Penulis berpendapat bahwa jika perang ini selesai karena kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, bukan karena intervensi yang dilakukan oleh NATO dan Amerika, bisa dikatakan bahwa Volodymyr Zelensky dan Vladimir Putin tidak akan kehilangan muka masing-masing.
Yang akan kehilangan muka adalah NATO dan Amerika, karena itu akan membuktikan bahwa NATO dan Amerika tidak mampu menangani konflik antara Rusia dan Ukraina dengan baik
------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 20 Mei 2022
OPINI
Pasang
Surut Perdamaian antara Rusia dan Ukraina
Oleh:
Achmad Amzal Maulana
(Mahasiswa Hubungan
Internasional Universitas Fajar Makassar)
Desember 2021 terjadi
sebuah peristiwa, dan peristiwa ini memanaskan panggung politik global karena
Rusia menempatkan 100 ribu tentara pasukan di perbatasan Ukraina, dan beberapa
pakar mengatakan bahwa hal ini dapat memicu Perang Dunia Ketiga (World War
III).
Semua ini bermula dari
permintaan Presiden Rusia Vladimir Putin kepada NATO dan negara-negara Barat.
Yang pertama, Vladimir Putin meminta kepada NATO dan Amerika untuk menghentikan
semua aktivitas militer di daerah yang berada di Eropa timur.
Yang kedua, Vladimir
Putin meminta kepada NATO dan Amerika untuk berhenti merekrut anggota baru. Dan
yang ketiga, Vladimir Putin meminta kepada NATO dan Amerika untuk berhenti ikut
campur dalam segala di Eropa timur.
Namun seperti yang sudah
diduga, NATO dan Amerika menolak permintaan Vladimir Putin karena merasa bahwa
Rusia tidak berhak untuk mengatur-atur kedaulatan sebuah negara.
Akan tetapi Vladimir
Putin tidak main-main dengan permintaannya. Vladimir Putin mengancam jika
permintaanya tidak digubris oleh pihak NATO dan Amerika, maka Vladimir Putin
akan melakukan invasi berskala besar kepada Ukraina untuk mengembalikan wilayah
Ukraina kepada Rusia.
Dan untuk menunjukkan
keseriusannya pada tuntutan tersebut di dalam Press Conferencenya, Vladimir
Putin menegaskan bahwa Rusia siap untuk perang nuklir.
Konflik antara Rusia dan
Ukraina tidak terjadi dalam 1-2 tahun belakangan, akan tetapi konflik ini sudah
lama terjadi. Pada tahun 1990-an, walaupun Ukraina sudah menjadi negara yang
berdaulat akan tetapi Ukraina masih belum terlepas dari bayang-bayang Rusia.
Pada tahun 2004, terjadi
sebuah Revolusi yang bernama Revolusi Orange. Revolusi Orange adalah sebuah
pergerakan masyarakat Ukraina untuk lepas dari bayang-bayang Rusia dan
masyarakat Ukraina meminta kepada pemerintah Ukraina agar Ukraina benar-benar
menjadi negara yang berdaulat.
Singkat cerita, revolusi
ini sukses dan berhasil mengangkat seorang presiden baru di Ukraina yang
bernama Viktor Yushichenko. Viktor Yushichenko ingin melepas Ukraina dari
pengaruh Rusia dan ingin bergabung kepada negara-negara Barat.
Keadaan ini membuat Rusia
sangat tidak nyaman. Rusia melakukan filtrasi ke dalam politik dalam negeri
dari Ukraina. Filtrasi tersebut berhasil pada 2010 dengan terpilihnya Viktor
Yanukovych sebagai Presiden Ukraina.
Viktor Yanukovych sendiri
adalah orang yang sangat pro terhadap Rusia. Sejak Viktor Yanukovych terpilih
menjadi presiden Ukraina, hubungan antara Ukraina dengan NATO dan Amerika
benar-benar kandas karena Viktor Yanukovych sangat berpihak kepada Rusia.
Karena tindakan tersebut,
masyarakat Ukraina tidak senang dan melakukan revolusi lagi pada tahun 2014.
Hasil dari revolusi tersebut mendepak Viktor Yanukovych sebagai Presiden
Ukraina.
Saat terjadi kekosongan
akibat dari revolusi tersebut, Rusia mengambil secara paksa daerah Crimea.
Selain mengambil daerah Crimea, Rusia juga mendukung penuh kelompok separatis
pro Rusia di daerah Ukraina Timur.
Pada tahun 2019,
terpilihlah Volodymyr Zelensky sebagai Presiden baru Ukraina. Volodymyr
Zelensky merupakan orang yang sangat anti dengan Rusia dan menyatakan
keberpihakan kepada NATO dan pihak barat.
Volodymyr Zelensky
menyatakan secara tegas bahwa Ukraina di bawah kepemimpinannya tidak ingin
berada di bawah bayang-bayang Rusia. Volodymyr Zelensky menyatakan secara
terang-terangan bahwa Ukraina ingin bergabung dengan NATO.
NATO pun menyambut hal
tersebut dengan sangat baik. Karena bagi NATO, ketika Ukraina bergabung dengan
NATO, maka NATO dapat membuat pangkalan militer di bagian Eropa timur dan hal
ini tentunya membuat Rusia geram.
Vladimir Putin sebenarnya
tidak ingin adanya perang antara Rusia dan Ukraina, dengan cara Vladimir Putin
membuat essay yang dipublish oleh situs resmi Kremlin yang berjudul On
Historical Unity of Russians and Ukrainans.
Menurut analisa penulis,
di dalam essay tersebut Vladimir Putin mengatakan bahwa orang Rusia dan orang
Ukraina memiliki satu kesatuan dengan dasar bahasa, agama, dan sejarah.
Pada essay tersebut juga
mengatakan bahwa Vladimir Putin mengizinkan Ukraina untuk merdeka. Pada essay
tersebut juga mengatakan bahwa Rusia yang telah membantu Ukraina menstabilkan
ekonomi sebagai negara yang baru merdeka.
Vladimir Putin mengatakan
bahwa hubungan antara Rusia dan Ukraina sangat menguntungkan Ukraina itu
sendiri. Vladimir Putin mengatakan bahwa kerjasama antara Rusia dan Ukraina
selama tahun 1991-2013 telah menghemat anggaran sebesar 83 miliar dollar dan
Vladimir Putin mengatakan bahwa kalau hubungan antara Rusia dan Ukraina
diteruskan, maka Ukraina akan mendapat keuntungan yang lebih besar.
Vladimir Putin di dalam
essaynya juga menyayangkan apa yang terjadi sekarang. Menurut Vladimir Putin,
banyak pihak anti-Rusia yang berupaya campur tangan antara hubungan Rusia dan
Ukraina.
Menurut Vladimir Putin,
masyarakat Ukraina adalah masyarakat yang bertalenta dan pekerja keras.
Vladimir Putin mengatakan bahwa mundurnya perekonomian Ukraina, susahnya
masyarakat Ukraina untuk hidup, itu disebabkan oleh pemerintah Ukraina yang
berkuasa sekarang yakni orang-orang anti Rusia.
Vladimir Putin menutup
essay tersebut dengan mengatakan bahwa Rusia tidak pernah anti dengan Ukraina
dan tidak akan pernah akan anti dengan Ukraina, seperti apa jadinya Ukraina ke depan
tergantung dengan masyarakat Ukraina sendiri.
Negosiasi perdamaian
antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung saat ini. Juru Bicara Vladimir
Putin, Dmitry Peskov menuturkan bahwa ada empat hal yang diinginkan Rusia dari
Ukraina.
Pertama, Ukraina harus
menghentikan semua kegiatan militer. Kedua, Ukraina harus mengakui kemerdekaan
Donbass. Ketiga, Ukraina harus mengakui kedaulatan Rusia di Crimea. Dan yang
keempat, Ukraina harus menyatakan netralitas di dalam konstitusi.
Menurut opini penulis,
untuk poin pertama itu bukan isu yang besar untuk Ukraina karena dengan
menghentikan semua kegiatan militer, Rusia akan berhenti pula menginvasi
Ukraina.
Tetapi menurut penulis
adalah yang sulit dipenuhi adalah poin kedua dan ketiga. Karena melepas Donbass
dan Crimea adalah tindakan yang sulit bagi Ukraina dan mempertahankan keduanya
juga cukup sulit.
Penulis beranggapan bisa
saja satu daerah tersebut menjadi alat tawar untuk mendapatkan daerah yang
lain. Kemungkinan yang lain menurut opini penulis adalah bisa jadi poin kedua
dan poin ketiga dijadikan alat tawar untuk poin keempat.
Dengan menyatakan
netralitas kemungkinan Ukraina untuk bergabung dengan NATO akan tertutup. Tapi
di satu sisi setelah kekecewaan yang terjadi, dimana Presiden Ukraina Volodymyr
Zelensky merasa bahwa Ukraina selama ini bertempur sendiri, janji NATO dan
Amerika untuk melindungi Ukraina tidak pernah Ukraina rasakan, perlindungan
langsung dari pasukan NATO dan Amerika untuk daerah-daerah Ukraina belum ada.
Bisa saja menurut penulis
bahwa Volodymyr Zelensky akan berpikir ulang ditambah lagi kalau dilihat sampai
sekarang, pasukan NATO dan Amerika tidak terjun fisik ke dalam medan perang.
Itu terbukti dengan hancurnya kota-kota di Ukraina, permintaan Ukraina terhadap
daerah No-Flying Zone juga ditolak.
Pihak Barat hanya
berfokus kepada sanksi yang diberikan untuk Rusia. Menurut penulis hal ini akan
membuat persepsi di kalangan masyarakat Ukraina bahwa NATO tidak benar-benar
ada untuk mereka.
Menurut analisa penulis,
jika kesepakatan terjadi maka Volodymyr Zelensky akan sangat besar melewatkan
kesempatan untuk bergabung dengan NATO, tapi untuk bergabung dengan Uni Eropa
masih diperjuangkan.
Penulis menduga bahwa
negosiasi ini akan berjalan dengan alot. Penulis menemukan hal yang menarik
dari empat poin yang diinginkan Rusia dari Ukraina. Penulis tidak menemukan
poin yang mengharuskan Volodymyr Zelensky untuk turun dari jabatan sebagai
Presiden Ukraina.
Padahal di dalam beberapa
kesempatan Vladimir Putin ingin agar Volodymyr Zelensky untuk turun dari
jabatan kepresidenannya, hal ini menambah daya tawar Rusia kepada Ukraina.
Penulis berpendapat bahwa
jika perang ini selesai karena kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah
pihak, bukan karena intervensi yang dilakukan oleh NATO dan Amerika, bisa
dikatakan bahwa Volodymyr Zelensky dan Vladimir Putin tidak akan kehilangan
muka masing-masing.
Yang akan kehilangan muka
adalah NATO dan Amerika, karena itu akan membuktikan bahwa NATO dan Amerika
tidak mampu menangani konflik antara Rusia dan Ukraina dengan baik.***