Ustadz Syahrir Rajab. |
--------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 12 Mei 2023
Attabligh,
Perahu Pelayaran Dakwah Muhammadiyah
Oleh:
Syahrir Rajab
(Ketua Kwartir Wilayah Hizbul Wathan Muhammadiyah
Sulsel)
Di masa remaja, sekitar antara tahun 1980-1990-an,
kami diceritakan oleh orang tua kami bagaimana Muhammadiyah dapat datang di
kampung kami. Tersebutlah satu nama kegiatan yang dalam dialek bahasa Makassar
disebut “attabalek”, yang kemudian kami memahami bahwa yang disebut dengan
“attabalek” itu adalah tabligh atau attabligh.
Kegiatan yang dilaksanakan pada “attabalek” tersebut
itulah yang disebut dengan pengajian dan
masih berlangsung sampai saat ini. Kegiatan lain yang disebut attabligh itu
adalah ceramah pada setiap momen berkumpulnya umat.
Sekaligus sebagai pengganti dari budaya umat Islam
kala itu yang banyak bercampur dengan praktek takhayul, bid’ah, dan khurafat,
di antaranya acara kematian diganti dengan ceramah takziyah, akkorongtigi atau mappaccing diganti dengan pengajian walimah, a’maudu diganti dengan
tabligh akbar maulid, dll.
Gerakan attabalek atau attabligh inilah yang banyak
membentuk cabang dan ranting Muhammadiyah sampai ke pelosok desa. Berdirinya
cabang dan ranting inilah yang menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam
besar dan bergerak dinamis.
Dan sebagai bukti berdirinya cabang dan ranting atau
hadirnya Muhammadiyah di daerah tersebut adalah adanya kegiatan “attabligh”
atau pengajian di daerah tersebut.
Rapuhnya
Basis dan Goyahnya Warga Muhammadiyah
Basis Muhammadiyah adalah cabang dan rantingnya.
Pada Muktamar ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta, disimpulkan bahwa telah terjadi
kerapuhan di basis Muhammadiyah, yakni cabang dan ranting, dengan kondisi
banyaknya cabang dan ranting yang mati suri.
Bahkan beberapa amal usaha seperti masjid, mushallah,
berpindah tangan pengelolaannya kepada Ormas baru atau kepada kelompok
masyarakat yang menghapus identitas Muhammadiyah.
Amal usaha pendidikan juga berpindah tangan karena
tidak terurus oleh PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) atau PRM (Pimpinan
Ranting Muhammadiyah) yang mati suri. PCM dan PRM mati suri adalah karena
berhentinya atau keringnya pengajian. Hal inilah yang melatar belakangi
ditetapkannya agenda penting yakni revitalisasi cabang dan ranting.
Selain itu, keringnya bahkan sampai matinya
pengajian dan semakin kompleksnya permasalahan dan persaingan dakwah,
menyebabkan aktivis Muhammadiyah atau sering disebut kader atau warga
Muhammadiyah, mengalami keterbelahan identitas atau berkepribadian ganda.
Tumbuhnya idiologi dan pergerakan keagamaan baru
telah menjadikan warga Muhammadiyah mengambil alternatif pergerakan yang lain,
sehingga banyak kader yang malah secara diam-diam menjadi simpatisan di
pergerakan lain, bahkan tidak sedikit yang secara terang-terangan berpindah ke
pergerakan Islam lainnya. Inilah yang kita sebut dengan goyahnya warga
Muhammadiyah.
Hidupkan
Kembali Gerakan Attabligh
Angggaran Dasar Muhammadiyah Bab II, pasal 4, ayat 1,
menegaskan bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Ma’ruf Nahi
Mungkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hal ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah dalam
pergerakan dan perjuangannya menuju tujuannya yakni menegakkan dan menjunjung
tinggi agama Islam supaya terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya akan
melalui jalan dakwah.
Telah dikemukakan pula di awal tulisan ini sebuah
fakta bahwa gerakan attabligh atau pengajian telah terbukti menghidupkan cabang
dan ranting, serta menggairahkan warga dan aktivis Muhammadiyah.
Pengajian menjadi penting dalam gerak persyarikatan
paling tidak ada dua hal. Pertama, pengajian adalah pilah pembentukan karakter
manusia dalam kerangka pencapaian tujuan Muhammadiyah. Lewat pengajian itulah
gagasan-gagasan Islam berkemajuan dipahami dan diamalkan kepada warga sehingga
terbentuk karakter paham, sikap dan perilaku yang sesuai dengan cita- cita
persyarikatan.
Kedua, Muhammadiyah adalah gerakan dakwah. Karena
itu, Muhammadiyah mengajak masyarakat kepada hal- hal yang baik dan mencegah
perbuatan tercela.
Mengapresiasi para Pimpinan Daerah Muhammadiyah yang
telah terpilih melalui Musyawarah Daerah dan para calon Pimpinan Daerah, Cabang
dan Ranting yang sedang atau akan bermusyawarah, kami menyampaikan saran untuk
mengokohkan kembali basis Muhammadiyah yang rapuh dan meneguhkan kembali warga
dan aktivis Muhammadiyah yang goyah, dengan cara menghidupkan pengajian atau
gerakan “attabalek”.
Untuk itu, kami menyarankan, pertama, pengajian
rutin yang terencana dan terarah dengan baik bagi pimpinan dan warga cabang dan
ranting, seperti pengajian pekanan Ahad pagi, pengajian hari-hari besar Islam,
Tabligh Akbar Milad Muhammadiyah, pengajian khusus tafsir, hadits dan
ketarjihan, pengajian tematik dengan tema yang diperbincangkan di masyarakat,
dll.
Kedua, pengajian Pimpinan dan Ortom Muhammadiyah.
Ketiga, pengajian berasis Amal Usaha, Guru, staf, siswa dan orang tua siswa
Muhammadiyah, Dokter dan Karyawan Rumah Sakit Muhammadiyah. Dan keempat, memanfaatkan
teknologi dan media sosial dalam penyebarluasan dakwah dan pengajian.
Persoalan dan tantangan yang dihadapi Muhammadiyah
di abad kedua ini akan semakin kompleks, sehingga Muhammadiyah harus kembali
merancang strategi dakwah Muhammadiyah dengan menyiapkan konsep dan silabus
dakwah, menyiapkan muballigh yang berkualitas dan berintegitas.
Para pimpinan dan aktivis Muhammadiyah harus terus
belajar untuk menjadi suluh umat, pencerah bagi umat.
Gerakan attabligh melalui pengajian harus terus
dihidupkan dan digairahkan untuk terus menjaga ghirah perjuangan aktivis
Muhammadiyah, serta menjaga keberlangsungan hidup cabang dan ranting
Muhammadyah.***
Referensi;
AD/ART Muhammadiyah.
Penyelenggaraan Pengajian Cabang dan Ranting
Pengelolaan Korps Muballigh Muhammadiyah.