-----
PEDOMAN KARYA
Kamis, 06 Oktober 2022
OPINI
Jika
Kesetiaan dan Integritas Pimpinan TNI Rapuh, Rapuhlah Negara
Oleh:
Achmad Ramli
(Pengamat Politik)
Hari Rabu, 05 Oktober
2022, Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai banteng pertahanan negara, telah
memasuki usia 77 tahun sejak berdirinya tanggal 05 Oktober 1945.
Dalam pergaulan hubungan
antar bangsa di era globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia banyak menyerap
pengaruh ideologi dan politik globalisasi, serta pengaruh akulturasi budaya,
akibat perkembangan teknologi informasi yang bergitu cepat tanpa batas dan
ruang.
Oleh karena itu diperlukan
penguatan nilai-nilai moral serta kultur budaya bangsa, sebagai filter dari
pengaruh akulturasi budaya tersebut.
Komponen utama pertahanan
negara adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terdiri atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
TNI adalah komponen yang
berperan sebagai alat pertahanan negara. Selain itu, Kepolisian Negara Republik
Indonesia juga merupakan komponen utama yang berperan dalam memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, serta
pelayanan kepada masyarakat.
Dalam usahanya menegakkan
kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, TNI memiliki tugas
dan fungsinya tersendiri.
Tugas pokok TNI adalah
menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Dengan demikian, TNI
merupakan benteng terakhir pertahanan ideologi dan kedaulatan negara. Jika
kesetiaan dan integritas pimpinan TNI rapuh, maka rapuh pulalah bangsa itu.
Dalam aspek sosial,
ideologi politik adalah sebuah himpunan ide atau gagasan dan prinsip tatanan
hidup yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja dalam kehidupan
sosial masyarakat.
Ideologi merupakan
wawasan atau pandangan hidup mengenai tujuan dan cita-cita bangsa. Ideologi
juga dapat berarti suatu tuntunan hidup, serta penerapan falsafah hidup dari suatu
bangsa. Dalam hal ini, ideologi yang dipakai di negara kita adalah ideologi
Pancasila.
Kedudukan Pancasila
selain menjadi dasar negara, juga sebagai ideologi bangsa Indonesia. Adapun
kedudukan Pancasila, selain menjadi ideologi bangsa, dasar negara, dan landasan
hukum negara, adalah sebagai pedoman tindakan dan perbuatan bangsa Indonesia
dalam kehidupan sehari-hari, dan jiwa serta kepribadian bangsa Indonesia”.
Pengertian dari Pancasila
sebagai ideologi bangsa Indonesia yaitu bahwa Pancasila berperan sebagai
pedoman sekaligus sebagai landasan manusia dalam berperilaku guna mencapai arah
dan cita–cita bangsa Indonesia.
Penerapan Pancasila dalam
kehidupan masyarakat tidaklah sulit, namun tetap saja masih banyak orang yang
enggan dan acuh untuk menanamkan serta menerapkan Pancasila sebagai pedoman
hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Hal ini menyebabkan masih
banyaknya konflik dengan isu SARA hingga pertumpahan darah dikarenakan tidak
menjunjung nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila ke dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Bahkan ada upaya
terstruktur dan sistimatis untuk melahirkan kembali konsep Soekarno tentang
dasar negara Pancasila dan paham Nasional Agama dan Komunis (Trisila) atau
Gotong Royong (Ekasila), melalui perundang-undangan (regulasi).
Begitu pula adanya
indikasi membangkitkan kembali semangat perjuangan komunis dengan berpedoman
pada taqline konsep DN Aidit “Revolusi mental tak akan berhasil kalau
masyarakat tidak dijauhkan dari agama.”
Sejarah telah membuktikan
bahwa pemberontakan PKI di Madium 1948 berhasil dilumpuhkan oleh TNI dengan
mengerahkan pasukan dari Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Jenderal Abdul
Haris Nasution dan Kolonel Sungkono sebagai Gubernur Militer.
Pasukan ini berhasil
mengepung pemberontakan PKI yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin dan Muso, dan
berhasil memadamkan pemberontakan dalam waktu yang cepat.
Begitu juga pemberontakan
PKI pada tahun 1965 dalam bentuk Gerakang 30 September (G30S/PKI), berhasil
dilumpuhkan oleh TNI AD di bawah pimpinan Letkol Soeharto. Secara umum,
G30S/PKI dilatar-belakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan
Komunisme (Nasakom) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan,
yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno.
Beberapa hal lain yang
menyebabkan mencuatkan gerakan yang menewaskan para jenderal ini adalah isu dan
fitnah adanya “Dewan Jenderal” dalam tubuh TNI-AD yang dihembuskan oleh PKI
saat itu.
Oleh sebab itu, ada
beberapa isu sentral yang patut diwaspadai oleh publik, khususnya Tentara Nasional
Indonesia (TNI), yang dapat diduga bersipat ancaman dan ronrongan, yaitu; 1) Munculnya
taqline “Revolusi mental akan gagal kalau agama tidak dipisahkan dari politik”,
sebab negara Indonesia walaupun bukan negara teokrasi (negara agama), tetapi
bukan pula negara yang memisahkan kehidupan politik, kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan keyakinan agama yang ada (negara sekuler).
Melainkan negara yang ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang mewajibkan semua penduduk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
2) Upaya sekolompok orang
yang berkeinginan memeras konsep Pancasila menjadi Nasakom (trisila), atau
Gotong royong (ekasila), melalui regulasi perundang-undangan di legislatif.
3) Lahirnya Kepres Nomor
17 Tahun 2022, tanggal 26 Agustus 2022, jika dikaitkan dengan pemulihan dan
rehabilitasi G30S/PKI.
4) Pernyataan salah
seorang politikus partai penguasa yang berkeinginan menggugat TNI-AD, atas
tuduhan pelanggaran berat HAM di masa lalu terkait G30S.
TNI merupakan banteng terakhir
pertahanan ideologi dan kedaulatan negara dari segala bentuk ancaman,
tantangan, dan ronrongan. Jika kesetiaan dan integritas pimpinan TNI sedang
rapuh, maka rapuh pulalah negara itu.
Selamat HUT TNI Ke-77. Semoga
tetap konsisten menjaga dan membela kedaulatan bangsa.
-----
Penulis, Achmad Ramli
adalah Ketua Bidang Advokasi Asosiasi Pengawas Sekolah / Madrasah Indonesia (APSI)
Pusat, Mantan Ketua APSI Sulsel (2017-2022), Alumni 92 Fakultas Hukum UMI Makassar.