Abdi Satria saat meliput
pertandingan sepakbola antara PSM Makassar melawan Persela Lamongan, di Stadion
Mattoanging, Makassar, tahun 2018. Abdi Satria sudah menjadi Anggota Biasa PWI sejak tahun 1997.
-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 24 Juli 2022
In
memoriam Abdi Satria (2-habis):
Abdi
Satria, Anggota Biasa PWI Sejak 1997
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Wartawan)
------
Abdi Satria (paling kanan) bersama istri dan ketiga anaknya. (Foto diambil dari koleksi foto di akun Facebook Abdi Satria)
------
Sebagai sesama wartawan,
saya dan Abdi Satria cukup akrab. Saya memang tiga tahun lebih tua dibanding Abdi
Satria, tapi ia setahun lebih duluan menjadi wartawan, yakni tahun 1991 di
Harian Fajar, sedangkan saya menjadi wartawan tahun 1992 di Harian Pedoman
Rakyat (tapi saya baru terangkat menjadi wartawan definitif tahun 1993).
Saat masih menjadi
wartawan Harian Pedoman Rakyat, saya juga pernah menjadi wartawan olahraga dan
pernah satu kali meliput Pekan Olahraga Nasional (PON), yakni PON XVI Tahun 2004
di Pelambang.
Selain itu, saya beberapa
kali mengikuti tim sepakbola PSM saat bertanding di Manado, Bontang, Balikpapan,
Samarinda, dan Surabaya.
Tanggal 28 Januari 2021,
Abdi Satria mengirim pesan melalui jaringan pribadi WhatsApp (WA) kepada saya.
Waktu itu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulsel sedang melaksanakan
konferensi untuk pemilihan ketua dan pengurus baru.
(Assalamualaikum, apa
kabar komandan? Siapa terpilih ketua PWI sulsel?)
(Wa’alaikummussalam ww,,
Hari Ahad, 31 Januari 2021, konferensi dan pemilihan)
-
maksud saya, konferensi dilaksanakan masih
tiga hari lagi ke depan
(Ok. Tks infonya. Semoga
PWI sulsel semakin baik)
(Iye’, amin…)
(Kartu ku sdh lama mi
mati. Jadi tidak punya hak suara. Cukup mendoakan saja)
-
disertai emoji doa dan pipi merah
(He..he..he.. dimanakai’
ini)
(Di makassar ji)
(Jalan-jalanki ke PWI,
hari-hari ini selalu rame, selalu makan siang bersama, kopi dan teh juga selalu
tersedia, he..he..he…)
(Ok. Insya Allah. Para
senior semua)
-
disertai emoji doa, pipi merah, dan jempol
Saya kemudian mengajaknya
masuk ke grup WA, “WARTAWAN Sulsel” yang dibuat oleh wartawan senior Usdar
Nawawi (pendiri Bugispos.com), dan ketika itulah ia mengirimkan curriculum
vitae-nya.
Abdi Satria mengatakan
dirinya sudah menjadi Anggota Biasa PWI sejak 1997 di PWI Jaya. Ia mengatakan ketika
pulang ke Makassar, ia menjadi anggota PWI pada tahun 2006.
“Setelah itu mati kartu,”
kata Abdi.
Saya dan Abdi Satria
kemudian sering saling mengirim link berita lewat WA. Abdi mengirim link berita
dari web nusakini.com dan bola.com.
Pada Hari Pers Nasional,
09 Februari 2021, Abdi menulis: “Media jurnalistik terus berkembang. Saya
termasuk yang sudah ketinggalan apalagi tidak ikut UKW.”
Pada 21 Desember 2021,
saya kirimkan rilis berita berjudul, “Sebelum Menulis Feature, Yakinkan Diri
Bahwa Tulisan Anda Menarik”, dan Abdi langsung memuatnya di Nusakini.com.
Setelah itu, ia menulis: “perlu
belajar nulis feature sama bos ini”, kemudian dia menambahkan emoji tertawa.
“Justru Pak Abdi ini
gurunya Feature Olahraga,” balas saya.
Tanggal 08 Januari 2022,
Abdi menulis: “kapan2 ketemuan.”
“Iye’, ngopi dan
ngobrol-ngobrol,” balas saya seraya mengirim emoji secangkir kopi.
“Bagus di atas tanggal
20-an,” kata Abdi.
“Iye’, yg penting hindari
hari Senin dan Kamis, he..he..he..,” balas saya.
“sip,” balas Abdi.
Sayangnya, hingga di
akhir hidupnya, kami tidak sempat “ketemuan”. Saya baru menemuinya setelah
beliau meninggal dunia. Abdi Satria meninggal dunia pada Jumat malam 22 Juli
2022, dan saya melayat ke rumah duka di Kompleks Perumahan Dosen Unhas, Jalan
Sunu, Makassar, Sabtu, 23 Juli 2022.
Cinta
PWI dan Rendah Hati
Saya kemudian mengambil
kesimpulan bahwa sebagai wartawan, Abdi Satria sangat cinta kepada organisasi
wartawan PWI. Buktinya, ia sudah lama menjadi Anggota PWI, dan ketika masa
berlaku keanggotaannya berakhir, ia masih ingin memperpanjangnya, tapi saya
tidak tahu apakah ia sempat memperpanjangnya atau tidak.
Saya juga menarik
kesimpulan bahwa Abdi Satria adalah orang yang rendah hati. Buktinya, ia sudah
melanglang buana meliput event olahraga internasional, dan menulis karya
jurnalistik dalam bentuk reportase dan feature, tapi ia masih tetap mengaku
ingin belajar menulis feature kepada saya dengan mengatakan, “perlu belajar
nulis feature sama bos ini.” Saya tahu ia bercanda, tapi candaan tersebut tetap
menunjukkan kerendahan hatinya.
Kerendahan hatinya juga
ia tunjukkan dengan mengatakan, “Media jurnalistik terus berkembang. Saya
termasuk yang sudah ketinggalan apalagi tidak ikut UKW”. Pesan itu ia kirim
kepada saya tepat pada Hari Pers Nasional (HPN) 09 Februari 2021.
Selamat tinggal saudaraku Abdi Satria. Engkau secara tidak langsung telah berbagi ilmu melalui karya-karya jurnalistikmu, dan insya Allah itu akan menjadi amal jariyah buat dirimu di akhirat kelak. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa-dosamu dan menerima segala amal ibadahmu. Amin.***
-----
Artikel sebelumnya:
Abdi Satria, Wartawan Olahraga Berpengalaman Internasional Nan Rendah Hati