PEDOMAN KARYA
Rabu, 18 Januari 2023
OPINI
Tuntutan
Seumur Hidup Atas Sambo Adalah Penyelamatan Politik
Oleh:
Achmad Ramli Karim
(Pengamat Politik &
Pemerhati Pendidikan)
Mantan Kepala Divisi Propam Polri, Ferdy Sambo, didakwa melakukan pembunuhan berencana, terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarak alias Brigadir J. Sambo diduga melakukan pembunuhan berencana tersebut bersama-sama dengan Brada Richard Eliezer (E), Putri Candrawathi, Bripka Rieky Rizal (RR), dan Kuat Ma'ruf.
“Mereka yang melakukan,
yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja
dan dengan rencana terlebih dahulu, merampas nyawa orang lain,” ujar Jaksa saat
membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 17
Januari 2023.
Ada asumsi dan upaya
menggiring opini publik, bahwa hukuman seumur hidup bagi Sambo atas dugaan
pembunuhan berencana tersebut, dianggap sebagai putusan maksimal, logis, dan
memuaskan semua pihak.
Bagi pihak yang
menganggap hukuman seumur hidup tersebut, sebagai putusan maksimal sudah
sewajarnya dan tepat. Asumsi ini berpedoman pada kasus faktual yang sama pernah
terjadi seperti kasus sianida terdakwa Jessica, dengan putusan maksimal hukuman
seumur hidup.
Jika hukuman seumur
hidup dianggap logis dan memuaskan semua pihak, maka akan menimbulkan
pertanyaan publik pihak mana yang dipuaskan. Adakah pihak-pihak yang akan
dirugikan atau diseret, jika putusan mati diterapkan pada kasus Sambo.
Justru kecurigaan
publik makin mencuat jika tuntutan maksimal jaksa, adalah hukuman seumur hidup.
Sebab tidak logis dan tidak memuaskan publik, khususnya keluarga korban, jika
tuntutan jaksa bukan hukuman mati. Karena semua unsur pidana Pasal 340 KUHP terkait
pembunuhan dengan rencana sudah terpenuhi, dan tidak ada unsur yang meringankan
bagi pelaku pembunuhan berencana tersebut.
Pasal
340 KUHP
Barangsiapa dengan
sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana seumur hidup
atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
Kasus Sambo pada
hakikatnya tidak murni tindak pidana pembunuhan dengan rencana, dan dilakukan
secara bersama-sama, melainkan tindak pidana yang berkaitan dengan pengaman
politik kekuasaan, karena sangat terkait dengan jabatan sebagai Kepala Divisi
Propam Polri dan tugas khusus (Satgassus), yang memiliki tugas khusus dan
terselubung.
Korban adalah ajudan
pribadi Sambo yang sehat jasmani dan rohani, yang tidak mungkin berani
melakukan pelecehan terhadap isteri atasan. Sebagai lelaki sehat jasmani dia
bisa memuaskan hawa nafsunya di luar lingkup tupoksinya.
Dapat saja diduga jika
Sambo sebagai Satgas Khusus (Satgassus) yang dapat diduga memiliki tugas
terselubung, sengaja menghabisi Brigadir Nofriansyah Yosua karena terkait
rahasia politik yang ditutupi dan bukan dugaan pelecehan.
Dan dugaan ini muncul
di kalangan publik, karena beberapa indikasi, antara lain banyaknya skenario
yang dirancang dan waktu yang dibutuhkan sebelum pihak berwajib menyampaikan
siaran pers terkait kematian Brigadir “J” di rumah Ferdy Sambo.
Begitu pula banyaknya
perwira Polri yang dilibatkan dalam skenario tersebut, serta terjadinya
pembohongan publik dalam merancang Kasus kematian Brigadir J.
Dan sekarang dalam
persidangan juga dibutuhkan waktu yang lama, sebelum diputuskan oleh putusan PN
Jakarta Selatan. Sementara publik pun mengetahui kalau semua unsur pembunuhan
dengan rencana sebelumnya sudah terpenuhi, dan tidak ada satupun unsur yang
meringankan terdakwa. Lalu kenapa tidak bisa diberlakukan tuntutan hukuman
mati. Ada apa jika bukan putusan hukuman mati? Adakah unsur penyelamatan
politik kekuasaan?
Sebagaimana diketahui
melalui media, bahwa Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup oleh Jaksa dalam
Kasus pembunuhan Yosua. Dalam sidang yang digelar pada Selasa, 17 Januari 2023,
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara
bersama-sama.
Sedangkan terkait
putusan sela Ferdy Sambo, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menyatakan
surat dakwaan terhadap terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy
Sambo yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah sistematis dan tegas, yaitu;
Menimbang dakwaan atas
nama terdakwa Ferdy Sambo telah tersusun secara sistematis, jelas, dan tegas.
Maka oleh karenanya keberatan terdakwa dan penasehat hukum haruslah
dikesampingkan.
Kata Hakim Wahyu saat
membacakan pertimbangan putusan sela terhadap nota keberatan Ferdy Sambo di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 26 Oktober 2022.
Dengan demikian
tuntutan Jaksa Penuntut seharusnya hukuman maksimalnya adalah “Hukuman Mati”,
sebagai tuntutan logis dan memuaskan semua pihak. Dan jika putusan maksimal
adalah hukuman seumur hidup, akan menunjukkan dugaan adanya skenario
profesional para bintang, agar Sambo tidak bernyanyi.
Dugaan ini ada
benarnya, jika pihak Sambo diam dan menerima putusan hukuman mati, dengan
pertimbangan bisa bebas suatu saat, jika tiap tahun dapat remisi atas tingkah
laku yang baik selama dalam tahanan. Apalagi dalam kasus ini, fungsi Satgassus
dan untuk tujuan apa kelompok ini mengumpulkan dana yang begitu besar dari
bandar judi?.
Keadilan hanya bisa
tegak di tangan orang-orang yang biasa berbuat adil.***
-----
Penulis: Drs Achmad Ramli Karim SH MH adalah Ketua Dewan Kehormatan & Kode Etik APSI Provinsi Sulsel, Ketua Koorda IKA IPM/IRM Kabupaten Gowa, Alumni Civics Hukum/PMP Angkatan 81 FPIPS IKIP Ujungpandang, Alumni 92 FH UMI Makassar.