------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 10 April 2022
OPINI
SASTRAWI
Jokowi,
Turun atau Belenggu
Oleh:
Maman A Majid Binfas
(Akademisi, Sastrawan,
Budayawan)
Penggalan kalimat di
atas, boleh jadi menjadi kegelisahan atau keputusasaan Albert Einstein,
menyaksikan kemuakan perilaku kepemimpinan di permukaan bumi ini, di mana belum
ditemukan sosok pemimpin yang berwibawa dan berilmu kharismatik,
_berdasarlan takaran kajian logikanya.
Hal ini sehingga
mengharaplan kehadiran Imam Mahdi_ untuk mengakhiri polemik ketidakberesan
pemimpin mengelola negeri yang menjadi amanah diemban dengan penuh
tanggungjawab moralisasi bertuhan.
Dan itu menjadi asas yang
membuat diri pemimpin tersebut, mengais simpatik yang berwibawa alami, tentu
buah dari tindakan yang adil dan berimbang sebagaimana diharapkan secara logika
kemanusiaan yang sesungguhnya.
Pada Pedoman Karya (4/2021), saya menulis tentang esensi kewibawaan
tidak mesti dipoles dengan bungkusan baju dinas juga deretan titelan dan
hartaan, namun ia hadir bercahaya alami bercermin dari jiwa sanubari.
Kewibawaan alami tak bisa
didesain dengan rekayasa pencitraan, dan justru akan sirna bersama uang kertas
sogokan berterbangan yang terbagikan, _bahkan menjadi belenggu.
Dan itu, bisa menjadi bom
waktu sebagaimana terjadi di negeri ini, berhingga kewalahan menuai kritikan
yang tanjam_dan memang demikian apa adanya. Akibat adanya demikian sehingga
pengelola negeri menggoreng isu ece-ece, biar anak asongan pun sudah membaca
arah angin dimunculkannya.
Termasuk, soal
digorengnya minyak goreng hingga dilangkakan, dan rutinitas perbedaan
teropongan soal awal puasa dan lebaran_ yang sungguh lebih terkesan isu nuansa
politik menjadi belenggu bagi kewibawaan pemimpin itu sendiri,__terpoleskan.
Polesan isu berlebihan
yang sungguh kesan berlogika alademis, maka tidak mengherankan disetiap tahun
muncul demo menuntut turunnya pemimpin negeri.
Tahun 2019,
mahasiswa menuntut Jokowi turun dari kursi presiden sehingga Jokowi
menginstruksikan Menteri Pendidikan-nya, saya merangkai diksi berikut ini.
TURUN
INSTRUKSIKAN
Presiden
Instruksikan
Menristekdikti
Turun redam Demo
Mahasiswa
Menristekdikti
Instruksikan Rektor
Turun redam Demo Mahasiswa
Rektor
Instruksikan Dekan
Turun redam Demo
Mahasiswa
Dekan
Instruksikan Prodi
Turun Redam demo
Mahasiswa
Prodi
Instruksikan Dosen
Turun redam Demo
Mahasiswa
Dosen
Instruksikan Mahasiswa
_redamkan demo
Mahasiswa
Instruksikan Presiden
TURUN_ ...
(26090201908023)
Tentu, tuntutan mahasiswa
dan publik, tidak dapat dipungkiri masuk akal, tidak perlu dicekal dengan cara-cara
feodal lagi. Walaupun, Tuan Presiden bersama aparatnya merasa terbelenggu, dan
boleh jadi para pendemo selama ini, merasa logika pemimpin terkesan hanya jadi
belenggu__ hanya mampu melahirkan solusi pengalihan gorengan isu yang
membelenggu.
BELENGGU
Sungguh, kebenaran itu
nyata diturunkan ke bumi melalui Nabi utusan Tuhan. Namun, sungguh sangat
sedikit meyakini dan mengakuinya akan kebenaran dari Tuhan-nya.
Bahkan para Nabi pun
dihina dengan tuduhan gila dan dilempari dengan kotoran binatang__ bahkan lebih
dari itu, digantung dengan palang paku, sekalipun disamarkan.
Apalagi, manusia biasa
yang bukan sebagai Nabi, sekalipun sungguh memiliki kebenaran diyakininnya, tentu
tercampakkan melebihi nasib para nabi dimaksudkan.
Dulu, Kiyai Ahmad
Dahlan, (1912) membawa pemahaman agama yang logis pun, dituduh sebagai
kiyai kafir dan dilempari rumahnya karena telah mengikuti cara atau gaya ala
Belanda;_ mengajar santrinya dengan memakai meja dan kursi dalam belajar_
Walau kini, hampir semua
pesantren telah mengikuti cara belajar dengan menggunakan kursi dan meja di
dalam belajar di pesantrennya.
Terkadang, kita tertipu dengan
asesoris penampakan, sekalipun tidak dipikirkan secara logis bermata batin.
Padahal Rasulullah SAW pernah bersabda berdasarkan hadits riwayat ad-Dailamy: “Bukan
pada pakaian dan penampilan, melainkan kebaikan itu terletak pada ketenangan
dan keteguhan.”
Walaupun, kita dilogiskan
dengan penciptaan yang kurang teguh berperasaan sebagaimana QS. Al Mariij:
19, yang artinya ”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir.” Namun, esensinya untuk diuji kepasrahan tulen, guna meyakini
keteguhan agar tidak merugi, baik di dunia maupun di akhirat kelak menanti.
Sungguh kehidupan dunia
hanya ujian bertepi, bah hingga berbatas antara sahur dan berbuka puasa saja,
berdasarkan akar OS. Al Hajj: 11 yang artinya;
“Dan di antara manusia,
ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh
kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu
bencana atau musibah, maka berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan
di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”
Nyatanya, hanyalah
sedikit sekali yang bisa melalui kepasrahan tulen dalam keimanan yang
sesungguhnya sebagaimana diharapkan Tuhan. Berdimensi kepasrahan tulen hanya
kepada Tuhan semata, namun lebih manyoritas manusia di dunia mencuri kesempatan
dalam kesesatan nyata.__ demi mencuri mata kekafiran duniawi saja.
Semoga di bulan bercahaya
batin ini, dapat kembali bersiuman menyadari dengan kepasrahan tulen pada
radius keimanan sejati__diharapkan bisa bersalaman dengan kebenaran jalan Tuhan.
Sekalipun, telah menjadi
Presiden, juga sebagai menteri agama, tidak lepas dari kekhilafan tulen
sehingga terbebas belenggu beragam.
Boleh jadi berdimensi
akan tuduhan berdagelan agama__terbelenggu, bukan hadir dari pikiran
logisnya, mungkin saja yang berkeimanan sesungguhnya bersalam kepada keyakutan
atau durasi berkeyakinan. Tetapi, boleh saja terjadi karena beban
ketakberdayaan hampa kewibawaan diembannya hingga turun pun terbelenggu.
Wallahu a'lam.