PILAR DEMOKRASI. Asnawin Aminuddin (paling kanan) tampil sebagai pembicara pada Diskusi Jurnalistik bertajuk ‘Pers yang Independen dan Konsisten’ yang diadakan UKM LPM Intelligent, di Perpustakaan Politeknik Kesehatan Makassar Kemenkes RI, Jl. Monumen Emmy Saelan III/42, Makassar, Jumat, 10 Februari 2023. (ist)
----
Selasa, 14 Februari
2023
Dari
4 Pilar Demokrasi, Yang Bisa Diandalkan Hanya Pers
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Ada empat pilar demokrasi yaitu eksekutif,
yudikatif, legislatif, dan pers. Eksekutif yaitu presiden, gubernur, walikota, dan
bupati beserta perangkatnya. Legislatif meliputi MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan
DPRD. Yudikatif yaitu Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi
Yudisial (KY). Pers yaitu media massa.
“Dalam salah satu
diskusi pada tahun 2014, Mahfud MD mengatakan, kalau dilihat dari empat pilar
demokrasi, yang sehat hanya pers, yang bisa diandalkan hanya pers,” kata
wartawan senior, Asnawin Aminuddin.
Hal itu ia kemukakan saat
tampil sebagai pembicara pada Diskusi Jurnalistik bertajuk ‘Pers yang
Independen dan Konsisten’ yang diadakan UKM LPM Intelligent, di Perpustakaan Politeknik
Kesehatan Makassar Kemenkes RI, Jl. Monumen Emmy Saelan III/42, Makassar,
Jumat, 10 Februari 2023.
Asnawin menjelaskan, Mahfud
MD yang saat ini menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan, dulu pernah menjabat Menteri Pertahanan dan Ketua Mahkamah Konstitusi
(MK).
“Dalam diskusi bertajuk
'Peran Media Televisi Mencerdaskan Pemilih dalam Pemilu 2014' yang digelar Ikatan
Jurnalis Televisi Indonesia atau IJTI, di Jakarta, pada bulan Juni tahun 2014, Pak
Mahfud MD mengatakan, tiga pilar demokrasi yang lain yaitu eksekutif,
yudikatif, dan legislatif, sudah busuk,” kata Asnawin.
Di Amerika Serikat, lanjutnya,
media massa terkadang disebut “Institusi Keempat” atau cabang pemerintahan
keempat, setelah cabang eksekutif, cabang legislatif, dan cabang yudikatif
“Istilah Institusi
Keempat mencerminkan peran media berita yang tidak resmi tetapi diterima secara
luas dalam memberikan informasi kepada warga negara yang dapat mereka gunakan
untuk memantau kekuasaan pemerintah,” kata Asnawin mengutip artikel yang dimuat
salah satu media daring.
Dengan penilaian
tersebut, katanya, maka pers atau media massa serta para wartawan diharapkan
menjaga independensi dan konsistensi sebagai pilar keempat demokrasi yang bisa
dipercaya.
“Dalam Pasal 1 Kode
Etik Jurnalistik disebutkan, Wartawan Indonesia bersikap independen,
menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Independen
berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa
campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan
pers,” tutur Asnawin.
Pers, katanya, memiliki
kemerdekaan atau kebebasan yang disebut Kebebasan Pers (freedom of the press).
Asnawin menjelaskan,
kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan
hukum yang berkaitan dengan media massa dan bahan-bahan yang dipublikasikan,
seperti menyebarluaskan, pencetakan dan menerbitkan surat kabar, majalah, buku
atau dalam material lainnya, tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor
dari pemerintah.
“Secara konseptual
kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih.
Di sisi lain, melalui kebebasan pers, masyarakat akan dapat mengetahui berbagai
peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and
balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat itu sendiri,” kata
Asnawin.
Selain Asnawin, juga
tampil dua pembicara lainnya yaitu Muhammad Amir Jaya (wartawan senior, mantan
Redaktur Pelaksana / Pj Pimpinan Redaksi Harian Pagi Kaltara Post) dan Anis
Kurniawan (writter, members of SIEJ and EIC Klikhijau.com).
Diskusi Jurnalistik
yang dihadiri Pembina UKM LPM Intelligent, Andi Ruhban, dan Pemimpin Umum UKM
LPM Intelligent, Muhammad Wahyu, serta diikuti belasan pengurus UKM LPM
Intelligent, dipandu oleh Jesi Heny (Pimpinan Redaksi Edelweisnews.com). (zak)