KORUPSI DANA DESA. Masih banyak kepala desa juga kepala daerah yang berlaku tidak netral kepada warganya dan selalu memihak bila ada tipsnya, dan belum lagi kondisi tentang indikasi korupsi dan mark-up dana desa dan proyek lainnya. Termasuk, rekayasa manipulasi akte jual beli tanah, baik oleh pihak aparat desa maupun pihak lain yang bermain mata dengan personal bagian pertanahan, sekalipun sedang disomasi.
-----
PEDOMAN KARYA
Senin, 24 Oktober 2022
Somasi dan Korupsi Dana
Desa
Oleh: Bj. Anna Aydaan
Somasi (somatie atau
legal notice) diartikan dengan teguran terhadap pihak calon tergugat, demikian
yang disampaikan oleh Jonaedi Efendi dalam buku Kamus Istilah Hukum Populer
(hal. 372).
Dasar hukum somasi dapat
kita temukan dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: Debitur
dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau
berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini
mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.
Masih dari sumber yang
sama, tujuan diberikannya somasi adalah memberi kesempatan kepada pihak calon
tergugat untuk berbuat sesuatu atau menghentikan suatu perbuatan sebagaimana
tuntutan pihak penggugat (hal. 372).
Cara ini efektif untuk
menyelesaikan sengketa sebelum perkara diajukan ke pengadilan. Somasi bisa
dilakukan individual atau kolektif, baik oleh kuasa hukum maupun pihak yang
dirugikan (calon penggugat, hal. 372).
Kemudian, Richard Eddy
dalam buku Aspek Legal Properti: Teori, Contoh, dan Aplikasi (hal. 114) menerangkan,
somasi perlu dilakukan dalam hal: Kreditur menuntut ganti rugi dari debitur;
Debitur keliru melakukan prestasi dan kelirunya itu adalah dengan iktikad baik;
Perikatan yang tidak dipenuhi pada waktunya. Di sini, sebenarnya debitur masih
bersedia memenuhi prestasi, hanya saja terlambat memenuhinya.
Menurut Jonaedi Efendi,
pada dasarnya tidak ada aturan baku dalam pembuatan atau perumusan somasi.
Artinya, pihak pengirim bebas menentukan perumusan isi dari somasi, tetapi
pengirim wajib menentukan secara tegas siapa pihak yang ditujukan, masalah yang
disomasikan, dan apa yang menjadi kehendak pengirim somasi yang harus
dilaksanakan oleh pihak penerima somasi (hal. 372).
Kemudian, setelah surat
somasi disampaikan, namun tak membuahkan hasil atau tanggapan dengan positif.
Maka, boleh pengirim surat somasi menutut di pengadilan, dan dalam persidangan
Hakim akan menilai bahwa tergugat yang disomasi beriktikad buruk.
Selanjutnya, apabila
somasi telah dilakukan dan pihak tergugat mengabaikan regulasi dan aturan hukum
yang berlaku, maka pihak penggugat dapat menuntut hak-haknya, yaitu: Pemenuhan
perikatan dan ganti rugi.
Dikarenakan belum ada
aturan baku mengenai hukuman tentang surat somasi, baik pihak tergugat maupun
pihak turut tergugat serta pendukungnya. Hal itu, sangat menarik untuk
diteliti, terutama daerah atau desa di Indonesia dengan model pilihan secara
zigzag yang dibatasi jumlahnya.
Kepala Desa Disomasi
Terkait daerah dan desa yang diteliti, peneliti menemukan data berbentuk surat somasi, salah satu di antaranya, yakni Kepala Desa Doridungga, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Berdasarkan temuan di
atas ini, maka semakin tertarik untuk diteliti tentang budaya kebijakan dan
implementasi peran hukum adat di daerah dan desa yang dianggap masih tidak
tercemari oleh nuansa politik uang.
Data berdasarkan surat
pengacara yang menangani sengketa tanah diserobotin oleh pihak tergugat yang
tertera di dalamnya bahkan ditembusi Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dalam surat tersebut
disebutkan bahwa berdasarkan temuan, maka semakin tertarik untuk diteliti
tentang budaya kebijakan dan implementasi peran hukum adat di daerah dan desa
yang dianggap masih tidak tercemari oleh nuansa politik uang.
Kemudian, memilih model
pengambilan data secara ziqzag tertuju pada daerah atau desa yang dianggab dari
sebagaimana dimaksudkan. Kebetulan ada fike data yang ditemukan tentang daerah
atau desa dituju, setelah membaca buku atau jurnal yang dikaji.
Secara kebetulan,
peneliti menemukan di web yang memuat E_book__”Mamonisme; Doridungga Hingga BJ.
Habibie Dalam Diksi Bermada Cinta”, karya Dr. Maman A Majid Binfas (2019).
Di mana sub bagiannya,
membahas mengenai budaya demokrasi di Desa Doridungga, awal mulanya mereka yang
mengedepankan musyawarah tanpa membebani Calon Kepdes yang dipilihnya dengan
biaya apapun. Namun, warganya yang akan bergontong-royong untuk membiayai calon
kepdes yang diinginkannya untuk menjadi pemimpinnya.
Lantas didorong oleh
keingintahuan lebih dalam mengenai hal diuraikan di dalam buku tersebut, maka
peneliti melakukan penelitian secara rahasia. Metode digunakan, adalah Least
Significat Bit (LSB) yang dipelopori oleh Kurak dan McHugh (1992), dan
diteruskan oleh Chedad (2010) dengan fokus disiplin ilmu penyisipan informasi
yang bersifat dekripsi melalui aplikasi Matlab.
Terlepas dari metode
digunakan, mengenai apa yang diuraikan di dalam buku Mamonisme, karya yang luar
biasa Dr. Maman A Majid Binfas, guna mengangkat citra desanya, dan bahkan telah
dibedah secara internasional/mendunia. Namun, sungguh sangat disanyangkan telah
dinodai dan dilumurin oleh kelakuan comberan Kepala Desa dan aparatnya yang
disomasi oleh tim pengacara sengketa tanah diserobot.
Sikap ketidaknetralannya kepala desa dan aparatnya,
tentu mungkin tidak gratis begitu saja tanpa dibarengi imbalan bersifat politis
dan tips salam tempel melekat gaetan yang berkaitan.
Berdasar kaitan data
demikian, maka metode LSB sangat valid digunakan untuk mengungkap kejadian yang
selalu disembunyikan oleh aparat pemerintah di publik. Maka, metode digunakan
ini sangat cocok sehingga dapat mengungkap kelakuan terselubung apa adanya, dan
mengenai data-data temuan yang lain, tidak mungkin diuraikan semua dalam
artikel ini.
Temuan mengenai surat
somasi pengacara terhadap kepala Desa Doridungga tersebut di atas, maka semakin
yakin asumsi peneliti bahwa di Indonesia, masalah kejadian semacam itu bagaikan
pucuk gunung es mengakar di dalam bumi.
Di mana, masih banyak kepala
desa juga kepala daerah yang berlaku tidak netral kepada warganya dan selalu
memihak bila ada tipsnya, dan belum lagi kondisi tentang indikasi korupsi dan
mark-up dana desa dan proyek lainnya. Termasuk, rekayasa manipulasi akte jual
beli tanah, baik oleh pihak aparat desa maupun pihak lain yang bermain mata
dengan personal bagian pertanahan, sekalipun sedang disomasi.
Kelakuan demikian, mungkin
boleh jadi sebagaimana sampel surat somasi di atas, sekalipun tembusan telah
disampaikan BPN, dan masih dapat dimanipulasi dengan uang tips.
Korupsi dan Manipulasi
Dana Desa
Berdasarlan sumber dari
Inibengkulu.com (26/ 9/2022) dieditori oleh Pauziyanto, dengan rilis yang
memberitakan mengenai, kondisi korupsi dana desa menurut Wakil Ketua KPK, Nurul
Ghufron (2022), sedikitnya 686 orang oknum kades dari berbagai daerah di
Indonesia telah ‘terjerat’ kasus korupsi berkaitan dengan pemanfaatan maupun
penggunaan Dana Desa hingga harus berurusan dengan aparat penegak hukum.
“Data KPK RI dari tahun
2012 sampai dengan tahun 2021, tercatat ada 601 kasus korupsi Dana Desa di
Indonesia. Dari jumlah kasus tersebut, telah menjerat 686 kades di seluruh Tanah
Air,” hal ini diungkapnya, saat memberikan Bimbingan Teknis (Bimtek) Desa
Antikorupsi Secara hybrid, yang dipusatkan di Aula Kantor Inspektorat Provinsi
Jawa Tengah.
Kemudian, belum lagi
dengan cara sistimatis menggunakan kwitansi manipulasi, baik dilakukan secara
masif dilakukan oleh kepala desa dan aparatnya. Padahal mereka juga telah mendesain
gajinya tiap bulan, bersumber dana desa sesuai/bahkan di atas UMR. Masih juga
ditambah pungutan tambahan atas nama proyek, baik berupa proyek air minum atau
lainya.
Pertanyaan ringan, lalu
dana desa dikemanakan, dan bukankah dana tersebut untuk proyek demikian demi
kesejahteraan bersama warganya. Atau Dana Desa tersebut, apakah hanyalah
diperuntukan sebagai gaji mereka saja sehingga setiap proyek di desanya
dipungut lagi ke masyarakat dananya.
Wajar saja, manakala
banyak pihak mencurigai biaya pungutan kepada masyarakatnya tentang proyek
tersebut, nantinya ditukargulingkan dengan manipulasi laporan tentang sumber
biayanya berasal dari dana desa. Rekayasa akal bulus bagaikan pepatah lama “musang
berbulu ayam” masih dibudidayakan dan mudah ditebakan.
Oleh karena itu, menurut
Gufron, edukasi Desa Antikorupsi merupakan salah satu ikhtiar KPK bersama
dengan Pemerintah daerah untuk menekan penyelewengan maupun korupsi dalam
penggunaan Dana Desa yang tidak sesuai diharapkan oleh negara.
Mereka telah digaji
dengan dana desa, belum lagi rekayasa pungutan liar lainnya dibebankan kepada
masyarakat yang telah memilihnya. Pungutan demikian, terkadang dengan alasan
rekayasa siasat atas namakan pemerintahan.
Dan itu tidak
mengherankan, manakala mereka terlihatan bertampak mewah, mulai dari rumah dan
kendaraannya. Hal demikian, mestinya ditelusuri oleh KPK dari mana sumber
hartanya. Termasuk, staf dan pejabat di pemda, baik tingkat daerah kabupaten,
propinsi maupun pusat, mereka memiliki kekayaan luar biasa, tidak sebanding
dengan besaran gajinya.
Memang aneh, belum lagi
mereka berlaku tidak adil dan bijak terhadap konflik masyarakat yang mesti
diayominya secara netral tanpa memihak. Pemihakannya, tentu tidak gratis
dikarenakan siasat politis dan tips uang dikantonginya. Mungkin hal itu, memang
wajar bila terbukti mesti dipenjara tanpa melalui somasi lagi. Dikarenakan
kelakuannya telah melukai dan menodai Desanya dan Daerah, bahkan Indonesia di
mata dunia.
Sudah sempatasnya
pimpinan, baik kepala daerah (Bupati/Walikota) dan aparat yang berkaitan maupun
warganya mengambil sikap tegas sesuai jalur hukum positif yang belaku. Kepada
warganya hendaknya tidak tinggal diam, sebaiknya untuk menarik kembali dukungan
luhur dan kepercayaannya, dikarenakan telah dinodai oleh comberan kelakuan
Kepala Desa dan aparatnya.
Klimaksnya, sebagai
solusi agar pemerintah dengan kroni-kroninya tidak disomasi dan memanen hukum
karma kutukan dari Tuhan. Maka, sebaiknya berlaku jujur, adil dan bijak dengan
tidak menodai amanah diipercayakan oleh masyarakat kepadanya.
Kemudian, sebaiknya pihak
KPK dan pihak Bupati turun meninjau langsung dengan adanya indikasi demikian,
dan begitu pula BPN Pusat, sebaiknya turun ke lokasi tanah sengketa yang
disomasi. Hal itu dilakukan, supaya tidak terjadi hoaks praduga dengan menerima
laporan bawahan yang selalu manis dalam kehoaksannya.***