-----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 02 September 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (141):
Putri
Rasulullah Zainab Wafat, Istri Rasulullah Mariah Melahirkan
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Kata-kata itu diucapkan Rasulullah ﷺ dengan penuh
harap, penuh cinta, dan penuh sayang kepada mereka yang pernah memberi janji
setia kepada beliau. Rasa haru menyesak di dalam dada semuanya sehingga seluruh
orang Anshar menangis sambil berkata,
“Kami rela dengan Rasulullah sebagai bagian kami.”
Setelah itu Rasulullah ﷺ kembali ke Mekah untuk
berumrah. Selesai umroh Rasulullah ﷺ menunjuk 'Attab bin Asid dan Muadz bin
Jabal untuk mengajar orang-orang untuk memperdalam Al-Qur’an dan menjalankan
ajaran agama.
Kemudian Rasulullah ﷺ pun kembali ke Madinah. Kini di
seluruh Jazirah Arab tidak ada lagi yang berani mengganggu atau mencela Islam.
Gembira sekali kaum Anshar dan Muhajirin. Semua merasa bahwa Allah telah
membuka jalan kepada Rasulullah ﷺ dengan membebaskan Tanah Suci.
Mereka gembira karena penduduk Mekah telah mendapatkan
hidayah dengan memeluk Islam, termasuk beragam kabilah Arab yang telah tunduk
dan taat kepada agama Islam ini.
Apalagi kemudian berbagai utusan kabilah-kabilah Arab
yang lain berdatangan dan menyatakan memeluk Islam di hadapan Rasulullah ﷺ.
Namun segala ketentraman di dunia ini pasti ada
kurangnya. Saat itulah, Zainab, putri Rasulullah ﷺ wafat. Sejak jatuh dari unta
dan mengalami keguguran kandungan, Zaenab memang tidak pernah sembuh. Kini
keturunan Rasulullah ﷺ yang masih hidup tinggal Fatimah az-Zahra, karena Ummu
Kultsum dan Rukayah juga telah lebih dulu meninggalkan dunia.
Rasulullah ﷺ teringat betapa lembutnya Zainab dan
betapa indah kesetiaannya kepada suaminya Abul Ash bin Ar-Rabi'. Hati
Rasulullah ﷺ sedih sekali. Namun dalam keadaan sedih pun Rasulullah tidak
pernah lupa dengan kebiasaan beliau selalu pergi ke pelosok-pelosok sampai ke
ujung kota. Beliau tengok orang yang sakit dan beliau hibur orang yang menderita.
Allah pun menurunkan rahmat dan kasih sayang untuk
menghibur hati Rasulullah ﷺ yang sedang berduka.
Kemudian lahirlah putra Rasulullah ﷺ dari rahim Mariah,
seorang budak Mesir yang dihadiahkan Mauqauqis kepada Rasulullah ﷺ. Saat itu
Rasulullah ﷺ sudah lewat 60 tahun. Alangkah bahagianya hati beliau, putra
laki-laki itu beliau beri nama Ibrahim.
Umamah adalah Putri Zaenab. Diriwayatkan oleh Abu Daud
dari Abu Qotadah, “Ketika kami sedang menunggu Rasulullah ﷺ pada waktu Dhuhur
dan Ashar, keluarlah Rasulullah ﷺ bersama Umamah di atas bahunya. Kemudian kami
shalat di belakangnya, jika Rasul sujud Umamah dilepaskan dan jika bangkit dari
sujudnya Umamah dipangku, sedang waktu kepalanya diangkat dari sujud, Umamah
diambil lagi.”
Kelahiran
Ibrahim
Rasulullah ﷺ memberi sedekah uang untuk setiap helai
rambut Ibrahim kepada para fakir miskin. Seorang wanita bernama Ummu Saif
diangkat menjadi ibu susu Ibrahim. Kemudian Rasulullah ﷺ menyediakan pula 7
ekor kambing yang setiap hari diperah susunya untuk keperluan Ibrahim.
Hampir setiap hari Rasulullah ﷺ mengunjungi Ibrahim.
Beliau sangat senang melihat Ibrahim tumbuh sehat. Senyum bayi itu seperti
cahaya pelita yang menghangatkan hati Rasulullah ﷺ. Suatu hari dengan penuh
perasaan gembira Rasulullah ﷺ menggendong Ibrahim dan memanggil Aisyah.
Rasulullah ﷺ bertanya, “Bukankah besar sekali
persamaan Ibrahim dengan diriku?”
Namun Aisyah tidak mengiyakannya, demikian pula dengan
istri-istri Rasulullah ﷺ yang lain. Aisyah dan istri-istri Rasulullah ﷺ sangat
sedih karena tidak bisa memberi beliau seorang keturunan, padahal mereka sangat
menyayangi beliau. Karena itu, begitu melihat kegembiraan Rasulullah ﷺ
menggendong Ibrahim, mereka menunjukkan wajah kurang suka.
Apa yang terjadi pada istri-istri Rasulullah ﷺ
sangatlah wajar, karena pada zaman itu belum pernah kaum wanita diperlakukan
sedemikian baik. Begitu sayangnya mereka kepada Rasulullah ﷺ sampai-sampai
mereka menganggap beliau lebih menyayangi istri yang satu dibandingkan yang
lain. Pertentangan ini akhirnya meresahkan hati Rasulullah ﷺ. Beliau memisahkan
diri dari para istrinya.
Karena sudah lebih dari sebulan Rasulullah ﷺ hidup
menyendiri, kaum muslimin menjadi gelisah. Mereka takut kalau ternyata
Rasulullah ﷺ menceraikan istri-istrinya.
Umar Bin Khattab datang menengok Rasulullah ﷺ di
tempat pengasingannya. Umar menangis melihat punggung Rasulullah ﷺ yang
berbekas tikar kasar. Rasulullah ﷺ menghibur sahabatnya itu dengan mengatakan
bahwa kehidupan akhirat jauh lebih berharga daripada harta seluruh bumi beserta
isinya.
Setelah itu, giliran Umar yang menghibur beliau. Umar
terus bicara dengan Rasulullah ﷺ sampai beliau merasa terhibur dan tertawa.
Kemudian, Rasulullah ﷺ menjelaskan kepada kaum muslimin bahwa beliau tidak
menceraikan istri-istri beliau.
Kemudian turunlah firman Allah yang menegur
istri-istri Rasulullah ﷺ. Kalau saja Rasulullah ﷺ sampai menceraikan mereka,
karena mereka sudah begitu menyusahkan, niscaya Allah akan menggantikan mereka
dengan wanita-wanita lain yang lebih baik. Akhirnya para ibu kaum muslimin itu
pun sadar dan hidup rukun seperti sedia kala.
Tidak ada laki-laki yang memperlakukan istri-istrinya
sebaik Rasulullah ﷺ. Beliau senang bergurau dan senang melihat mereka bergurau.
Dari hadis riwayat Bukhari, dari Aisyah berkata, “Saya pernah melumurkan adonan tepung ke wajah Saudah dan ia pun membalas melumurkan adonan tepung di wajah saya sehingga membuat Rasulullah ﷺ tertawa.” (bersambung)
----
Kisah sebelumnya:
Rasulullah Bagikan Harta Rampasan Perang kepada Orang Yang Baru Masuk Islam