- KH Abbas Baco Miro -
-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 10 Juli 2022
OPINI
Ikhtiar
Mencetak Generasi Unggul dan Bermartabat (1)
Oleh:
Dr KH Abbas Baco Miro Lc MA
(Komisi Fatwa MUI Sulsel, Sekretaris Majelis Tarjih Muhammadiyah Sulsel, Direktur Pesantren Ulama Tarjih Unismuh Makassar)
Hari Raya Idul Adha
adalah momentum yang memiliki keistimewaan dibanding dengan hari-hari lainnya.
Setidaknya tiga hal yang menjadikan hari ini jadi istimewa. Pertama,
pelaksanaan shalat Id yang baru saja kita tunaikan, kedua, pelaksanaan ibadah
penyembelihan hewan kurban, dan ketiga, keteladanan sosok Bapak para Nabi yang
mulia, Ibrahim alaihissalam.
Nabi Ibrahim as. ketika
ditetapkan sebagai Nabi dengan gelar kemuliannya: Khalilullah, tidak ditempuh
dengan mudah tetapi melalui usaha dan perjuangan keras bahkan berbagai
pengorbanan, khususnya dalam memahami dan mengamalkan agamanya, berusaha
mengenal lebih dekat dengan Tuhannya.
Hal ini diabadikan dalam
QS. Al An’am/7: 67-69. Oleh karena itu, sepatutnya kita yang mengharapkan
kemuliaan dan keistimewaan, berusaha dan berjuang keras untuk dapat memahami
agama Islam yang kita anut.
Nabi Ibrahim ketika telah
merasakan dekat dengan Allah dengan memahami agama dengan benar, beliau pun
mengajak keluarga dan kaumnya untuk dapat merasakan dan memahami yang sama. Nabi
Ibrahim mengajarkan kepada kita untuk bersabar dalam menghadapi tantangan dan
ujian dalam berdakwah, yang bahkan datang dari Ayahnya serta kaumnya.
Nabi Ibrahim mengajarkan
kepada kita untuk mencintai dan menjaga negeri ini, bekerja keras dan berkorban
demi mempertahakan keutuhan dan keamanan serta mewujudkan negeri yang
sejahtera.
Lihatlah keikhlasan doa
beliau yang tertuang secara abadi dalam kitab-Nya yang Agung, ketika beliau
bermohon kepada-Nya; “Dan ingatlah tatkala Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku
jadikanlah negeri ini negeri yang aman, dan berilah rezeki kepada penduduknya
berupa buah-buahan yang banyak..” (QS. Al Baqarah: 126)
Khalilulah Ibrahim As,
telah memberi kateladanan kepada kita dalam melahiran dan membentuk generasi
gemilang dan berkemajuan. Sangat tampak upaya keras dan semangat pengorbanan
dalam perjalanan kehidupan beliau.
Harapan dan keinginan
lahirnya generasi pembawa risalah kebaikan Nabi Ibrahim itu diabadikan oleh
Allah azza wajalla dalam firmaNya yang suci: “Ya Tuhan Kami, utuslah untuk
mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan
Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah 129)
Simbol
Cinta dan Kejujuran
Bekerja itu seperti
menanam pohon. Berkorban itu adalah pupuk yang mempercepat pertumbuhannya. Kita
mengenang Nabi Ibrahim hari ini karena ia hanya bekerja menabur kebajikan di
dalam hati manusia. Tanpa henti. Kita mengenang Nabi Ibrahim hari ini karena
pengorbanannya yang tidak terbatas.
Makna hidup kita–baik
sebagai individu maupun sebagai umat dan bangsa–terletak pada kerja keras dan
pengorbanan tanpa henti dalam menebar kebajikan bagi kemanusiaan. Bekerja
adalah simbol keberdayaan dan kekuatan. Berkorban adalah simbol cinta dan
kejujuran.
Itu nilai yang
menjelaskan mengapa bangsa-bangsa bisa bangkit dan para pemimpin bisa memimpin.
Hanya mereka yang mau bekerja dalam diam yang panjang, dan terus menerus
berkorban dengan cinta, yang akan bangkit dan memimpin. Itulah jalan
kebangkitan.
Itulah jalan kepemimpinan.
Itu nilai yang menjelaskan mengapa Islam–di masa lalu–bangkit dan memimpin
peradaban manusia selama lebih dari 1000 tahun. Dan itu jugalah jalan
kebangkitan kita kembali: bekerja keras dan berkorban tanpa henti.
Allah berfirman, “Dan
katakanlah (hai Muhammad), bekerjalah kalian, nanti Allah yang akan menyaksikan
amal kalian, beserta RasulNya dan orang-orang yang beriman.” (QS. At
Taubah:105)
Keluarga
Kecil dan Peradaban Besar
Idul Adha mengisahkan
kisah tentang sebuah keluarga mulia yang diabadikan oleh Allah Azza wa Jalla
untuk peradaban manusia. kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam. Melalui kisah keluarga
Ibrahim ‘alaihissalam itu, Allah Ta’ala ingin menunjukkan kepada kita betapa
pentingnya posisi keluarga dalam membangun sebuah peradaban yang besar. Sebuah
masyarakat yang bahagia dan sejahtera, tidak hanya di dunia, namun juga di
akhirat.
Sebuah masyarakat tidak
akan bisa menjadi bahagia dan sejahtera jika masyarakat itu gagal dalam membangun
keluarga-keluarga kecil yang ada di dalamnya.
Dan jika kita berbicara
tentang keluarga, maka itu artinya kita juga akan berbicara tentang salah satu
unsur terpenting keluarga yang bernama: Anak.
Dalam kisah keluarga Ibrahim
‘alaihissalam, sang anak itu “diperankan” oleh sosok Isma’il ‘alaihissalam.
Inilah sosok anak teladan sepanjang zaman yang kemudian diangkat menjadi seorang nabi oleh Allah Azza wa Jalla. Bahkan yang luar biasanya adalah melalui keturunan Isma’il ‘alaihissalam inilah kemudian lahir sosok nabi dan rasul paling mulia sepanjang sejarah manusia bahkan alam semesta, yaitu: Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam! (bersambung)
----
Artikel berikutnya: