Dalam perjalanan memasuki daerah Takalar, istri saya memaksa berobat di RSUD Padjonga Dg Ngalle Takalar, namun sebelum diobati, petugas medis di IGD (Instalasi Gawat Darurat) terlebih dahulu menanyakan apakah kami memiliki BPJS atau tidak. Kami mengatakan, kami memiliki dan kemudian memperlihatkan Kartu BPJS (Kartu Indonesia Sehat).
“Tapi kalau mau berobat menggunakan BPJS karena kecelakaan lalu litas, harus ada laporan kecelakaan dari kantor polisi. Kalau tidak ada, berobat umum saja dan langsung bayar,” kata petugas kepada kami.
------
PEDOMAN KARYA
Senin, 06 Juni 2022
SURAT
PEMBACA
RSUD
Takalar dan Polres Takalar Menyiksa Pasien Kecelakaan Lalu Lintas
Akibat kecelakaan
tersebut, kami mengalami luka-luka dan sakit di beberapa bagian tubuh. Warga
setempat berdatangan membantu kami dan kami beristirahat di rumah salah seorang
warga bernama Hamka Daeng Bani,
Setelah luka-luka kami diobati
dengan menggunakan minyak kuda dan setelah kami yakin bahwa kami bisa
melanjutkan perjalanan dengan naik sepeda motor, kami pun pamit.
Tentu kami tak lupa bahkan
kami berkali-kali menyampaikan terima kasih kepada keluarga Hamka Daeng Bani
dan warga setempat yang begitu baik berdatangan membantu kami, bahkan
menawarkan kami untuk dibawa ke Puskesmas terdekat.
Dalam perjalanan memasuki
daerah Takalar, istri saya memaksa berobat di RSUD Padjonga Dg Ngalle Takalar,
namun sebelum diobati, petugas medis di IGD (Instalasi Gawat Darurat) terlebih
dahulu menanyakan apakah kami memiliki BPJS atau tidak. Kami mengatakan, kami
memiliki dan kemudian memperlihatkan Kartu BPJS (Kartu Indonesia Sehat).
“Tapi kalau mau berobat
menggunakan BPJS karena kecelakaan lalu litas, harus ada laporan kecelakaan
dari kantor polisi. Kalau tidak ada, berobat umum saja dan langsung bayar,”
kata petugas kepada kami.
Kami tentu saja kaget
karena tidak menyangka harus ada laporan kecelakaan dari kantor polisi untuk
berobat menggunakan BPJS. Saya kemudian menyanggupi mengurus laporan kecelakaan
dari kantor polisi, tetapi kami meminta diobati saja dulu karena kami sedang
kesakitan.
Selain luka-luka di
beberapa bagian kaki, tangan, dan wajah, saya juga merasakan sakit di bagian
pergelangan tangan kanan, tenggorokan, dan juga bagian dada sebelah kanan,
sedangkan istri saya mengalami luka di bagian kaki kanan, sakit di bagian dada,
dan juga sakit kepala.
Seorang dokter muda
laki-laki dan beberapa perawat kemudian memeriksa kami dan setelah itu
memberikan obat, tetapi setelah itu petugas medis kembali meminta kami mengurus
laporan polisi atau membayar langsung sebagai pasien umum.
Saya berpikir, mengapa
harus ada laporan kecelakaan dari kantor polisi? Apakah tidak cukup bukti bahwa
kami luka-luka dan sakit?
Karena kami kebetulan
tidak punya uang tunai untuk membayar biaya pengobatan yang jumlahnya Rp165
ribu, maka saya pun memaksakan diri pergi melapor di Kantor Polres Takalar,
padahal saya dalam keadaan masih kesakitan dan juga ada luka di beberapa bagian
wajah.
Tiba di Kantor Polres Takalar kami diarahkan melapor ke Pos Lalu Lintas yang berhadapan dengan Kantor Bupati Takalar.
Tiba di sana, saya dilayani oleh dua orang petugas dan saya menyampaikan bahwa kami diminta oleh petugas medis IGD RSUD Takalar membuat laporan kecelakaan dari kantor polisi.Salah seorang petugas
bernama Pak Eka mengatakan, “Kembali saja pak ke rumah sakit, sampaikan bahwa
bapak sudah ketemu Pak Eka, dan nanti Pak Eka yang akan koordinasi dengan Pak
Novri, dari Jasa Rahardja yang bertugas di RSUD Takalar.”
Dalam keadaan masih
kesakitan, saya pun kembali ke rumah sakit dan menyampaikan kepada petugas
medis apa yang disampaikan Pak Eka. Petugas medis kemudian melakukan koordinasi
dengan Pak Eka, dan tak lama kemudian saya diminta bicara langsung dengan salah
seorang teman Pak Eka.
“Begini pak, kita bayar
saja uang pengobatanta’ kalau tidak seberapaji, dari pada harus mengurus
laporan kecelakaan, karena sepeda motor bapak harus dibawa ke TKP di Jeneponto,”
kata orang yang mengaku temanna Pak Eka dari balik telepon.
“Kalau begitu saya bayar
saja pak, terima kasih,” kata saya.
Istri saya kemudian
berupaya mencari uang dengan menghubungi keluarga untuk membayar uang pengobatan
sebesar Rp165 ribu. Saya tidak tahu bagaimana caranya ia mendapatkan uang, tapi
saya menunggu cukup lama di tempat parkir dalam keadaan kesakitan hingga pembayarannya
selesai.
Saya berkesimpulan, pihak
RSUD Takalar dan Polres Takalar secara tidak langsung telah menyiksa kami, pasien kecelakaan lalu lintas,
karena kami dipaksa mengurus surat laporan kecelakaan lalu lintas dan ternyata tidak
bisa diurus dalam tempo singkat karena urusannya berbelit-belit.
Mungkin memang begitu
aturannya, tetapi kalau memang mau membantu, seharusnya tidak perlu kami
dipimpong kesana kemari, yang sedang dalam keadaan kesakitan, untuk mengurus
laporan kecelakaan dari kantor polisi.
Aturan ini juga sangat
memberatkan dan rasa-rasanya tidak masuk akal, karena kasihan pasien yang sudah
mengalami kecelakaan dan harus dipaksa lagi mengurus laporan kecelakaan lalu
lintas, hanya supaya BPJS bisa berlaku.
Mudah-mudahan aturan ini
bisa ditinjau kembali dan pihak rumah sakit serta kepolisian bisa lebih bijak
dalam memberikan pelayanan.
Kepada redaksi, kami haturkan
terima kasih atas dimuatnya surat kami ini.
Asnawin
(Nomor Kartu KIS: 0002695804299)
Artikel terkait:
Hak Jawab BPJS Kesehatan Cabang Makassar Terkait Kasus Pasien Lakalantas di RSUD Takalar
Parah ya, seharusnya pihak rumah sakit mengutamakan keselamatan pasien dulu ketimbang menerapkan aturan yg berbelit2
BalasHapusSemoga kejadian tersebut juga menimpah petugas dokter dan siapapun yg mempersulit seseorang yg lagi di timpah musibah
BalasHapusAamiin
HapusItu semua ada aturan yg mengikat. Jd jangan salahkan petugasnya. Ada aturan aturan tertentu yang mengikat masing masing. Baik itu dari pihak rumah sakit maupun pihak kepolisian
BalasHapus