- Maman A. Majid Binfas -
-----
PEDOMAN KARYA
Senin, 19 Desember 2022
OPINI
Kiai,
Ternyata Aku Mencintaimu
Oleh:
Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi,
Budayawan)
Setingan santai di sela
Kongres PAN (2005) di teras hotelku_menghampiriMu, dengan senyum khas yang
hangat engkau sambutku. Ayo sini kita berbincang.
Kemudian, engkau
memulai bicara dengan nada hening sembari menaris nafas terdalam sebagai
kebiasaanmu, __mungkin dengan suluk berdzikir diawali lafaz bismillah. Begini,
saya tidak mau menjalankan tugas pelaksana sebagai rektor yang diamanah PPM
(Pimpinan Pusat Muhamnadiyah) dengan terlalu lama.
Oh gitu Kiai, saya
dengan segala hormat memotong pembicaraannya, kalau begitu 'kan sudah ada kader
yang mungkin telah pantas untuk ditunjuk kiai menjadi rektor.
Beliau, mendengar
dengan tekun dan seksama sembari menarik nafas terdalam. Tiba-tiba muncul Dr KH
Alwi Uddin, yang mau duduk di samping beliau, dan beliau dengan spontan memberi
tanda dengan tangannya dan berkata, sorry kami berdua (saya dan beliau) sedang
bicara sangat penting.
Lalu, saya melanjutkan
pembicaraan, beliau menyimak tentang usulan saya, dan lama baru beliau menarik
nafasnya dengan diam. Seakan ada rahasia yang tersimpan di dalam yang mau
disampaikan kepada saya.
Kemudian, oh begitu
Man, iya kalau memang demikian usulanmu. Sekarang gimana kamu, apa masih mau
tetap di Jakarta? Iya, Kiai guna melanjutkan Amanah PPM juga di Lembaga Seni
Budaya (saat itu diamanahi sebagai wakil ketua).
Kemudian, beliau menganggukkan
kepalanya, sambil menatap dan lalu sejenak diam, pertanda setuju dan memikirkan
lagi dengan lebih dalam. Tidak cukup sebulan setelah pertemuan, kemudian ada
utusan beliau sdr. Husni Yunus, alm) untuk menggambil SK Rektor di Kantor PPM
Yogyakarta, dan singgah menemui saya di ruang LSB PPM Jakarta.
Mungkin sengaja
memberitahu saya, tentang hasil pembicaraan dan usulan kepada Kiai di Surakarta
telah disetujui dengan dikeluarkan SK Rektor oleh PPM. Almarhum, ustadz Husni
Yunus, lebih kurang berkata begini, “Saya sudah ambil SK Rektor Unismuh
Makassar” ditunjuk oleh Pak Kiai, yakni Drs Irwan Akib MPd (saat itu masih kuliah
S3).
Saya ucap
spontan, Alhamdulillah, ternyata sesuai usulan saya kepada Kiai di Semarang,
saat Kongres PAN.
Memang, beliau selalu
mau bicara berdua dengan saya, manakala ada masalah yang agak dirisaukannya,
dikarenakan gosip atau ada gesekan kepentingan, baik di Kampus, organisasi
Muhammadiyah, maupun di partai yang dia pimpin.
Sekalipun, beliau menjadi
ketua Pimpinan Wilayah PAN, tidak mau dicalonkan menjadi anggota dewan, beliau
menyampaikan langsung di kantornya secara khusus dengan saya. Beliau, hanya mau
menyelamatkan partai dari konflik perebutan pimpinan saat itu.
Jadi, secara khusus,
beliau selalu bertanya dalam mempertimbangkan sesuatu, terutama dalam
pergantian pimpinan di kampus saat itu, baik dekan-dekan maupun wakil dekan
serta kelakuan aktivitas akademi yang lainnya.
Mungkin dianggap saya,
anak yang lugu berpikir logis dan apa adanya tanpa kepentingan grasak grusuk,
demi kepentingan diri sendiri. Apalagi untuk keluarga, dikarenakan saya hanya
orang perantau bermodal nekatan dalam kuliah.
Walaupun demikian,
beliau menilai saya memang dengan kacamata batinnya sebagai seorang ahli tafsir
hadist dan Al-Qur’an yang sungguh dalam. Dari berapa sumber menyampaikan kepada
saya, tentang penilaan beliau terhadap diri saya, dan terkadang beliau selalu
membelanya secara diam-diam.
Tak perlu diganggu
Maman, dia tidak ada kepentingan yang bersifat negatifnya apapun di dalam aktivitasnya
sebagai aktivis. Sekalipun, dia terkadang beride gila__dikesankan dalam
demostran bersifat pemberontak, dan gebrakan juga terkesan melawan oleh
sebagian orang.
Namun, dia masih
sebagai anak muda yang kreatif masih mencari jatidirinya, memang dianggap wajar
saja__(sumber cerita ini dari Dr KH Alwi Uddin MAg).
Dan saya (Kiai) pun, dulu
juga dituduh keras dan kokoh dalam pendirian, bahkan dituduh ekstrim garis
keras. Begitu pula, dialamatkan terhadap Kiai Ahmad Dahlan, juga dituduh kafir
karena telah dianggap membawa ajaran agama baru. Kini dikategorikan bersifat
modern.
Dianggap kafir
dikarenakan telah mengikuti cara penjajah Belanda dalam cara mengajar kepada
muridnya dengan duduk pakai kursi _meja dan memakai dasi saat belajar. Saat
itu, cara budaya demikian, dianggap aneh karena mengikuti ajaran/gaya belanda
yang kafir.
Kebiasaan menjadi
budaya berpakaian orang muslim saat itu, di sekolah/pesantren, adalah mesti
memakai peci dan sarungan, __padahal gaya demikian, tidak ada dalilnya juga
dalam agama Islam.
Di samping, Kiai Ahmad
Dahlan, dianggap monumental melanggar adab budaya, yakni telah berani
meluruskan arah kiblat di masjid keraton. Kelakuan ini, dianggap telah melampui
wewenang oleh penghulu keraton. Bahkan, dianggap beliau tidak beretika / tak
taat pada tabiat pimpinan imam besar berdinasti keratonan.
Terlepas, jejak pemberontakan
dimaksudkan di atas ini, pada sisi lain masih banyak kenangan bersama beliau
dengan suluk diamnya dan memahami serta menghargai orang lain secara kacamata
batin yang logis.
Sekalipun, beliau tidak
pernah memberi uang kepada saya, namun beliau selalu memberi hati dan pikiran
dengan tulus __sungguh sangat berkesan hingga kini. Mungkin itu, boleh
dinamakan kecintaan yang tulus sebagai insan sejati, menjadi kenangan indah
bersifat apa adanya.
Hal itu, sebagaimana digorekan
berikut ini, mengenai “kenanganku di Kampus Talasalapang”. Bahkan goresan ini
hingga berulang kali, dan di-“like” begitu laris yang terbagi, baik di media
maya maupun dunia nyata.
Kenang,
Kampus Tala'salapang
Teringat lirik Lagu “Tuhan”
karya Koes Plus. Lagu ini sangat berkesan semasa menjadi aktivis kampus,
dinyanyikan oleh grup teater Badai di Kampus Unismuh Tala'salapang.
Dulu lahan masih
dikelilingi oleh sawah dan juga pohon tala’ masih berdiri kokoh tujuh batang
karena dua telah tumbang. Walaupun demikian tetap dinamakan Tala’salapang
hingga hari ini. Jejak itu masih jua terngiang dengan pelbagai kenangan.
Sungguh, walau sang
pejuang telah tiada namun masih diingat di hati sanubari. Ya Tuhan maha tahu
dan mengerti sebagaimana lirik lagu “Tuhan” karya; Koes Plus;
....
Kebaikan
dirimu
atau
dosa-dosamu di dunia
walau
di dalam hati
kau
simpan sendiri sampai mati
Tuhan
pengasih
Tuhan
penyayang
Tuhan
pengampun
di
dunia ini
Kebaikan
dirimu
atau
dosa-dosamu di dunia
walau
di dalam hati
kau
simpan sendiri sampai mati
Kebaikan
dirimu
atau
dosa-dosamu di dunia
walau
di dalam hati
kau
simpan sendiri sampai mati
Tuhan
Maha Tahu
Tuhan
mengerti
Tuhan menilai perbuatanmu. (bersambung)
----
Tulisan bagian 2-habis: