º juga
mengetahui bahwa apabila mereka bertahan di dalam kota, sangat mungkin akan
terjadi pengkhianatan dari kaum munafik atau orang Yahudi.
Tiba-tiba Bilal mengumandangkan adzan. Rapat perang
pun dihentikan dan Rasulullah ï·º memimpin mereka melaksanakan shalat Jum'at.
Khutbah Rasulullah ï·º kali itu berisi ajakan agar kaum muslimin menabahkan hati
untuk memperoleh kemenangan. Kemudian dimintanya kaum muslimin bersiap
menghadapi musuh.
Setelah shalat Jumat, rapat dilanjutkan lagi, Saad bin
Khaitsama berkata, “Semoga Allah memberikan kemenangan atau mati syahid. Dalam
perang Badar, saya amat mendambakan mati syahid, tapi ternyata meleset. Justru
anak saya yang mendapatkannya. Semalam, saya bermimpi bertemu dengan anak saya
dan dia berkata, Ayah, susullah kami dan kita bertemu di dalam surga. Sudah
saya dapatkan apa yang dijanjikan Allah kepada saya. Ya Rasulullah, sungguh
rindu saya akan menemui anak saya di dalam surga. Saya sudah tua, tulang sudah
rapuh. Saya ingin bertemu Allah.”
Kata-kata itu semakin menguatkan semangat kaum
Muslimin untuk menyongsong musuh ke luar kota.
“Saya khawatir kamu akan kalah jika pergi ke luar
kota,” demikian Sabda Rasulullah ï·º .
Namun suara terbanyak kaum muslimin adalah agar mereka
menyongsong musuh. Rasulullah ï·º pun segera mengetahui keputusan mana yang akan
diambil.
Setiap pemuda tentulah tidak sama. Pemuda yang berangan-angan memiliki kendaraan mewah, uang yang banyak, dan hidup berfoya-foya, dengan pemuda yang bertekat bulat dan kuat untuk mewujudkan kemenangan serta kemuliaan Islam. (bersambung)
----
Kisah sebelumnya: