Abu Na'ilah pun membelai rambutnya, dan tatkala sudah dapat memegangnya, ia berseru, “Renggutlah musuh Allah ini!”
Seketika itu juga pedang-pedang mereka merenggutnya tetapi tidak memberikan manfaat sedikit pun.
Lalu Muhammad bin Maslamah mengambil sebilah pedang dan dia letakkan di bagian bawah perut lalu dia tekan sampai menembusnya. Ka’ab pun terkapar dan mati seketika.
------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 04 Februari 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (89):
Terbunuhnya
Penyair Yahudi Ka’ab bin Al Asyraf
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Rasulullah ﷺ mengizinkan Muhammad bin Maslamah
mengatakan apa saja yang ia ingin katakan kepada Ka’ab bin Al Ashraf.
(Ka'ab bin Al Ashraf berasal dari kabilah Thai' dari Bani
Nabhan, sedangkan ibunya dari Bani Nadhir. Ia adalah seorang yang kaya raya, di
kalangan orang-orang, terkenal dengan ketampanannya dan juga seorang penyair).
Muhammad bin Maslamah kemudian mendatangi Ka'ab bin Al
Ashraf dan mengatakan, “Orang itu (yakni Muhammad ﷺ ) meminta shadaqah kepada
kami. Dia sangat memberatkan kami.”
Ka'ab berkata: “Rupanya, engkau telah bosan kepadanya.”
Muhammad bin Maslamah berkata, “Kami telah mengikuti
dia, dan kami tidak ingin meninggalkannya sampai kami melihat sendiri bagaimana
akhir persoalannya nanti. Kami menginginkan engkau bersedia memberi pinjaman
kepada kami satu atau dua wasaq (satu wasaq kurang lebih sama dengan 60
gantang).”
“Baiklah tetapi engkau harus memberikan barang jaminan
kepadaku,” jawab Ka'ab.
Muhammad bin maslamah berkata, “Jaminan apa yang kau
inginkan?”
“Berikanlah istri-istri kalian kepadaku sebagai
jaminan,” jawab Ka'ab.
Muhammad bin maslamah berkata, “Bagaimana mungkin kami
menyerahkan istri-istri kami sementara engkau adalah orang yang paling tampan.”
“Kalau begitu, Serahkanlah anak-anak kalian kepadaku,”
sahut Ka'ab.
Muhammad bin maslamah berkata, “Bagaimana mungkin kami
menyerahkan anak-anak kami sebagai jaminan. Mereka akan mencela karena
digadaikan dengan satu atau dua wasaq. Ini adalah aib bagi kami. Kami akan
menyerahkan senjata saja kepadamu sebagai barang jaminan.”
Selanjutnya Muhammad bin Maslamah berjanji akan datang
lagi kepada Ka'ab. Abu Na'ilah juga melakukan seperti apa yang dilakukan oleh
Muhammad bin maslamah.
Dia mendatangi Ka'ab bin Al Ashraf dan mengalunkan
beberapa syair sejenak, lalu berkata, “Wahai Ibnul Ashraf, aku datang kepadamu
untuk suatu keperluan. Aku akan mengatakannya hanya kepadamu, tetapi
rahasiakanlah.”
Ka'ab menjawab, “Baik akan kurahasiakan.”
Abu Nailah berkata, “Kedatangan orang itu (yakni
kedatangan Muhammad ﷺ di Madinah) membawa bencana bagi kami. Kami dimusuhi oleh
orang-orang Arab, kami diisolasi, kami hidup serba susah, sehingga kami dan
keluarga harus bekerja membanting tulang.”
Selanjutnya saling dialog seperti dialog antara Ka'ab
dan Muhammad bin Maslamah.
Di sela-sela pembicaraannya itu, Abu Nailah
mengatakan, “Sesungguhnya aku bersama para sahabatku yang sependapat dengan
aku. Aku ingin membawa mereka kepadamu, lalu engkau memberi mereka yang berlaku
baik dalam hal tersebut.”
Dalam dialog tersebut Muhammad bin Maslamah dan Abu
Naila telah berhasil mencapai apa yang diinginkannya. Karena setelah dialog
tersebut Ka'ab tidak mencurigai senjata dan para sahabat yang mereka bawa.
Pada malam bulan purnama, malam ke-14 dari Bulan
Rabiul Awal Tahun ke-3 Hijriyah, tim tersebut berkumpul menghadap Rasulullah ﷺ,
beliau kemudian mengantar mereka sampai ke Baqi' Gharqad.
Rasulullah lalu mengarahkan mereka dengan mengatakan, “Berangkatlah
atas nama Allah. Ya Allah, tolonglah mereka.”
Setelah itu beliau pulang dan terus melakukan shalat
dan bermunajat kepada Rabbnya.
Tim itu pun tiba di benteng (tempat tinggal Ka'ab bin
Al Ashraf). Abu Na'ila kemudian memanggilnya, dan Ka'ab pun bangkit untuk
mendatangi mereka.
Istrinya berkata, “Mau kemana pada saat seperti ini?
Aku mendengar seperti suara yang dapat meneteskan darah.”
Ka'ab berkata, “Ia adalah saudaraku, Muhammad bin
Maslamah, dan saudara susuku Abu Na'ilah. Sesungguhnya orang yang mulia itu
apabila dipanggil untuk bertempur, pasti bersedia menghadapinya.”
Kemudian ia keluar menemui mereka dengan pakaian yang
harum semerbak.
Abu Na'ilah telah berkata kepada para sahabatnya, “Apabila
ia telah datang, aku akan membelai rambutnya dan menciumnya. Dan apabila kalian
melihat aku telah dapat memegang kepalanya, renggutlah dan bunuhlah dia.”
Ka'ab pun datang menghampiri mereka dan berbicara
sejenak, kemudian Abu Na'ilah berkata, “Wahai Ibnu Ashraf, bagaimana kalau kita
berjalan jalan di jalanan kampung untuk berbincang-bincang menghabiskan
malam-malam kita?”
“Baiklah jika kalian menghendaki,” jawab Ka'ab bin
Asyraf.
Mereka kemudian keluar untuk berjalan-jalan, di tengah
perjalanan Abu Nailah berkata, “Aku belum pernah melihat engkau seharum pada
malam ini.”
Kaab bangga mendengar pujian seperti itu, dan ia
berkata, “Aku mempunyai parfum wanita-wanita Arab.”
Abu Na'ilah berkata, “Bolehkah aku mencium kepalamu?”
“Boleh,” jawab Ka’ab.
Abu Na'ilah kemudian membelai kepala rambut Ka'ab dan
menciumnya, demikian pula para sahabatnya.
Kemudian berjalan sejenak, lalu berkata, “Bolehkah aku
mengulanginya lagi?”
“Silahkan,” jawab Ka’ab.
Abu Na'ilah pun membelai rambutnya, dan tatkala sudah
dapat memegangnya, ia berseru, “Renggutlah
musuh Allah ini!”
Seketika itu juga pedang-pedang mereka merenggutnya
tetapi tidak memberikan manfaat sedikit pun.
Lalu Muhammad bin Maslamah mengambil sebilah pedang
dan dia letakkan di bagian bawah perut lalu dia tekan sampai menembusnya.
Ka’ab pun terkapar dan mati seketika. Ketika itu Ka’ab meraung keras sehingga dapat membuat ketakutan orang-orang yang berada di sekitarnya. Tidak lama kemudian, semua lampu dalam benteng dinyalakan. (bersambung)
------
Kisah sebelumnya:
Pasukan Kaum Muslimin Datang, Musuh di Dzi Amar Lari Cerai-berai