-----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 06
Januari 2023
OPINI
BUDAYA
Trend
Budaya Digital dan Kreativitas Berkesenian Memanfaatkan Potensi Budaya Makassar (2-habis):
Praktik
Digitalisasi
di
Bidang Kebudayaan
Oleh: Yudhistira Sukatanya
(Seniman, Sastrawan, Budayawan)
Semakin banyak data kebudayaan yang bisa dikumpulkan berkaitan dengan kecenderungan pola kehidupan manusia, maka semakin reliable hasil dan interpretasi analisisnya.
Karena kini, pada era
big data maka penggunaan sistem digital atau suatu sistem elektronika yang
menggunakan konsep diskrit boolean dalam pemecahan masalah akan sangat membantu
pengambilan keputusan termasuk dalam eksekusi kekaryaan.
Data kebudayaan yang
berlimpah perlu dioptimalisasi keberadaannya. Dengan demikian maka dalam sistem
kebudayaan masa kini perlu juga dilakukan digitalisasi kebudayaan.
“Digitalisasi
kebudayaan merupakan konsep pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan daya guna dalam bidang kebudayaan, terutama hal pengelolaan,
dokumentasi, penyebarluasan dan pengetahuan,”
kata Robinson dalam rilisnya, Oct 23, 2022.
Menurut
Koentjaraningrat, budaya tercipta karena manusia memiliki cipta, rasa, dan
karya. Budaya tentu tidak hanya diwujudkan dalam bentuk tradisional. Budaya
dapat terbentuk dalam bentuk “baru”, berbasis budaya digital.
Boleh jadi bauran
budaya lama dengan budaya baru dengan embrionya adalah beberapa unsur yaitu
sistem agama, politik, teknologi, adat istiadat, bahasa, pakaian/penampilan dan
lainnya.
Perlu dicermati bahwa
globalisasi berkenan memperkenalkan semakin banyak ragam budaya dan mengelaborasikan
yang satu dengan yang lain. Telah memangkas jarak, waktu dan kelangkaan
informasi.
Bangsa Indonesia tentu
bisa beradaptasi dengan mengembangkan budaya Indonesia menjadi budaya global
yang lebih modern tanpa meninggalkan nilai utama budayanya. Tantangan budaya kreatif
bangsa Indonesia ke depan adalah terus memperkenalkan budaya Indonesia dengan
cara yang dimengerti oleh warga dunia secara global.
Oleh karenanya perlu
menyesuaikan bagaimana kita merepresentasikan bangsa Indonesia dalam ikut
mengembangkan kebudayaan Indonesia secara digital di kancah internasional.
Empat Pilar Literasi Digital
Seiring dengan itu
perlu diperhatikan Empat Pilar Literasi Digital yang terdiri dari; Etika
Digital, Budaya Digital, Keamanan Digital,
dan Keterampilan Digital.
Setelah menyaksikan
berbagai fenomena penampilan budaya yang tersaji, sebagaimana pada pesta Piala Dunia 2022.
Juga pada perhelatan G-20 di Bali,
terbukti telah berlangsung menampilkan atraksi budaya dengan balutan teknologi
digital yang canggih. Maka ragam itu menjadi sesuatu yang menantang.
Dari perhelatan itu
kian diketahui bahwa pada dasarnya, teknologi digital telah mengubah cara
masyarakat di Indonesia berinteraksi dengan sesama, dengan warga dunia dengan
menggunakan media mainstream dan media sosial beserta segala muatan kontennya,
atau hal lainnya.
Berkaitan dengan itu,
kolaborasi pelaku budaya dalam menampilkan ragam budaya Indonesia bukanlah
sesuatu yang bakal mencerai-beraikan keberagaman budaya Nusantara, melainkan menyatukan
sekaligus menginternasionalisasikannya.
Jika ruangan digital digunakan untuk kebaikan, maka akan menciptakan
budaya digital yang baik. Bukannya menciptakan hoaks, dis-informasi, dan mis-informasi yang
berpotensi merusak persatuan bangsa yang majemuk. Karenanya perlu
dipahami bagaimana karakteristik media sosial sebagai wadah dalam berinteraksi.
Media sosial memiliki
lima karakteristik yakni (Banyumurti, 2019, dalam Amanda, 2021): pertama, terbuka: siapapun
dimungkinkan untuk dapat memiliki akun media sosial dengan batasan tertentu,
seperti usia.
Kedua, memiliki
halaman profil pengguna. Tersedia menu profil yang memungkinkan setiap pengguna
menyajikan informasi tentang dirinya sebagai pemilik akun.
Ketiga, User
Generated Content. Terdapat fitur bagi setiap pengguna untuk bisa membuat
konten dan menyebarkannya melalui platform media sosial.
Keempat, tanda
waktu di setiap unggahan. Setiap unggahan yang dibuat diberi tanda waktu,
sehingga bisa diketahui kapan unggahan tersebut dibuat.
Kelima, interaksi
dengan pengguna lain. Media sosial menyediakan fitur agar kita dapat
berinteraksi dengan pengguna lainnya.
Oleh karena kehidupan
dalam bermedia sosial terus berlangsung,
maka itu pun harus diatur, baik melalui peraturan tertulis maupun tidak
tertulis. Terpenting adalah nilai-nilai dan norma-norma dalam kehidupan digital
akan tetap terpelihara selama masyarakat digitalnya memiliki literasi dan etika
yang memadai dalam menggunakan media sosial.
Menurut Shina (2021),
ada empat (4) pilar literasi digital, yakni,
pertama, Digital skills (kecakapan digital), yang
salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar mengenai lanskap digital,
yakni internet dan dunia maya.
Kedua, Digital
culture (budaya digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan
dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan
kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Ketiga, digital
ethics (etika digital), yang salah satunya difokuskan kepada etika berinternet
(netiquette).
Keempat, digital
safety (keamanan digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan
dasar mengenai proteksi identitas digital dan data pribadi di platform digital.
Keempat pilar literasi
digital tersebut sebaiknya menjadi perhatian bagi setiap pengguna media sosial,
agar kehidupan digital para pengguna dapat menjadi lebih baik dan lebih beradab
(civilized) dan bertanggungjawab.
Pegiat Kesenian Perlu Beradaptasi
Singkat kata, dengan menyimak trend
budaya digital dalam aktivitas dan kreativitas berkesenian di Makassar, maka
para pegiat kesenian dan kebudayaan perlu segera beradaptasi dengan mengelola dan
memanfaatkan potensi budaya Makassar dalam kancah global.
Sosial media yang
tersedia dan terus semakin berkembang dan memunculkan ragam platform-platform
seperti Youtube, Snapchat, Snacvideo, atau Tiktok dan lainnya, yang tujuan awalnya
menjadi media untuk berbagi video ke orang-orang terdekat di internet, namun
mereka kini berevolusi dan perlahan mulai menjadikannya tempat untuk mencari
keuntungan.
Dari
sosial media mulai banyak orang-orang berbakat juga yang tidak berbakat telah
unjuk karya mereka. Salah satu contohnya,
orang-orang yang hobi menulis banyak yang membuat blog atau menulis cerita di
platform seperti Wattpad dan sejenisnya atau orang yang ahli bermain musik atau
bermain game yang berbagi akan keahlian mereka di youtube untuk mengumpulkan
cuan.
Fenomena ini sendiri
mulai melahirkan banyak konten kreator yang mungkin awalnya tidak memiliki
wadah untuk menunjukkan keahliannya, misalnya pengguna gadget sekarang sudah
bisa menjadi konten kreator pembuat film pendek di youtube.
Pun musisi dapat
membangun dan mengembangkan kariernya
lewat aneka platform seperti Tiktok
dengan membagikan video-video mereka bermusik. Hal ini secara tidak langsung
telah melahirkan para selebritis internet yang lebih familiar dengan sebutan
influencer atau selebgram di masa sekarang.
Jadi simpulannya adalah
bahwa budaya digital dalam perkembangannya selain dapat mempermudah jalinan
komunikasi dan interaksi dengan memanfaatkan akses internet dan media sosial,
dapat mengubah pola kerja budaya kreatif para pegiat seni budaya. Termasuk bagi
warga masyarakat Makassar jika bermaksud memvitalisasi kekayaan budayanya.
Tamamaung, akhir Desember 2022
------
Artikel bagian 1:
Trend Budaya Digital dan Kreativitas Berkesenian Memanfaatkan Potensi Budaya Makassar