------
Ahad, 18 Juni 2023
Seniman dan Budayawan Terinspirasi Menulis Buku Kenangan Senja
di Pantai Losari
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Seniman, sastrawan, budayawan dan pegiat literasi yang
tergabung dalam organisasi Satupena Sulawesi Selatan dan Komunitas
Puisi (KoPi) Makassar, terinspirasi
menulis buku.
Inspirasi itu diungkapkan Koordinator Perkumpulan Penulis Satupena Sulawesi
Selatan, Rusdin Tompo’ saat digelar acara apresiasi karya sastra,
musik dan lagu bertajuk “Senja di
Pantai Losari”, di Teras Losari 24 Hotel Losari Beach, Makassar, Ahad 25 Juni 2023.
“Pantai
Losari ini merupakan ikon Kota Makassar. Ada banyak kenangan dan sejarah di
sini. Perlu kita dokumentasikan dalam bentuk buku,” kata Rusdin Tompo.
Mantan Ketua KPID Sulsel mengajak mereka yang hadir dalam
acara “Senja di Pantai
Losari” untuk menulis dan merekam peristiwa yang menurutnya
telah banyak berubah.
Dia mencontohkan backdrop
yang jadi latar belakang acara. Menurut pendesainnya, Maysir Yulanwar, foto
yang ditampilkan di potret
saat Pantai Losari belum terjamah reklamasi. Menarik, lanjutnya, bila kita
bikin buku Losari dalam sastra, berisi puisi, cerpen dan esai.
Iwan Azis, pengusaha
reklame, juga mengakui banyak perubahan, yang membuat warga tak bisa lagi
menikmati horizon seleluasa dahulu. Dari Jalan Penghibur yang jadi lokasi
acara, terlihat tiang-tiang pancang proyek Center Point of Indonesia (CPI). Dia
mengenang, di tahun 80-an,
anak-anak muda biasa bermain sepeda BMX di atas bentang beton Pantai Losari.
Bahar Karca, sebelum
bernyanyi, juga mengenang Losari sebagai tempatnya mengamen. Diakui, sejak
bergabung di Satupena Sulawesi Selatan, dia termotivasi untuk menulis lagu. Itu
karena banyak postingan di grup, yang memberinya inspirasi.
Bahar, yang tergabung
dalam Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) dan kini bekerja di perusahaan ekspedisi,
dalam acara "Senja di Pantai Losari" menyanyikan dua lagu,
masing-masing Losariku dan Berartikah Hidupku Ini Ada. Kedua lagu itu,
merupakan karya Karca 98. Karca merupakan akronim dari Karaeng Ca’dia.
Rosita Desriani, yang
tampil membacakan puisi karyanya, “Insiden
Kunang-Kunang”,
juga merasakan manfaat berada di Satupena Sulawesi Selatan. Dia menyebut
aktivitas yang dilakukan bisa jadi wadah bagi mereka yang menyukai sastra.
Bersama Bahar Karca, dia membawakan musikalisasi puisi karya Ram Prapanca,
berjudul “Jati
Cinta.”
Owner Hotel Losari Beach,
Arwan Tjahjadi, yang mendukung acara ini, juga tampil membacakan pantun
Melayu-Makassar, yang dibuat Ang Ban Tjiong (1910-1938).
Menurut pengusaha yang
juga merupakan anggota Dewan Kebudayaan Kota Makassar itu, dia sengaja
membacakan pantun karya Ang Ban Tjiong, supaya kita mengingat peran sastrawan
peranakan Tionghoa dalam memajukan budaya Sulawesi Selatan.
Meski berlangsung
sederhana, tapi nuansa lokal juga mendapat ruang dalam acara ini. Syahrir Rani
Patakaki membacakan sanjak Makassarnya,
Akbawakaraeng,
dan Teaki Seko Pakmaik. Sementara Yuli Purnama Sari, membawakan lagu Makassar,
Pantai Losari, Ammakku Bapakku, dan Butta Kalassukangku.
Mereka yang juga tampil
baca puisi dan bernyanyi pada hari itu, yakni Fadli Andi Natsif, Andi Ruhban,
Andi Marliah,
dan Sri Gusty.
Kegiatan “Senja di Pantai Losari” ini merupakan upaya Satupena Sulawesi Selatan, mewujudkan kota literasi, yang jadi program Pengurus Pusat Satupena pimpinan Denny JA.Turut hadir dalam acara ini, Sekretaris Satupena Sulawesi Selatan Handayani Hasan, penulis Anwar Nasyaruddin, dan pekerja buku, Nasrul. Hadir pula pengusaha komedi putar dan beberapa karyawan Losari Beach Hotel. (rt)