-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 15 Februari 2023
Vonis
Mati Ferdy Sambo Melampaui Tuntutan Jaksa
Oleh: Achmad Ramli Karim
(Pengamat Politik &
Pemerhati Pendidikan)
Suatu langkah berani di
luar kelaziman karena Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, memvonis
hukuman mati bagi terdakwa Ferdy Sambo. Vonis Majelis Hakim tersebut patut
diapresiasi karena telah berani menjatuhkan hukuman lebih berat dan melampaui
dari tuntutan Jaksa yang menuntut hukuman seumur hidup bagi Sambo.
Ferdy Sambo divonis
hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat atau
Brigadir J. Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menjatuhkan vonis mati
kepada Mantan Kadiv Propam Polri tersebut, karena tidak ada hal yang dapat
meringankan Ferdy Sambo dalam kasus ini.
Hal ini disampaikan
Hakim Wahyu Iman Santoso dalam sidang pembacaan vonis untuk terdakwa Ferdy
Sambo di PN Jakarta Selatan pada Senin, 13 Februari 2023.
Vonis mati ini bukan
pertama kali dialami oleh seorang Jenderal Polisi, sebab sejarah mencatat dulu
pernah ada seorang Jenderal Polisi mengalami hal yang sama. Dia adalah Brigadir
Jenderal Polisi Raden Soegeng Soetanto yang kariernya juga berakhir setelah
dijatuhi vonis mati, karena terbukti melakukan pidana makar, yaitu terlibat
dalam pemborantakan G-30-S/PKI, dan tertangkap pada 1966.
Bedanya Raden Soegeng
Soetanto divonis bukan dalam sidang PN, melainkan dalam sidang Mahkamah Militer
Luar Biasa (Mahmilub) pada tahun 1973. Saat menjalani sidang di Mahmilub,
pengadilan menghadirkan atasan langsung Soetanto yaitu Soebandrio.
Dan kesaksian
Soebandrio tersebut, justru menyudutkan Soetanto sendiri. Hal yang sama juga
terjadi pada terdakwa Ferdy Sambo, dimana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
memberikan keterangan yang memberatkan terdakwa.
Kasus pembunuhan
Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua atau Brigadir J terjadi pada tanggal 08 Juli
2022 di rumah dinas Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo. Ketika itu, Sambo
menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengaman (Kadiv Propam) Polri dan
tinggal di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Awalnya polisi menyebut
bahwa Brigadir J tewas setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E di rumah
dinas Ferdy Sambo. Polisi menyebut peristiwa ini bermula dari dugaan pelecehan
yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawathi, isteri Sambo.
Adapun dalam kasus ini,
polisi mengungkap bahwa Bharada E menembak Brigadir J karena diperintah oleh
atasannya Irjen Ferdy Sambo (Kadiv Propam Polri). Sementara Kapolri Jenderal
Listyo Sigit Prabowo mengungkap, kalau tidak ada baku tembak di rumah Sambo
pada Jumat, 08 Juli 2022, seperti narasi yang disampaikan oleh polisi di awal
kejadian.
“Peristiwa yang terjadi
adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J (Yosua) yang mengakibatkan
saudara J meninggal dunia, yang dilakukan oleh saudara RE (Richard Eliezer)
atas perintah saudara FS (Ferdy Sambo),” kata Sigit dalam komperensi pers saat
itu.
Setelah memerintahkan
Eliezer menembak Yosua, Sambo menembakkan pistol milik Brigadir J
ke-dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi tembak menembak.
“Untuk membuat
seolah-olah terjadi tembak menembak, saudara FS melakukan penembakan dengan
senjata J (Yosua) ke dinding berkali-kali, untuk membuat kesan seolah terjadi
tembak menembak,” terang Sigit.
Namun belakangan
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengubah keterangannya, dengan
menyebutkan ada dua motif pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, yaitu ada
dua motif yang sedang didalami, pelecehan seksual dan perselingkuhan.
“Ini sedang kami
dalami,” ucap Sigit dalam rapat bersama Komisi III DPR, Rabu, 24 Agustus 2022.
Sigit memastikan tidak
ada motif lain selain kedua hal yang disebutkan.
Dalam menyikapi vonis
Sambo, tentu ada sedih, ada gembira, dan puas, ragam rasa berpaut atau bergayut
dalam detak jantung masing-masing orang yang menyaksikan.
Kita menista terhadap
semua perilaku jahat apalagi yang berkaitan dengan pembunuhan, namun menguak
faktor penyebabnya juga sangat penting untuk diangkat, karena ada faktor
fundamental yang harus dibuka.
Apa yang menyebabkan
Brigadi Yosua harus dibunuh? Karena dari sini dapat memutus level hukuman bagi
pelaku tindak pidana telah memenuhi standar keadilan atau tidak? Apalagi
pembunuhan dilakukan secara keji yang disengaja dan direncanakan sebelumnya.
Motif ini sangat perlu diungkap ke permukaan untuk menilai kemurnian tindak
pidana dan rasa keadilan dari vonis mati tersebut.
Demikian juga apa
maksud dan tujuan pembentukan “Satgas Khusus” di luar lembaga resmi Polri? Apa
hubungan Satgas Khusus tersebut dengan terkumpulnya banyak uang yang diduga
berasal dari judi online dan peredaran narkoba?
Apakah ada tugas khusus
satgas tersebut, untuk mengumpulkan dana dari bandar judi online dan bandar
narkoba, guna menanggulangi biaya politik? Wallahu a'lam! Demikian juga
pertanggungjawaban dana tersebut dikemanakan, karena bukan dana sedikit.
Persidangan telah
mencapai babak akhir dan Hakim telah menjatuhkan vonis mati bagi terdakwa
pelaku pembunuhan. Namun di benak publik menggantung pertanyaan, yang
berhubungan dengan motif pembunuhan.
Hal ini karena adanya
beberapa indikasi rekayasa yang melatar belakangi pengungkapan kasus tersebut,
demikian juga selama berlangsungnya persidangan, ada indikasi untuk mengarahkan
pokok perkara, agar tidak sepenuhnya unsur pidana pada pasal 340 terpenuhi.
Seperti yang disinyalir
oleh Menko Polhukam, Prof Mahfud MD, bahwa ada gerakan bawah tanah yang ingin
berupaya membantu meringankan hukuman terdakwa. Apalagi Kapolri di dalam sidang
Komisi III DPR, memastikan tidak ada motif lain selain pelecehan dan
perselingkuhan.
Ketua Majelis Hakim
menganggap hal itu tidak terbukti, dan harus dikesampingkan. Kalau begitu,
dapat diduga kalau ada motif rahasia di balik kasus tersebut, yang bersifat
politis sehingga sulit terungkap.
Lebih-lebih jika
dikaitkan dengan ancaman yang pernah dilontarkan oleh terdakwa, jika dihukum
berat dia akan bernyanyi dan tentu ada makna di balik ancaman tersebut.
Belum
Inkracht
Nasib Jenderal Sambo
bisa saja sama dengan Jenderal Soetanto yang hukumannya diubah menjadi pidana
penjara seumur hidup pada 1980. Dan akhirnya Soetanto bebas setelah mendapat
grasi dari Presiden Soeharto pada tahun 1995.
Apa lagi vonis Sambo
belum Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht), karena upaya banding masih dimungkinkan.
Upaya banding ialah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu pihak atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan
Pengadilan Negeri.
Seandainya upaya
banding tidak diminta oleh tersangka, maka ada celah hukum yang memungkinkan
bagi Sambo untuk bebas kelak. Yaitu pasal 100 KUHP yang baru, yang memungkinkan
vonis mati berubah menjadi pidana penjara seumur hidup setelah menjalani
hukuman percobaan selama 10 tahun ke depan, dan memperlihatkan kelakuan baik
selama dalam penjara.
Dan tentu lewat grasi
presiden yang kemudian memungkinkan seorang terpidana mati sebelumnya, bisa
bebas kembali menghirup udara segar.
Vonis mati Ferdy Sambo
belum final, karena masih ada upaya hukum lain, yaitu putusan banding.
Publik penasaran ingin
mengetahui motif yang melatarbelakangi kejahatan pembunuhan yang disengaja dan
direncanakan sebelumnya, oleh seorang pejabat tinggi kepolisian (Kadiv Propam
Polri).
Karena dari awal
pengungkapan kasus ini, sangat kental adanya unsur rekayasa yang disengaja dan
direncanakan sebelum diungkap ke-media dan publik. Begitu pula selama
persidangan hanya motif pelecehan seksual yang sempat menjadi perdebatan sengit
di dalam persidangan. Sementara motif pelecehan tersebut oleh Ketua Majelis
Hakim telah menyatakan hal itu tidak dapat dibuktikan, dan harus
dikesampingkan.
Berarti dapat diduga,
ada motif politik yang sangat mebahayakan jika diungkap dalam persidangan ?.
Masyarakat ingin
mengetahui kepastian hukum dan rasa keadilan, atas vonis mati tersebut bagi
terdakwa. Karena motif pelecehan seksual tidak terbukti serta tidak bisa
dibuktikan dalam persidangan maka harus dikesampingkan, kata Ketua Majelis
Hakim. Maka dengan sendirinya melahirkan pertanyaan bagi publik, apakah
pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh faktor loyalitas? Yaitu sikap
ketidak setiaan dan ketidak patuhan, terhadap organisasi atau pimpinan?
Loyalitas adalah kadar
kesetiaan atau kepatuhan seseorang terhadap organisasi atau pimpinannya,
sedangkan kesetiaan terhadap bangsa dan negara disebut integritas bangsa, atau “nasionalisme”.
Kemudian kesetiaan dan kepatuhan kepada Tuhan YME, disebut “Iman dan Taqwa.:
Biasanya loyalitas
seseorang, ditujukan melalui sikap dan tindakan dengan selalu mendukung dan
memihak pada kebenaran, dan apa yang dipercayai secara terus menerus dalam
kurung waktu tertentu.
Sedangkan nasionalisme
seorang ASN/Aparat dapat dimaknai sebagai suatu keadaan atau pikiran yang
mengembangkan keyakinan, bahwa pengorbanan terbesar mesti diberikan untuk
organisasi dan negara.
Loyalitas juga dapat
diartikan sebagai sikap dan tindakan seseorang yang selalu menjunjung tinggi
hukum dan kebijakan pimpinan, sepanjang sesuai tupoksi serta tidak melanggar
kode etik profesi.
Dan jika hal ini hanya
berkaitan dengan sikap loyalitas terhadap organisasi dan pimpinannya, maka
tentu hukuman disiplin yang harus diberlakukan oleh Kadiv Propam Polri kepada
ajudannya, dan bukan pembunuhan berencana.
Akan tetapi jika hal
itu berkaitan dengan politik dan kekuasaan, maka sampai kapanpun motifnya tidak
bisa terungkap oleh petugas profesional pun seperti kasus Munir dan kasus KM
50.
------
Penulis: Drs Achmad
Ramli Karim SH MH adalah Ketua Dewan Kehormatan & Kode Etik APSI Provinsi Sulsel,
Mantan Ketua Bidang Advokasi & Perlindungan Hukum APSI Pusat, Ketua Koorda
Alumni IPM/IRM Kabupaten Gowa.