- Fahmi Syariff -
(Akademisi, Seniman, Sastrawan, Budayawan)
-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 13 Juli 2022
Jejak
Sastrawan Sulsel:
Andi
Baso Amir Pertama Kali Berdeklamasi di Makassar?
Oleh:
Mahrus Andis
(Seniman, Sastrawan,
Budayawan)
Menulis jejak sastrawan
Sulawesi Selatan, saya sering bertanda tanya di akhir judul. Ini sebuah isyarat
bahwa narasi saya selalu membuka ruang untuk diskusi. Karena itu, kepada para
seniman, sastrawan atau budayawan yang memiliki referensi akurat tentang tema
tulisan ini, diminta berkontribusi melalui komentar, sanggahan atau tambahan
informasi. Boleh lewat beranda fesbuk atau pun dengan japri.
Siapakah Andi Baso Amir?
Pertanyaan ini mengingatkan saya pada pertemuan di akhir 1970-an. Waktu itu,
kalau tidak salah ingat, ABA (singkatan Andi Baso Amir) bersama Rahman Arge
menjadi pembicara di Sanggar A. M. Dg. Miyala Dewan Kesenian Makassar (DKM).
Panel dengan Rahman Arge,
aktor teater dan film itu, penampilan ABA sangat meyakinkan sebagai pemikir
kebudayaan. Keduanya menggagas tematik tentang
“Menangkap Sukma Kampung” sebagai sumbangan besar leluhur Bugis-Makassar
dalam konteks kekayaan budaya nasional.
Diskusi terasa nikmat
karena kedua pembicara tampil dengan karakter estetika masing-masing. ARGE
sebagai Aktor Seni dan ABA selaku Analis Budaya.
Ketika berkunjung ke
rumah penyair M. Anis Kaba, 29 Juni 2022, saya sempat mendapat informasi baru
tentang siapa ABA ini.
“Dia pemilik surat kabar
yang cukup terkenal di Sulsel saat itu. Banyak sastrawan yang pernah menulis di
koran yang dipimpinnya,” jelas Anis Kaba.
Menjawab pertanyaan saya
tentang apakah Andi Baso Amier itu sastrawan?, Anis Kaba mengatakan, “Seniman
yang pertama kali mendeklamasikan sajaknya, 1960-an, di Sulsel adalah Andi Baso
Amir.”
“Dulu, ada bioskop Empress
di Jalan Cenderawasih. Di situlah ABA tampil berdeklamasi dalam satu kegiatan
kesenian,” tambahnya.
Deklamasi adalah seni
membawakan sajak dengan cara menghapal teks sambil berakting sesuai nada sajak.
Sayang sekali, penyair kelahiran Gowa 1942 ini tidak menyimpan dokumen karya
sastra Andi Baso Amir.
Besoknya, ada ide untuk
mengkonfirmasi cerita ini ke Fahmi Syariff, seorang yang tentu banyak tahu
seluk beluk berkesenian di Makassar. Maka saya pun menghubungi aktor teater
tersebut lewat WA.
“Kekuatan sastra dulu
memang berkat kerja samanya dengan koran, terutama koran mingguan. Semua koran
mingguan menyiapkan halaman khusus rubrik seni budaya. Selain Harian Pedoman Rakyat dan Fajar, ada banyak koran mingguan seperti: Marhaen, Indonesia Pos,
Orde Baru, Bawakaraeng, Makassar Times, Duta Masyarakat dan lain-lain. Semuanya
menyediakan rubrik budaya untuk cerpen, puisi dan cerita bersambung,” jelas
Fahmi Syariff.
Kemudian ia menambahkan: “ABA itu seorang apresiator seni. Dalam Festival Drama 1955 di Makassar, ABA salah seorang penggagas dan menjadi panitia pelaksana. Tapi, saya tidak tahu kalau di tahun 60-an ABA yang pertama kali mengenalkan deklamasi (istilah Bugis-Mks: massanjak) di Sulawesi Selatan.”
“Bioskop Empress itu dahulu berubah menjadi Bioskop Madya di Jalan Kajao Laliddo,” kunci penulis beberapa buku, sutradara teater dan purnabakti dosen drama di Fakultas Sastra Unhas ini.
Andi Baso Amir adalah saudara seayah dengan
mantan Menhankam-Pangab, Jenderal (Purn) M. Yusuf. Dalam sejarah pemerintahan
Sulsel, ABA pernah menjadi Bupati Bone periode 1967-1969. Dia pun aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesenian di Makassar sejak tahun 1950-an. ***
Bulukumba, 06 Juli 2022
-----
Artikel terkait:
Siapakah Sastrawan S. Daeng Muntu?