------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 25 Maret 2023
Obrolan
Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’:
Kisah
Presiden Bodoh dan Menteri Pengkhianat
“Pernahki’ dengan kisah
Presiden Bodoh dan Menteri Pengkhianat?” tanya Daeng Tompo’ kepada Daeng Nappa’
saat ngopi malam di teras rumah Daeng Tompo’.
“Belum,” jawab Daeng
Nappa’.
“Mauki’ dengarki
kisahnya?” tanya Daeng Tompo’.
“Ceritakanmaki’,
mumpung malam mingguji,” kata Daeng Nappa’ sambil menyeruput kopi.
“Ada sebuah negara
dipimpin presiden yang bodoh. Presiden bodoh itu dikelilingi oleh para menteri
pengkhianat,” kata Daeng Tompo’ memulai kisahnya.
“Terus,” ujar Daeng Nappa’
sambil makan pisang goreng.
“Suatu hari sang
presiden bodoh jalan-jalan ke sebuah kampung dan mendapati di depan sebuah
rumah ada anjing yang digantung,” lanjut Daeng Tompo’.
“Terus,” ujar Daeng
Nappa’.
“Presiden bodoh
kemudian memerintahkan pengawal memanggil pemilik rumah yang ternyata petani,
dan menanyakan mengapa ia menggantung seekor anjing di depan rumahnya. Si
petani mengatakan ia tidak mau menceritakan mengapa ia menggantung anjing itu.
Presiden bodoh marah dan menangkap orang itu lalu membawanya ke istana,” tutur
Daeng Tompo’.
Daeng Tompo’ kemudian
melanjutkan bahwa setelah tiba di istana, petani itu dipaksa menceritakan
alasannya mengapa ia menggantung anjing itu di depan rumahnya. Karena dipaksa,
maka si petani mengatakan ia bersedia menceritakan alasannya dengan satu
syarat.
“Apa syaratnya?” potong
Daeng Nappa’ penasaran.
“Syaratnya, presiden
bodoh itu harus mau meletakkan jabatannya dan menyerahkan jabatan presiden
selama satu bulan kepada si petani. Karena penasaran ingin mengetahui alasan
mengapa si petani menggantung seekor anjing di depan rumahnya, maka presiden
bodoh itu bersedia memenuhi keinginan si petani. Maka serah terima jabatan
presiden pun dilakukan di istana, dihadiri para menteri dan anggota parlemen,
serta sejumlah duta besar negara sahabat,” tutur Daeng Tompo’.
“Terus,” ujar Daeng
Nappa’ sambil terus makan pisang goreng.
“Setelah menjadi
presiden, si petani langsung memecat semua menteri, termasuk panglima tentara
dan kepala kepolisian negara, serta memasukkannya ke dalam penjara karena
mereka semua terbukti menjadi antek asing dan pengkhianat bangsa. Si petani
kemudian mengangkat menteri baru, serta panglima tentara dan kepala kepolisian
negara yang baru,” tutur Daeng Tompo’.
“Lanjut,” ujar Daeng
Nappa’.
“Si petani sebagai
presiden kemudian mengumumkan bahwa negaranya berdaulat penuh dan tidak boleh
didikte oleh negara lain. Semua tabungan para menteri, panglima tentara dan
kepala kepolisian negara yang telah dipenjara, disita untuk negara dan
digunakan untuk membayar utang luar negeri. Semua perusahaan negara yang selama
ini dikuasai pihak asing, juga diambil alih oleh negara dan sebagian dana kas
perusahaan digunakan untuk membayar utang luar negeri. Akhirnya seluruh utang
negara lunas, meskipun bunganya sangat tinggi,” tutur Daeng Tompo’.
“Luar biasa tawwa si
petani itu,” potong Daeng Nappa’.
“Setelah pemeritahan
bersih dari antek asing dan para pengkhianat, dan kas negara juga sudah sehat,
si petani kemudian mengembalikan jabatan presiden kepada presiden bodoh.
Sebelum mengembalikan jabatan presiden, si petani menceritakan bahwa ia
menggantung seekor anjing di depan rumahnya karena anjing itu adalah anjing
senior yang memimpin beberapa anjing lainnya dan bertugas menjaga keamanan
ratusan kambingnya,” tutur Daeng Tompo’.
“Terus,” potong Daeng
Nappa’.
“Anjing itu digantung
karena terbukti sekali sepekan ia menyergap seekor kambing untuk diserahkan
kepada seekor hiena, karena anjing itu takut kepada hiena. Jadi saya sengaja
menggantung anjing senior itu supaya anjing-anjing lainnya takut melakukan
pengkhianatan seperti yang dilakukan anjing senior. Dan terbukti setelah itu
tidak ada lagi kambing saya yang mati dan hilang. Mendengar penjelasan si
petani, presiden bodoh hanya manggut-manggut memikirkan kebodohannya mengangkat
menteri yang semuanya pengkhianat bangsa,” tutur Daeng Tompo’.
“Mudah-mudahan kisah
itu hanya terjadi di negeri dongeng,” kata Daeng Nappa’ seraya menghabiskan
kopinya.
“Ini kan memang hanya
kisah dongeng,” kata Daeng Tompo’ sambil tersenyum.
“Okelah kalau begitu.
Pulangma’ dulu. Tengah malammi belah,” kata Daeng Nappa’ lalu pamit pulang ke
rumahnya. (asnawin)
Sabtu, 25 Mare 2023