Lalu, di mana kita akan kembali, kalaulah belum jua siuman berhingga retorika tanpa makna apapun, manakala mautan berkuburan__
Tak ada jarak berarti antara petani dan akademisi, _bukan bagaikan retorika meracuni kehidupan_berhingga kematian, tetap jua berkaitan
Bah begini memang patut dinikmati
__dari atau untuk pengabdian tanpa seragam berbatuan tamengan.
------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 20 Juli 2022
OPINI
Batu
Seragam Tamengan
Oleh:
Maman A. Majid Binfas
(Akademisi, Sastrawan,
Budayawan)
Memori di dalam buku “Mamonisme”
(2021), saya uraikan secara singkat mengenai esensi diksi Tamengan yang
cenderung diselewengkan oleh pemakai seragam keamanan negara. Penyelewengan
dimensi tamengan yang justru membelenggu dirinya, dan sesungguhnya mengkhianati
amanah yang diembannya sebagai pengayom rakyat jelata.
Sebelum lebih lanjut,
eloknya memahami asal kata tamengan secara bebas, dan dapat ditelusuri di
google. Menurut tesaurus Bahasa Indonesia, sinonim kata tameng adalah
penangkis, pelawan, pembangkang, pembantah, pemrotes. Sinonim adalah kata yang
memiliki persamaan makna dengan kata perisai.
Sedangkan sinonim dari
makna perisai sendiri juga berarti tamengan. Tamengan ini telah lama dikenal
dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang
melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai
tujuan.
Tetapi, kini makna
tamengan boleh diindikasikan dengan mengandalkan sesuatu kekuatan pendukung
diandalinya, termasuk premanislisme jabatan atau seragam kedinasannya.
Maka, tidak salah
manakala Presiden dan Panglima TNI, serta Kapolri mengindahkan dengan
pernyataan tegas mengenai tamengan seragam keamanan negara, terutama dijajarannya. Kemudian,
saya rakit coretan mengenai Bravo Panglima berikut ini, berupa support
agar TNI tetap netral sesuai sumpahnya.
Bravo
Panglima
Kalau ketegasan dengan
jantan dan berdata akurat, sebagaimana ditegaskan oleh Panglima TNI Andika
Perkasa, mesti didukung oleh siapa pun, termasuk hukuman dan pemecatan kepada
pelaku menyalahgunaan tamengan secara online di media sosial, dan rakyat boleh
melaporkannya
Apa disampaikan oleh
Panglima tempo hari dengan tegas tidak mau mendengar adanya tawar menawar. Jika
sudah terbukti ada kekerasan, maka patut dihukum sesuai peraturan yang berlaku.
Maka, pernyataan tegas
sebagai sikap pengamalan esensi dari 8 poin sumpah TNI yang tidak boleh
dihianatinya, yakni:
“Bersikap Ramah Tamah
Terhadap Rakyat.
Bersikap Sopan Santun
Terhadap Rakyat.
Menjunjung Tinggi
Kehormatan Wanita.
Menjaga Kehormatan Diri di
Muka Umum.
Senantiasa Menjadi Contoh
dalam Sikap dan Kesederhanaannya.
Tidak Sekali-kali
Merugikan Rakyat.
Tidak Sekali-kali
Menakuti dan Menyakiti Hati Rakyat.”
Selain sikap di atas,
adalah sikap netral tanpa memihak kepada siapanpun, sekalipun kepada keluarga
sendiri.
Manakala demikian komitmet TNI, maka diksi Bravo TNI mesti didukung dan dikibarkan, sebagaimana keperkasaan yang tegas dan logis oleh Panglima Andika Perkasa.
Bravo Panglima
berakumulasi kepada dimensi sebenarnya sehingga tetap tegas dan tegap pada
prinsipnya bagaikan batu cadas tidak terombang oleh gelombang samudera yang
ganas sekalipun.
Tentu, harapan ini
mungkin dianggap terlalu ideal, namun dimensinya tulus tanpa misi tamengan
terselubung apapun. Terkecuali, niatan untuk menjaga kedaulatan wibawa rasa
cinta kebangsaan bermartabat tinggi, dan kiranya tidak berkepala batu. Tetapi,
mampu melogiskan sesuatu sekalipun pada esensi batu tanpa tamengan.
Batu
Melangkah dengan pasti
pada puncak bukit berbatu di samping kuburan pun mesti dinikmati sebagai anak
kampungan, __tidak mesti dielakkan atau pura-pura dilupakan karena pernah
merantau dalam menelusuri perkotaan.
Batu
Marmer mulus berkilauan
yang terinjak di bandara mulai dari berkelas kotak pojokan berhingga
metropolitan antar-mancanegara sekalipun__ sama juga batu yang berasal dari
puncak gunung gersangan.
Batu
Mengapa mesti kagetan
melangkahkan kaki di dalam mengarungi hingar bingar kehidupan ini. Termasuk,
dengan jujur mengakui diri anak desa berbatu terjalan dari kampungan, __
Batu
Aku jujur, memang anak
kampungan dalam menjejasi kampusan berhingga melancongi kota-kotaan untuk
mengasahi diri guna meraih cita cita, _semoga berkemilau jadi bangunan yang
berguna bah desain batu marmeran_ di lantai bandara dan tempat klise buangan
air kamar mandi rumah metropolitan.
Batu
_aku tidaklah pantas untuk
lupa daratan karena baru merasakan licin dan kingclongan marmer lobang WC
bandara yang dibuat dari batuan gunung pula.
Batu
__ternyata kau lebih
kingclong dibanding wajah yang terpoles keangkuhan karena greget kagetan akan
kehidupan berkampungan dan perasaan kotaan.
Dimensi rasa arogan dan
kagetan dengan kehidupan kotaan serba kingclong sehingga merasa diri telah
lebih dengan yang lain di kampung. Menjadi tamengan adalah harta juga berindeks
seragam kedinasan telah ditempelinnya menjadi retorika tampilannya. Padahal
dimensi kehidupan sesungguhnya bukan semata bertamengan retorika heroik kagetan
semata, dengan menafikan humanisme kecintaan terhadap sesama
Bukan
Jua Retorika
Terkadang, kita berbicara
cinta terhadap sesama, namun hanya goresan retorika penghias letupan kata kata,
_hampa tindakan nyata_ bahkan nyaris bah suplemen pelicin busa dan bisa
beracun__
Terkadang, kita bicara
belas kasih terhadap sesama, namun hanya sebagai bumbu penyedap guna menyedot
perhatian untuk melumati kepentingan diri sendiri, __juga tidak jauh berbeda
gaya piton menelan mangsa.
Lalu, di mana letak
kemanusiaan sesungguhnya bersulbi nurani, manakala demikian dimainkan?
Mungkin akan tetap saja
gulita__ menjadi retorika kelam bersalaman,
__ dan
manakala siluman arogan
kepentingan diri masih saja demikian dikedepankan, __dan terus dikibarkan
Lalu, di mana kita akan
kembali, kalaulah belum jua siuman berhingga retorika tanpa makna apapun,
manakala mautan berkuburan__
Tak ada jarak berarti
antara petani dan akademisi, _bukan bagaikan retorika meracuni
kehidupan_berhingga kematian, tetap jua berkaitan
Bah begini memang patut
dinikmati
__dari atau untuk
pengabdian tanpa seragam berbatuan tamengan.
Wallahu a’lam
...
UHAMKA , tetap unggul dan tangguh untuk mencerahkan Umat dan Bangsa
-----
Baca juga: