-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 25 Juni 2022
Datu
Museng dan Maipa Deapati (29):
Warga
Makassar Terpukau Melihat Maipa Deapati Yang Cantik Jelita
Oleh:
Verdy R. Baso
(Mantan Wartawan Harian Pedoman Rakyat)
Nahkoda memerintahkan
seorang kelasi naik ke tiang layar untuk melihat apakah sudah benar daratan
yang dituju. Tiba di atas puncak tiang, sang kelasi mendongakkan kepala ke
depan sambil merentangkan telapak tangan rapat-rapat di dahinya untuk
melindungi pandangannya dari silauan matahari pagi yang memancar di ufuk timur.
Dia sedang mencoba
mengamat-amati dengan seksama tanda-tanda negeri yang dimaksud. Ketika nyata
daratan di depan haluan bukan Makassar tapi Galesong, ia berteriak memberi tahu
nakhoda.
Jurumudi kemudian
mengubah arah bahtera menyusur pantai Galesong, terus ke pantai Barombong,
Panakkukang, Takapinjeng. Lalu menyisir pantai melewati Mariso, Mattoanging dan
Pulau Laelae. Dan akhirnya memasuki pesisir pantai Kampung Beru.
Para nelayan berlarian
dan penduduk Kampung Beru menjadi gempar, ketika mengetahui bahtera kenaikan
Datu Museng dan isterinya Maipa Deapati yang tersohor itu telah berlabuh di
suatu teluk kecil yang tenang.
Gadis-gadis pingitan
menyelinap di antara orang banyak, ingin menyaksikan dua sejoli yang tenar di
mana-mana itu. Penduduk berbondong-bondong menuju pantai. Anak-anak, orang
dewasa, lelaki-perempuan tak ingin ketinggalan. Tak terkecuali orang-orang
kulit putih yang kebetulan lewat di kampung Beru.
Mereka semua tergelitik
ingin menyaksikan dari dekat bagaimana wajah panglima perang Sumbawa asal
Makassar yang terkenal keberaniannya, serta isterinya yang kemolekannnya mahsyur
di mana-mana.
Ketika Datu Museng dan
Maipa Deapati bersama rombongan turun menginjak pantai, khalayak
berdesak-desakan dan dahulu mendahului untuk melihat dengan mata kepala
sendiri, kedua sejoli yang menjadi buah bibir dewasa itu. Mata mereka terbuka
lebar-lebar dan mulut menganga tanpa sadar ketika menyaksikan Maipa Deapati
yang cantik jelita itu.
Mereka kini telah melihat
penjelmaan bidadari. Inilah bintang dari segala bintang, zamrud mustika idaman
setiap orang. Cahaya dalam gelap, buah bibir antero negeri. Telah datang pemilik
keindahan, menjelma nyata di Makassar.
Lihat lenggangnya dalam
berjalan. Lihat ayun tangannya yang gemulai tak berlebihan, dan tengok tubuhnya
yang padat berisi, bergoyang semampai. Angkat kakinya, ayun langkahnya…, akh,
tak akan mati semut terpijak, pasir berbekas pun tidak. Malu memagut tumit
mungil bundar, berjari halus senyumnya, tak usah dikata lagi. Lelaki yang tak
teguh iman pasti rela mati di ujung senyum itu.
Pendek kata, tak ada yang
bosan. Semua ingin memandang sepuas-puasnya. Lirikan matanya sungguh menawan rahmat
pendingin hati. Penawar duka gundah-gulana. Tak ada mata muda yang lepas
memandang. Rugi rasanya jika pandangan terlepas biar sekejap.
Banyak yang tegak lupa
diri. Ada yang heran melongo, ada yang takjub memandang, merasa bahagia melihat
keindahan yang nyata di hadapannya. Tak kurang yang memuji Tuhan menyaksikan
bentukan karunia semesta alam itu. Ya, beraneka lagak dan tingkah manusia ini
melihat keindahan dan kecantikan yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya.
Iringan rombongan Datu
Museng berjalan terus, diantar anak-dara, diapit beriring laksana bulan
dipagari bintang-bintang. Di belakang iringan ini berbaris pula tukang gendang,
pui-pui, gong dan bunyi-bunyian lain. Namun sebanyak pengikut iringan ini, cuma
satu yang menjadi titik perhatian penuju mata para penduduk, yaitu Maipa
Deapati beserta suaminya.
Sudah jauh iringan
berlalu, tapi masih banyak insan lupa diri bahwa yang dihajati untuk dipandang
sudah pergi. Tidak pula kurang yang terus membuntuti karena ingin memandang
sepuas-puasnya, sehingga menambah jumlah rombongan ini.
Jika ada negeri yang
miring, maka Makassarlah negeri itu, akibat begat sebelah penghuninya.
Disebabkan ramai dan banyak manusia, tak terasa iringan telah sampai di depan
pekarangan rumah-gedang Datu Museng yang sudah tersedia, tinggal dihuni di
kampung Galesong.
Iringan sudah lama sampai
di tempat tujuan. Maipa Deapati dan suaminya sudah hilang di balik kamar
melepaskan lelah, sedang pengiring telah mencari tempat beristirahat, tetapi di
luar pekarangan, khalayak masih berjejal menunggu.
Mereka nampaknya masih
ingin melihat sekali, atau entah berapa kali lagi wajah Datu Museng,
terlebih-lebih puteri Maipa yang menurut anggapan mereka, jauh lebih molek dari
gambaran ceritera yang tersebar jauh sebelumnya. (bersambung)
-----
Kisah sebelumnya:
Datu Museng Dikuasai Perasaan Janggal, Maipa Deapati Yakin Makassar Kota Indah
Rakyat Sumbawa Melepas Kepergian Datu Museng dan Maipa Deapati