-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 24 Juli 2022
Bertemu
Kembali Maman A Majid Binfas Setelah 28 Tahun
PERTEMUAN setelah 28
tahun, ternyata membawa banyak kisah, salah satunya adalah hasil riset bahwa
organisasi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah pembuka jalan Indonesia
dan rakyatnya menuju kecerdasan.
Kedua organisasi inilah
yang telah membawa masyarakat Nusantara mengenal bangku sekolah, jauh sebelum
Indonesia sebagai sebuah negara lahir. Diskusi kami belum tuntas, terpenting
dari pertemuan 28 tahun itu adalah berbagai cerita tentang masa lalu kami, saat
bersama mengelola usaha di Koperasi Kampus Universitas Muhammadiyah Makassar
(Unismuh) era 1992-1994.
Maman A Majid Binfas tak
lagi pernah saya dapati kabarnya, suatu ketika beberapa hari sebelum perjumpaan
kami, tiba-tiba wajah Bang Maman datang dalam ingatan saya, bersarung dan
berbaju Koko, di lapangan rumput depan pohon Tala (Tala Salapang), yang kini di
lokasi itu telah berdiri megah kampus Unismuh Makassar.
Rupanya kemunculan Bang
Maman dalam ingatan saya adalah firasat, bahwa kami akan bertemu kembali.
Membaca tulisan Asnawin Aminuddin di portal pedomankarya.co.id miliknya, mata saya
tertuju pada wajah lelaki di berita itu dia yang datang dalam ingatan saya
seminggu sebelumnya. Akhirnya atas bantuan Bang Asnawin nomor ponsel kami
tersambung.
Era kami masih sama-sama
menjadi mahasiswa putra kelahiran Bima ini dikenal sebagai aktivis mahasiswa
yang kritis ‘pemberontak’ tentulah karena saat itu Orde Baru di bawah
pemerintahan Presiden Soeharto, sangat keras.
Saya dan Bang Maman,
kerap duduk menyeruput kopi di depan kantor Koperasi Unismuh, karena saya
mengelola mesin fotocopy dan Bang Maman pemilik tempatnya. Cerita tentang
perjuangan kami, selepas saya meninggalkan IKIP Ujungpandang sebagai dosen LB
tahun 1999-2000, menuju Jakarta, rupanya Bang Maman juga menyusul. Namun
sekalipun kami tak pernah berjumpa.
Kami bertemu dua kali,
ini malam kedua pada tempat yang sama di salah satu kedai kopi di bilangan
Daeng Tata Makassar, ada rencana saya setelah melihat buku karya Bang Maman,
yang diterbitkan cetakan pertama tahun 2016, tawaran untuk peluncuran edisi
ke-2 di Makassar dengan melibatkan komunitas jurnalis dan penulis kawan saya di
Dili Timor Leste, juga di Australia dan Bang Maman mengajukan nama koleganya di
Malaysia.
Kami bersepakat untuk
membuat acara peluncuran buku itu dengan membuka ruang bagi penulis naskah
ilmiah mengirim prosiding untuk diterbitkan dalam jurnal. Sebagai seorang
akademisi, Bang Maman telah membuktikan dirinya Istiqomah.
Organisasi telah
membawanya kembali ke dunia kajian, setelah menikah dengan putri Bugis Soppeng
yang sedang menyelesaikan studi doktoralnya di Malaysia, membuat Bang Maman,
akhirnya ‘tenggelam’ sebagai mahasiswa mengikuti jejak istrinya.
Disertasinya yang sangat
dalam tentang Muhammadiyah dan NU, membawanya meraih doktor. Buku edisi ke-2
yang saya terima dari tangannya, seperti ‘pemberian’ catatan sejarah panjang
tentang pendidikan Indonesia.
Saya belum membacanya,
halamannya 512. Saya menerawang jauh ke dalam pemikiran Bang Maman tentang
kedua organisasi yang telah membawanya berkarakter seperti itu. Terpenting,
saya tengah bergembira bertemu kawan seperjuangan yang wajahnya selalu
tersenyum.
Zulkarnain
Hamson
Daeng Tata, 21 Juli 2022