------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 13 Oktober 2022
Pekerti Antara
Proyekalisasi
Oleh: Maman A Majid
Binfas
(Akademisi, Sastrawan,
Budayawan)
Esensi Pekerti (Pengembangan
Keterampilan Dasar Teknik Instruksional, red) pada awalnya mungkin asas agak
elok, ditujukan untuk dosen muda yang belum mahir dan bukan dari jurusan
pendididikan. Kemudian, disusul program Applied Approach (AA) yang
ditujukan bagi para dosen senior tanpa klarifikasi asal pendidikan __
disamaratakan pula.
Kedua pelatihan di atas
ini, bertujuan meningkatkan kompetensi profesional dosen dalam memangku jabatan
fungsional, terutama dalam peningkatan keterampilan pedagogi.
Program Pekerti dan AA
mulai dikembangkan pada tahun 1993 dan telah mengalami berbagai perubahan
dengan maksud agar dapat mengakomodasi kebutuhan masing-masing perguruan
tinggi.
Dan sejak Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan diterbitkan,
Dikti memberikan otonomi dalam menyelenggarakan Pekerti kepada masing-masing
perguruan tinggi mengacu kepada materi yang didesain oleh Dikti, sehingga
setiap perguruan tinggi berkesempatan menyelenggarakan Pekerti tanpa harus
menunggu kegiatan diselenggarakan oleh Dikti yang tempatnya terbatas untuk
seluruh PTS yang ada.
Namun, mungkin
disayangkan tata pengelolanya terkesan kurang elok, dan mengarah pada approach
politis dan proyekalisasi. Di samping, proses pengelolaan pelatihan agak kaku
dan monoton bersifat doktrinisasi _ terkesan memaksakan konsep tanpa dinamis.
Hal ini, membuat peserta mengikuti merasa terpaksa diikuti_ terbayangi rasa
takut tak dianugerahi kelulusan bersertifikatan,__ sungguh disayangkan dan
menyedihkan.
Alangkah eloknya
Pelatihan Pekerti, agar berbudi pekerti sehingga dimengerti dan menyegarkan
juga mencerahkan. Mungkin eloknya,
Materi diupayakam tidak
terlalu banyak, dikarena terkesan monoton sehingga melelahkan bagi peserta.
Apalagi pemateri masih terkesan kurang memadai dan kaku di dalam power
keilmuwan. Alangkah baiknya Pekerti, proses pelaksanaan dipertajam esensi pada
tujuan utamanya untuk membuat RPPS dan tindakan kelas yang sangat urgen
berkaitan.
Mestinya, peserta
diklarifikasi, berdasarkan kadar pengetahuan yang telah dialaminya, terutama
yang telah melakukan / ikut sebagai tim akreditasi di kampusnya masing_masing.
Dikarenakan hampir 60 % materi Pekerti, sangat berkaitan dengan pengisian
borang akreditasi dan mungkin pula telah dialami oleh sebagian besar peserta
dalam proses mengajarnya sebelum mengikuti Pekerti_ sungguh melelahkan.
Di samping, kiranya
pelatihan Perkerti tetap mengedepankan welasih saling mencerahkan, dan tidak
terkesan kurang asik dalam saling asah asuh asih.
Manakala, esensi saling
demikian, maka Peserta tidak merasa risih_seakan terpaksa ikutan dikarenakan
menjadi syarat birokratisasi admin saja._sungguh aduhai menyedihkan tanpa
inovatif kreatif.
Pembelajaran
inovatif merupakan pembelajaran yang langsung memecahkan masalah yang
sedang dihadapi oleh mahasiswa di kelas, berdasarkan kondisi.
Dimensi proses
pembelajaran mesti selalu bersifat inovatif. Sifat inovatif menjadi
bagian proses pembelajaran yang berorientasi pada strategi belajar,
baik pelajar maupun pengajar.
Tentu proses itu, tidak
lepas dari metode atau upaya meningkatkan semua kemampuan positif pembelajaran.
Memang dalam proses pembelajaran tentu untuk pengembangan kadar potensi
sehingga tercapai dicita_citakan atau diharapkan. Hal demikian sebagaimana
diharapkan Undang-Undang Pendidikan Nasional.
Jadi, proses
pembelajaran sebaiknya tidak monoton dan kaku, tetapi membuat suasana kelas
ceria dan mengesan bermakna yang mencerahkan sehingga menghasilkan output
memadai.
Manakala prosesnya
memadai sehingga tidak terkesan pelaksanaan Pekerti hanya politis proyekalisasi
saja. Dan kesan ini yang sempat ditanyakan sama Prof Sofyan Anif, Rektor
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), dan beliau juga menyatakan sepakat
dengan kesan demikian.
Pelaksanaan Pekerti UMS
sangat berkesan inovatif dan biaya pelatihan pun juga terjangkau dan memadai.
Termasuk, sebagain besar
pematerinya agak memadai_tanpa dipungkiri masih ada juga cela yang mesti diakui
kekurangan sebagai manusia biasa yang tak sempurna, _ tentu hal wajar dan mesti
dimaklumi.