-----
Sabtu, 19 Maret 2022
Aksara
Lontaraq Belum Masuk SNI, Masyarakat Sulsel Perlu Samakan Persepsi
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Masyarakat Sulsel diminta menyamakan
persepsi tentang aksara Lontaraq. Penyamaan persepsi itu penting agar bisa
dilakukan standarisasi penulisan aksara Lontaraq, sehingga aksara ini dapat
dimasukkan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan Badan
Standarisasi Nasional.
Sudah ada tiga aksara
yang masuk SNI yakni Aksara Jawa, Aksara Sunda, dan Aksara Bali. Aksara
Lontaraq dari Sulsel sebenarnya sudah diusulkan juga, tapi karena masih ada
friksi, maka tertunda. Kesepakatan atau penyamaan persepsi akan membantu proses
pengusulan dari masyarakat atau pemerintah daerah.
Aksara Lontaraq dan
Aksara Rejang dari Bengkulu saat ini dimasukan ke Tabel 4 atau Excluded Script,
“used only in very small communities or with very limited current usage” (hanya
digunakan di komunitas yang sangat kecil atau dengan penggunaan saat ini yang
sangat terbatas) oleh UNICODE (Standar Internasional untuk Huruf).
Sebelumnya, aksara
Lontaraq masih masuk dalam Tabel 5 atau “Limited Usage”. Maksudnya, dalam waktu
tidak lama lagi, aksara ini akan hilang. Itu lantaran penggunaannya sangat
terbatas atau hanya digunakan oleh komunitas kecil.
Hal ini mengemuka dalam
ramah tamah dan diskusi di Kebun Denassa, Desa Tamallayang, Kecamatan
Bontonompo, Kabupaten Gowa, Rabu, 16 Maret 2022.
Diskusi diadakan saat
kunjungan kerja dalam rangka monitoring pelaksanaan perlindungan bahasa daerah,
aksara, dan sastra di Provinsi Sulawesi Selatan.
Kunjungan kerja ini
dilakukan oleh Asisten Deputi Literasi, Inovasi dan Kreativitas Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI. Tim
dari Kemenko PMK terdiri dari Molly Prabawaty, Tri Hariyanto, dan Ferdiansyah.
Peserta diskusi, selain
Darmawan Denassa, juga hadir dari unsur BasaIbu, penggiat literasi Takalar,
Kelompok Kerja Guru Mata Pelajaran (KKG MP) Bahasa Makassar dari Kota Makassar,
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Aminuddin Salle, dan Dr Buyung
Romdhani dari Balla Barakkaka, Dr Sumarlin Rengko, akademisi Unhas, dan Rusdin
Tompo dari Komunitas Puisi (KoPi) Makassar, yang juga merupakan Koordinator
Satupena Sulawesi Selatan.
Aksara Lontaraq itu perlu
didorong supaya punya standar sehingga masuk perangkat digital yang dapat
dimanfaatkan oleh milenial dan Gen Z. Begitu SNI menetapkan aksara Lontaraq
maka tombol di gawai kita bisa membaca dan menulisnya. Seperti huruf Korea atau
Jepang yang ada di tombol keyboard.
Ada 17 aksara nusantara
yang layak diajukan SNI-nya tapi perlu ada standarisasi dan kesepakatan
multipihak di daerah yang bersangkutan lebih dahulu. Tujuan pemerintah adalah
agar aksara yang menunjukkan budaya dan kemajuan peradaban kita itu supaya
tidak punah.
Dr Sumarlin Rengko
menyoal lembaga dan instansi yang kurang padu dalam pengajaran dan pembelajaran
aksara Lontaraq, termasuk bahasa daerah,
dalam hal ini bahasa Makassar.
Dia juga mengeritik
kebijakan penempatan guru bahasa daerah. Ada guru yang terangkat PNS sebagai
guru bahasa daerah, tapi justru mengajar bahasa Indonesia, PKn, agama, atau mata
pelajaran seni budaya.
Eka Yuniarsih, Guru SMPN
24 Makassar, yang mengajar bahasa daerah, mengungkapkan bahwa di Sulsel ada
Pergub tentang perlindungan bahasa daerah, tahun 2018, tapi Pergub ini dalam
praktiknya dianggap hanya berlaku di tingkat SMA.
Penggunaan aksara
Lontaraq memang belum diformalkan, tapi beberapa orang dan komunitas
mempraktikkannya.
Ramlah Dg Tonji guru SMK
Negeri 1 Gowa, menyampaikan dia mempraktikkan penggunaan aksara Lontaraq saat
membuat daftar belanja ketika mau ke pasar. Sementara Denassa gunakan aksara
Lontaraq Makassar/Mangkasara dalam penulisan nama lokal keanekaragaman hayati
di RHD dan Kebun Denassa.
Begitupun dengan Prof
Aminuddin Salle, yang sejak 2016 mengubah rumah orangtuanya, yang dibangun
sejak 1936 menjadi museum kecil. Upaya itu dilakukan karena, katanya, suatu
bangsa dikatakan besar kalau punya bahasa, aksara, dan punya identitas.
Dia membuat fatwa-fatwa leluhur dalam bentuk aksara Lontaraq lalu dipajang. Materi tentang budaya dan kearifan lokal Makassar juga dibuat dan ditayangkan di kanal YouTube. (rt)
-----
Baca juga:
Kita Bermimpi Orang Yang Masuk ke Sulsel Membaca Ucapan Selamat Datang dalam Aksara Lontara
Tujuh Negara Berpartisipasi dalam Festival Aksara Lontaraq 2020