------
PEDOMAN KARYA
Senin, 16 Januari 2023
Nadiem
dan Noda Buhulan
Oleh:
Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi,
Budayawan)
Pada media online yang
lain dan juga Pedoman Karya (Juli 2022), saya mengutip Filsuf Socrates yang
hidup tahun 399 sebelum masehi saja, telah mengukir fitnahan untuk dihardik;
“Jika engkau menginginkan kebaikan, segeralah laksanakan sebelum engkau mampu.
Tetapi, jika engkau menginginkan kejelekan, segeralah hardik jiwamu karena
telah menginginkannya.”
Kemudian, Filsuf
Augustinus yang hidup 400 SM juga telah berpandangan tentang nafsu manusia
berlebihan. Bahkan, manusia juga mempunyai kuasa untuk berkehendak, seperti
Tuhan. Tetapi, terkadang manusia menggunakan kehendak itu dengan cara yang
salah, seperti mengatakan kata-kata kotor dan fitnah.
Dan bagi meyakini akan
pesan Tuhan, terutama kaum mukmin. Mungkin lebih bermutu lagi, manakala
meyakini firman Tuhan dan Sabda Nabi_Nya mengenai fitnahan.
Tuhan menantang dengan
pertanyaan yang sangat menggelitik dan sungguh tajam di dalam QS. Al-Hujurat:
12, tentang ghibah atau fitnahan yang artinya__
“... Apakah di antara
kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa
jijik... (?)”
Kemudian, esensi
gambaran tentang menjijikkan juga berdimensi ghibah tersebut, dijelaskan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh HR. Thabrani, Rasulullah SAW bersabda yang
artinya:
“.. . pelaku ghibah dosanya
tidak akan diterima, kecuali ia dimaafkan oleh yang dighibahi.”
Kemudian, esensi ghibah
berdasarkan hadits yang diriwatkan oleh HR Muslim no. 2589, Rasulullah SAW bersabda
yang artinya,
“Tahukah engkau apa itu
ghibah?”
Mereka menjawab, “Allah
dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Ia berkata, “Engkau
menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang
lain.”
Beliau ditanya,
“Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?”
Jawab Nabi SAW, “Jika
sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti
engkau telah memfitnahnya.”
Fitnahan juga berupa
sindiran dalam bentuk syair atau diksi berunsur sastra yang lainya, kemudian
dinamai Satire.
Satire berasal dari
bahasa latin, yaitu satura yang berarti kritikan atau kecaman tajam terhadap suatu
fenomena; dan tidak merasa puasnya hati suatu golongan (pada pemimpin yang
dzalim).
Lebih singkatnya,
pengertian satire adalah salah satu jenis puisi baru yang berisikan sindiran
atau kritikan.
Namun, masih ada lagi
bentuk pantun dan syair puisi bersifat lokalisasi yang berdasarkan pesanan
untuk diangkat di permukaan sebagai natizen. Tujuan tiada lain, adalah untuk
menanggapi tulisan orang lain dengan nyeleneh, sekalipun tidak paham tentang
akar esensi yang sesungguhnya__ terpenting, ditanggapi agar dapat imbalan, baik
berupa amplopan maupun konksinyasi sogokan berupa jabatanisasi.
Misalnya, sebagai
sample akan ditampilkan berikut ini berselaras dimaksudkan di atas, sekalipun
tidak sama kadar esensinya. Namun, hal itu berlaku di media online, baik di
WhatsApp (WA) maupun Facebook.
Di antaranya, goresan
saya berikut ini ada yang menanggapi secara jujur apa adanya, dan juga ledekan
terselubung bersifat buhulan yang berdomain pada kesan dapat dikategorikan
satire buhulan.
BUHULAN
Jangan terlalu
bergantung pada buhulan kejahatan gelap gulita nyata dan sungguh menyesatkan,
dikarenakan hendak memonopoli rasa kedengkian.
Bahkan berani membuang
rahmat rasa kecintaan Tuhan, _ justru yang menyelamatkan dari kerusakan mental
jiwa bermata nurani dunia berakhiratan_
Seandainya, kita memang
beriman dan benar mau meyakini kebeningan kebenaran sesungguhnya __berjiwa
husnul khotimah bah pesan Tuhan.
“Wahai jiwa yang
tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam posisi suka dan disukai.
Maka, bergabunglah
dengan hamba-hamba –Ku dan masuklah ke dalam surga Ku”_ (QA al-Fajr 27-30).
Semoga, ayat ini
menjadi bekal jiwa nurani berlogika brilian yang diberkahi Tuhan__ lebih baik
bersalaman santun dengan buhulan husnul khotimah berhingga kiamatan sekalipun
__ Aamiin ___.
Goresan di atas ini,
ada beberapa komentar bermunculan, baik bersifat selubung buhulan satere maupun
apa adanya. Di sini, saya tampilkan dulu, _yang tulus dan jujur apa adanya, di
antaranya komentar oleh Najamuddin (mantan sekretaris Desa Doridungga), beliau
berkomentar, _”Sehat terus bang INSPIRATOR.”
Kemudian ditanggapi
oleh saya; “Pak Najamuddin, Sama2 inspirator di dalam menegakan kebenaran yang
prinsipil, demi nurani yang haqiki__🤝.
Selanjutnya, beliau
menanggapi, “... sepanjang kita jalan pada kebenaran, Insya Allah posisi kita
tetap pada yang HAQIQI.”
Dan lain sisi, ada lagi
berkomentar bersifat satire terselubung kesan buhulan pada goresan saya
tentang “Noda dan Romantisme” dengan menampilkan fotogaferi mas Nadien Makarim
disuapin oleh isterinya, kesannya tanpa mesti dicemburui, berikut ini.
Noda
dan Romantisme
Memang nilai luhur
pendididikan beresensi pada asas tujuan utamanya mencerdaskan. Namun,
disayangkan ternodai dengan kepentingan politik sistematis memangsa, baik
berupa proyekalisasi mark-up anggaran maupun intimidisi strukturalisme, demi
kepentingan sesaat dan menyesatkan.
Hal ini disesalkan dan
keluhkan oleh banyak pihak, _ terutama oleh pelaku lapangan yang memperjuangkan
nurani kecerdasan dan kejujuran dalam mendidik generasi bangsa_
Bukan juga berarti
mark_up mengelambungkan, itu sama dengan disuapin oleh isteri sebagai tanda
romantisnya_bah mas Nadiem Makarim berhingga melambung aduhai_💘
Tak
boleh cemburu
yang
lain boleh mencumbu
tanpa
mesti melalui fotograferi
google
2023
Dari goresan ini,
berluncuran tanggapan yang menggoresin kata, sekalipun berseragam baju dinas
TNI di profil Facebook-nya. Goresinnya tentang tulisan romantis di atas, yakni
oleh oknum benama Dhesino Lawa. Ia seakan meramu diksi bersifat satire
dikesanin dari pesanisasinya.
Dhesino Lawa:
“Itu
semua mainan duniawi
Ada
masa kelak akhiri
Bila
tak mampu menghindari
Cukuplah
kita lindungi diri
Hasrat hati ingin berlari
Menggapai angan wujudkan mimpi
Namun raga lemah berdiri
Terbelenggu asa berbalut iri
Hanya
satu harapan pasti
Agar
bisa selamatkan negeri
Bangun
hasrat muhasabah diri
Menanti
takdir Illahi Rabbi..
Kemudian, saya terpaksa
menanggapi luncuran tersebut dengan clausa lebih kurang; “Diksinya Dhesino Lawa
juga agak menarik, manakala dimaknai dengan goresan saya kemarin, membebaskan
buhulan dari akar iri juga kedengkeian_
yang lebih kutang begini__
“... Jangan terlalu
bergantung pada buhulan kejahatan gelap gulita nyata dan sungguh menyesatkan,
dikarenakan hendak memonopoli rasa kedengkian.
Bahkan berani membuang
rahmat rasa kecintaan Tuhan, __ ..”
Lanjutan, tulisan ini
sebagaimana di atas, dan selanjunya, Dhesino Lawa berkoment; “.. Alhamdulillah,
sekedar goresan semoga menjadi bahasa qalbu dan kelak diterjemahkan oleh akhlak
sehingga berharap mendekati pencapaian angan untuk menggapai husnul khotimah. Aamiin
yaa Rabbal'alamiin 🤲🤲🤲... *
Lalu, saya balas dengan
diksi “Dhesino Lawa
Semoga dapat dimaknai..
😊..”
Sebelumnya, ada
peluncuran komentar dari Amiruddin Amir, “Kurikulum merdeka, dipaksakan demi
merubah karakter pendidikan, alhasil masih dicoba, entah apa kurikulum setiap
periode presiden diganti kurikulum
Hanya orang orang
cerdas yg tau..”
Dan saya turut
membalas, “Berarti merdeka tak merdeka dong”, dan Amir tak mau surut untuk
meluncurin komentarnya lagi, “... iya, pendidikan belum merdeka...”
Jadi, tidak selamanya,
dialogis melalui media sosial itu akan bernilai kosong dan liar belantara
blukaran. Namun, tergantung peran logika dalam memainkan argumentatif yang
positif sehingga bermakna keilmuan multidisipliner (penulis, di Pedoman Karya
yang berjudul _0_ (kosong) 01-01-2023).
Sekalipun, sangat ringan
dari goresan recehan dan peluncuran beberapa komentar yang berbuhulan di atas,
namun bermakna positif. Termasuk, tidak beridentik pula dengan fotograferin
romantis Nadiem Makarim, dan hanya pemanis saja buka jua Noda Buhulan sehingga
diakhir diksi goresan saya berdiksi:
Tak
boleh cemburu
yang
lain boleh mencumbu
tanpa
mesti melalui fotograferi
google
2023
Apalagi
Memburu
cemburu
jauh
api dari gasnya juga
langit
berjingga tak mungkin berjenggotan pula.
Wallahu a’lam
...
UHAMKA tetap unggul dan
terdepan dalam melintasi peradaban nan berikhtiar tegap guna melenyapkan zaman
kebiadaban__