Tidak sepantasnya menjadi ASN, apalagi pejabat negara, bagi orang-orang yang meragukan eksistensi Muhammadiyah dan NU pada NKRI. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi dari ancaman ini, karena sepanjang sejarah belum pernah ada elemen masyarakat yang berani mengancam mau membunuh warga Muhammadiyah. Baru kali ini ada elemen pegawai negara (ASN) yang menyebarkan ujaran kebencian kepada warga Muhammadiyah. |
.
------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 27 April 2023
Tidak
Pantas Jadi Pejabat dan ASN yang Meragukan Muhammadiyah – NU
Oleh:
Achmad Ramli Karim
(Pengamat Politik &
Pemerhati Pendidikan)
Andi Pangerang
Hasanudin telah melecehkan tidak kurang dari 60 juta warga Muhammadiyah se
Indonesia, dengan melakukan ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah. Warga
Muhammadiyah justru mempertanyakan apa motivasi yang melatarbelangi pernyataan
tersebut, sebab tidak logis kalau hanya disebabkan oleh faktor emosional.
Juga karena yang
bersangkutan adalah seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nadional (BRIN),
yang memiliki inteligensi dan intelektual di atas rata-rata (memadai). Seorang
peneliti selalu mengedepankan kesesuaian antara “das sollen” dan “das sein”.
Penilaiannya selalu dilandasi oleh prinsip objektivitas dan ilmiah, sebagai
landasan intelektualnya.
Oleh karena itu, sikap
dan tindakan melecehkan warga Muhammadiyah sangat mencurigakan, dan patut
dikaji motif dan maksud di balik pernyataan itu. Sebab tidak menutup
kemungkinan memiliki indikasi politik atau sikap Islamiphobia di balik itu, dan
warga Muhammadiyah patut mempertanyakan apakah ia merupakan bahagian dari buzer-buzer
pemecah bangsa, atau kelompok Islamiphobia?
Sungguh suatu sikap
yang keji dilakukan oleh peneliti BRIN, Andi Pangeran Hasanuddin, karena di
hari yang Fitri 1444 H, muncul berita yang menghentakkan dan melukai hati warga
Muhammadiyah.
AP Hasanuddin mengkritisi
pedoman hisab yang digunakan dalam penentuan 1 Syawal 1444 H, lalu menyamakan
Muhammadiyah dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan mengancam ingin membunuh
semua warga Muhammadiyah.
Tidak sepantasnya
menjadi ASN, apalagi pejabat negara, bagi orang-orang yang meragukan eksistensi
Muhammadiyah dan NU pada NKRI.
Apa sebenarnya yang
melatarbelakangi dari ancaman ini, karena sepanjang sejarah belum pernah ada
elemen masyarakat yang berani mengancam mau membunuh warga Muhammadiyah. Baru
kali ini ada elemen pegawai negara (ASN) yang menyebarkan ujaran kebencian
kepada warga Muhammadiyah.
Sayang sekali, seorang
ASN di lembaga intelektual (BRIN) dan seorang peneliti, tetapi buta akan
sejarah bangsanya dan tidak tahu berterimakasih kepada Muhammadiyah.
Mengutip pendapat
Prof.Mahfud MD, terdapat dua Ormas Islam besar menopang NKRI sepanjang
perjalanan sejarah Indonesia sebelum dan sesudah Indonesia merdeka. Karena itu,
hemat saya, bangsa ini patut bersyukur atas kontribusi tokoh Muhammadiyah
sebagai kader umat dan kader bangsa Indonesia.
Pertama, secara
historis Muhammadiyah yang berdiri tahun 1912 di Jogjakarta, dan kedua Nahdlatul
Ulama (NU) yang berdiri 1926 di Surabaya.
Pendiri Muhammadiyah,
KH Ahmad Dahlan (lahir 1868 - wafat 1923) dan Pendiri NU, KH. Hasyim Asyari
(lahir 1871 - wafat 1947), kedua tokoh Islam ini jika dilacak biografinya masih
memiliki hubungan darah, tali temali kekerabatan yang sampai ke baginda
Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wassalam.
Kedua, peran besar
Muhammadiyah dan NU yang signifikan untuk mewujudkan Kemerdekaan Indonesia
merupakan fakta sejarah yang tak dapat dipungkiri.
Peranan
Muhammadiyah
Berdiri sejak 18
November 1912, Muhammadiyah memiliki peranan signifikan, karenanya bangsa ini
sudah sepatutnya berterimakasih kepada Muhammadiyah. Dengan umur dan sepak
terjang, pengalaman yang lebih tua dari Indonesia, Muhammadiyah sejak lama
menjadi penjaga moral dan kedaulatan bangsa dari rongrongan penjajah dan
kolonialisme serta kapitalisme global.
Sebagai organisasi
Islam yang besar, Muhammadiyah telah banyak melahirkan kader-kader yang jadi
penggerak bagi Republik. Gerakan Muhammadiyah tidak hanya bertumpu kepada idealisme
akan tetapi juga pada semangat gerakan membangun tatanan sosial dan pendidikan,
kesehatan, dakwah agar masyarakat lebih progresif dan aktif membina masyarakat
dari kota hingga ke desa.
Mari kita baca sejarah
proklamator Republik Indonesia dari Ir Soekarno, hingga ulama kharismatik Buya
Hamka, merupakan kader-kader organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan
pada 108 tahun yang lalu itu.
Sebagai komponen bangsa
kita harus berterima kasih kepada Muhammadiyah karena telah melahirkan banyak
kader umat dan kader bangsa yang berjasa begitu besar bagi Bangsa Indonesia.
Antara lain sejumlah
kader atau tokoh Muhammadiyah yang menjadi Pahlawan Nasional:
(1) KH. Ahmad Dahlan
(1868-1923). Pendiri Muhammadiyah sebagai Pelopor kebangkitan ummat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat. Dikukuhkan sebagai pahlawan nasional melalui SK Presiden 27 Desember
1961.
(2) Siti Walidah
(1872-1946) sebagai pendiri Aisyiah. Aktif dalam pembebasan kaum perempuan dari
kebodohan dengan melalui wadah: Sopo Tresno, Wal’Ashri, dan Maghribi School.
Dikukuhkan melalui SK Presiden 22 September 1971
(3) Ir Soekano
(1901-1970) sebagai guru Sekolah Muhammadiyah di Bengkulu. Ketua Bagian
Pengajaran Muhammadiyah Bengkulu. Presiden Pertama Republik Indonesia,
Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Ketua Panitia Perancang UUD 1945 dan Ketua
PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Dikukuhkan melalui SK 23
Oktober 1986
(4) Fatmawati
(1923-1980) Aktivis Nasyiatul Aisyiyah (NA), putri dari Hassan Din (Sekretaris
Muhammadiyah Bengkulu) dan Siti Chadijah (Aktivis Aisyiyah Bengkulu) sebagai
ibu Negara Indonesia Presiden Soekarno. Penjahit Bendera Bendera Pusaka Sang
Saka Merah Putih yang dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. Dikukuhkan melalui SK Presiden 4
November 2000.
(5) KH Mas Mansyur
(1896-1946) Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Surabaya. Konsul Muhammadiyah
Wilayah Jawa Timur. Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah Pertama. Ketua Pengurus
Besar Muhammadiyah. Pemrakarsa berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
bersama Hasyim Asy’ari dan Wahab Hasbullah yang keduanya dari Nahdlatul Ulama
(NU), serta berdirinya Partai Islam Indonesia (PII) bersama Dr Sukiman
Wiryasanjaya. Dikukuhkan melalui SK 26 Juni 1964.
(6) AR Baswedan (1908-
1986). Muballigh Muhammadiyah sejak Mas Mansur menjadi Ketua Cabang
Muhammadiyah Surabaya. Pengasuh Kolom Mercusuar, Harian Milik Muhammadiyah. Inisiator
Kongres Peranakan Arab pada tahun 1943 kemudian memimpin Partai Arab Indonesia
(PAI). Anggota BPUPKI.
(7) Buya AR Sutan
Mansur (1895 - 1985) Pahlwan perintis kemerdekaan Indonesia, Ketua Umum
Muhammadiyah 1952 - 1956 dan 1956 - 1959. Tokoh pendiri Universitas
Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Guru Sumatera Thawalib, pendiri pesantren Kuliatul
Mubalighin Padang Panjang, Sumatera Barat. Anggota Konstituante sejak berdiri
hingga dibubarkan. Pembimbing Rohani TNI Angkatan Darat dengan pangkat Mayor
Jenderal TNI tituler memimpin perlawanan Agresi Belanda I dan II di Sumatera
melalui perlawanan umat Islam dan Alim Ulama se-Sumatera.
(8) H Fakhrudin (1890-1929).
Perintis penerbitan surat kabar Soewara Moehammadijah sekaligus Pemimpin
Redaksi Pertama. Perintis berdirinya Badan Penolong Haji Indonesia. Perunding
dalam Negosiasi untuk Perlindungan Jamaah Haji dari Nusantara (Indonesia, 1921-
1929). Dikukuhkan melalui SK 26 Juni 1964.
(9) Haji Abdul Malik
Karim Amrullah (Buya Hamka) (1908-1981).Ketua Muhammadiyah Padang Panjang,
hingga diangkat menjadi Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ketua Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang pertama.Dikukuhkan melalui SK 7 November 2011.
(10) Ir H Djuanda
Kartawijaya (1911-1963). Guru SMA Muhammadiyah Jakarta. Perdana Menteri
Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir. Sumbangannya terbesar adalah Deklarasi
Djuanda 1957 yang menghasilkan laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di
antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Namanya
diabadikan sebagai Bandar Udara Internasional Juanda di Surabaya, Jawa Timur. Dikukuhkan
melalui SK Presiden 29 November 1963.
(11) Panglima Besar
Jenderal Sudirman (1916-1950). Guru dan Kepala Sekolah Hollandsch-Inlansche
School (HIS) Muhammadiyah Cilacap. Menteri Daerah Hizbul Wathan (Kepanduan
Muhammadiyah) Banyumas. Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Karesidenan Banyumas.
Panglima Besar TNI Pertama (TKR) Tentara Keamanan Rakyat. Dikukuhkan melalui SK
10 November 1964.
(12) Ki Bagus
Hadikusumo (1890-1954). Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah, Ketua Mejelis
Tarjih Muhammadiyah, hingga Ketua HB Muhammadiyah 1944-1953. Tokoh Kunci
Diterimanya Penghapusan 7 Kata Piagam Jakarta, sehingga Sila Pertama menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa (YME). Dikukuhkan melalui SK 4 November 2015.
(13) Kasman Singodimejo
(1904-1982). Ketua Muhammadiyah Cabang Jakarta; Wakil Ketua PP Muhammadiyah
(Kantor Jakarta). Ketua KNIP pertama 1945-1950 (Komite Nasional Indonesia
Pusat: cikal bakal DPR RI).Pelopor pembentukan Tentara Keamanan Rakyat, cikal
bakal TNI. Pemimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR). Tokoh Kunci Penghapusan 7 Kata
Piagam Jakarta, melobi Ki Bagus Hadikusumo sehingga Sila Pertama menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa (YME). Dikukuhkan melalui SK 6 November 2018.
(14) Prof KH Abdul
Kahar Mudzakkir (1907-1973). Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1942 – 1962.
Pada tahun 1945 terlibat aktif dalam BPUPKI dan ikut mencanangkan Piagam
Jakarta. Salah satu dari Sembilan orang anggota panitia kecil yang bertugas
menentukan dasar negara Indonesia. Melakukan diplomasi untuk pengakuan
kedaulatan Indonesia. Perjuangannya berbuah dengan pengakuan kemerdekaan
Indonesia untuk pertama kalinya oleh Mesir pada 18 November 1946. Dikukuhkan
melalui SK 7 November 2019.
(15) Mr. Teuku H.
Moehammad Hasan (1906-1997). Motor penggerak dan pelopor pendirian 8 cabang
Muhammadiyah di wilayah Aceh. Wakil Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia
(PDRI) Desember 1948 – Maret 1949. Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan (Mendikbud) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Wakil Pemimpin
Besar Bangsa Indonesia untuk wilayah Sumatera, sekaligus Gubernur Pertama
Sumatera. Dikukuhkan melalui SK 3 November 2006.
(16) Lafran Pane
(1923-1991). Santri di Pesantren Muhammadiyah Sipirok; Siswa di HIS
Muhammadiyah lanjut ke MULO Muhammadiyah; Dosen Akademi Tabligh Muhammadiyah
(FAI UMY). Ayahnya merupakan pendiri Muhammadiyah di Sipirok. Pejuang
kemerdekaan melalui Barisan Pemuda Gerindo dan Indonesia Muda. Pendiri
organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dikukuhkan melalui SK 6 November
2017.
(17) KIyai Haji Agus
Salim. Ketua SI (Syarikat Islam) setelah HOS Tjokroaminoto. Anggota Panitia
Sembilan BPUPKI 1945. Anggota Muhammadiyah, dalam forum pernah Mengusulkan
Muhammadiyah sebagai Partai Politik, tetapi Ditolak KHA Dahlan. Dikukuhkan
melalui SK 27 Desember 1961.
(18) Gatot Mangkupraja
(1898-1968) Wakil Ketua Umum PP Muhammadiyah. Memprakarsasi pembentukan Tentara
Sukarela Pembela Tanah air (PETA). Dikirim mengikuti Kongres Liga Penentang
Imperialisme dan Penindasan di Brussel, Belgia. Dikukuhkan melalui SK Presiden
tanggal 5 November 2004.
(19) Nani Wartabone
(1907-1986). Kepala pemerintahan di Gorontalo, Kepala Daerah Sulawesi Utara. Anggota
MPRS, Anggota DPRGR, Anggota Dewan Perancang Nasional, Anggota DPA. Dikukuhkan
melalui SK 6 November 2003.
(20) Dokter Soetomo. Sejak
tahun 1925 hingga akhir hayatnya menjadi medisch adviseur (penasehat urusan
kesehatan) Muhammadiyah.
(21). R. Otto Iskandar
Dinata guru di sekolah Muhammadyah di Jakarta. (Keppres No.088/TK/1973).
-----
Penulis, Achmad Ramli Karim SH MH adalah Ketua Dewan Kehormatan & Kode Etik APSI Provinsi Sulsel, Ketua Presidiun GEMUIS, Ketua Alumni (IKA) IPM/IRM Kabupaten Gowa.