----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 14 Agustus 2022
OPINI
Jenderal,
Hukum Mati Angin Surga
Oleh:
Maman A. Majid Binfas
(Akademisi, Sastrawan,
Budayawan)
Bellum Ominium Contra
Omnes adalah sebuah ungkapan Bahasa Latin yang
berarti, sebuah perang antara segala melawan semuanya, ungkapan tersebut,
terutama diasosiasikan dengan diskripsi Thomas Hobbes terhadap
keadaan manusia (Wikipedia, 2014).
Kemudian, Filsuf Socrates
yang hidup tahun 399 sebelum masehi saja telah mengukir pernyataan dihardik
(atau boleh dihakimi) karena nafsu; ... “Tetapi jika engkau menginginkan
kejelekan, segeralah hardik jiwamu karena telah menginginkannya.”
Kemudian, Filsuf
Augustinus yang hidup 400 SM juga telah berpandangan tentang nafsu manusia
berlebihan. Bahkan, manusia juga mempunyai kuasa untuk berkehendak, seperti
Tuhan. Tetapi terkadang manusia menggunakan kehendak itu dengan cara yang
salah, seperti mengatakan kata-kata kotor dan fitnah.
Akibat muncul kata kotor
dibarengi pikiran kotor dengan mental bejat, sehingga berlaku Bellum
Ominium Contra Omnes berhingga berbuat sadis kepada sesama mahluk Tuhan.
Sungguh perbuatan sadis
tidak diharapkan terjadi, termasuk oleh manusia yang berada di kepolisian dan
alat negara yang lain. Maka, muncul janji dan pernyataan, siapapun menjabat di
negeri di awal pelantikannya. Sebagaimana saya kutip pernyataan Kapolri
tahun 2021 yang ingin polisi dicintai sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
“Ke depan, saya inginkan
polisi dicintai, karena kita melindungi dan mengayomi masyarakat. Karena itu,
Polri hadir di tengah-tengah masyarakat itu yang ingin kita ciptakan,”
Dikarenakan tindakan
tiap anggota polisi berpengaruh terhadap citra institusi Polri. Ia menegaskan,
agar semangat perubahan melalui konsep “Presisi”, yaitu prediktif,
responsibilitas, dan transparansi berkeadilan, diimplementasikan setiap saat.
Bahkan “Setiap tindakan
yang dilakukan oleh seorang polisi, hal itu akan berdampak pada citra dari
Polri”, maka menjadi gravitasi dicintai.
Siapa pejabat negara
mesti dicintai bukan berdasarkan ras, tetapi karena tindakan nyata dengan
kejujuran sejati, dan dapat dipertanggungjawabkan secara jantan. Manakala
demikian nyata tindakannya, mesti didoakan agar tetap dan diberkahi terus di
jalan yang lurus dengan sungguh benar.
Doa
Sekalipun Bukan Muslim
Doa orang tertindas akan
tembus Arsy Tuhan tanpa dibatasi, guna melumati para penindas tanpa
terkecuali__
sekalipun, ia bukan
muslim dengan penuh kepasrahan
tetap dikabulkan
Insya Allah, sebagaimana
Rasulullah bersabda, yang artinya :
“Dan berhati-hatilah
terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya
dengan Allah.” (H.R. Bukhori dan Muslim).
Dari “Yahya bin Ishaq
mengabarkanku (Imam Ahmad), ia berkata: Yahya bin Ayyub mengabarkanku, ia
berkata: Abu Abdillah al-Asadi berkata: Aku mendengar Anas bin Malik
radliyallahu 'anh berkata: Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
“Hati-hatilah terhadap
doa orang yang terzalimi, meskipun ia orang kafir, sesungguhnya tak ada
penghalang baginya.” (HR Ahmad Nomor 12549).
Semoga, kasus kezaliman
menimpa warga negeri selama ini, disandera dengan kesan disandiwarakan dapat
dituntaskan dengan kejujuran sejati.
Mukhaer
Pakanna - Mahfud MD Bukan Bersandiwara
Harapan kejujuran dan doa
di atas, tidak bermaksud ancaman yang dikesankan hasutan, namun ini sebagai
rasa cinta kepada kemerdekaan Indonesia-ku.
Sama halnya, tentang
kerisauan sahabatku Mukhaer Pakanna, yang menuliskan narasi sebagai tanda
cintanya kepada negerinya dan kepolisian Republik ini. Adapun narasinya, tanpa
saya kurangi, sbb.
“Gambar ini memberikan
tafsir dan spekulasi yg beragam. Ada yg menafsirkan, kongkow2 dlm gambar itu
merupakan fragmen sandiwara yg selalu di daur ulang dari masa ke masa. Terlihat
jelas, yg baju merah seolah dia produser ato bisa jadi sutradara. Di
depannya aktor utama yg selalu membuat desain. Kemudian yg lain aktor
pendukung. Bisa jadi judul sandiwaranya adalah "Pengabdi Presesi 2".
Saya tdk ahli berspekulasi ato meresensi alur cerita itu. Biarkan pasar yg
membacanya. Karena alur ceritanya sdh mengalir. Hanya Tuhan dan
mereka yg tahu." (Mukhaer Pakanna, 2022).
... (foto, diaplod oleh
Mukhaer P, 2022)
Apa yang ditulis oleh sdr
Mukhaer Pakanna, di atas, esensinya sama dengan pernyataan Menko Polhukam,
Mahfud MD, yang menegaskan, negara akan hancur apabila kasus pembunuhan
Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tak dibuka secara
terang-benderang.
“Kalau ada orang mati
terbunuh di rumah pejabat tinggi Polri yang tidak dibuka terang-benderang
negara ini akan hancur,” tegas Mahfud MD dalam program Satu Meja, Kompas TV,
Rabu malam (10/8/2022).
Hukum,
Sekalipun Jendera atau Presiden
Dari dua elemen narasi
rasa cinta di atas, mesti dimaknai dengan logika kebeningan nurani, terutama
oleh penegak hukum yang berkeadilan sejati, tanpa bersandiwara. Jangan sampai
sandiwara atas kezaliman di negeri ini, selama ini akan makin menumpuk berhingga
doa orang-orang terzalimi yang berkumpul di Arsy Tuhan serentak turun menjadi
bencana yang tiada terperi.
Pada Pedoman Karya (7/7/2022), saya mendiksikan dengan keyakinan dan
tanpa keraguan, lalu mengutip diksi sebagaimana janjiNya, QS Ath-Thalaq : 2-3
yang artinya,
“Barangsiapa bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluan_Nya.
Sesungguhnya, Allah
melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
Tidak mungkin Tuhan
mengingkari janji-Nya, terkecuali hamba-Nya itu sendiri yang tidak mau dan
buruk sangka _ lalu, ia mengkhianatinya dengan keputus-asaan berlebihan._
Dan tentu dengan berupaya
maksimal untuk selalu menghindari prasangka buruk, berupa fitnahan dan ghibah
homo homini lupus; menjadikan diri kita serigala bagi sesama manusia yang
lainnya" __
Apalagi terkesan melebihi
Tuhan padahal itu semakin menunjukkan arogan atas kebodohan dipertuankan yang
dikutukin oleh Tuhan
Harapan tulus, semoga
tidak dinyatakan sandiwara berepisode tentang pembunuhan yang terjadi. Bahkan
itu sudah melebihi batas kemanusiaan yang berkarakter homo homini lupus pula.
Maka, nurani keadilan
bermata batin ketuhanan mesti ditegakkan, mohon berhentilah untuk bersandiwara
di atas darah dan nyawa orang lain.
Siapapun engkau,
sekalipun Jenderal atau berpredikat Presiden saat ini, kalau terbukti telah
menindas, dan pantasnya dihukum mati, __ ya Buktikan, jangan hanya jadi rias
politikalisasi retoris angin surga dalam lakon bersandiwara saja.***