PEDOMAN KARYA
Kamis, 20 Juli 2023
ARTIKEL ILMIAH
Analisis
Kebijakan Publik, Akademis, dan Terapan
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Mahasiswa S2 Ilmu
Pemerintahan Universitas Pancasakti Makassar)
Definisi
kebijakan publik cukup banyak dan semakin banyak pula ditemukan definisi analisis kebijakan publik dalam literatur
kebijakan publik. Berdasarkan beberapa pengertian, analisis kebijakan tersebut dikemukakan
beberapa ciri analisis kebijakan.
Pertama, analisis
kebijakan sebagai aktivitas kognitif, yakni aktivitas yang berkaitan dengan learning
and thinking. Aktivitas tersebut hanya sebagai salah satu aspek dari proses kebijakan,
artinya masalah kebijakan didefinisikan, dipecahkan, dan ditinjau kembali.
Proses tersebut
akan melibatkan berbagai pihak, baik pihak yang setuju maupun yang tidak. Baik mereka sebagai pemilih maupun sebagai yang dipilih.
Selain itu, juga
melibatkan kelompok kepentingan legislator, birokrat, dan media massa. Elemen kognitif, memiliki peran sentral
dalam proses tersebut sekalipun tidak dominan. Dikatakan memiliki peran sentral, karena menurut Leslie A.Pal (1987:19), bahwa proses kebijakan sesungguhnya hanyalah merupakan proses diskusi dan debat
ide-ide mereka
tentang prioritas, masalah,
dan solusinya.
Aspek kognitif yakni
memikirkan tentang proses
seseorang pada masalah kebijakan tertentu yang dilakukan oleh semua orang yang
terlibat sejauh mereka
dibutuhkan dalam klarifikasi atau justifikasi, dan rasionalisasi pandangan atau
pendapat mereka.
Sungguhpun demikian,
analisis kebijakan yang baik dan
argumentasi kebijakan yang jelas
dan meyakinkan, tidak pernah dilakukan. Hal tersebut
disebabkan jarang
sekali bisa sampai pada kesimpulan, sekalipun hal tersebut menjadi lebih penting, karena
proses kebijakan
adalah proses politik yang berupaya memadukan kekuasaan dan
kepentingan.
Kedua, analisis
kebijakan sebagai
bagian dari
proses kebijakan secara
kolektif sehingga
merupakan hasil aktivitas kolektif. Pada tataran analisis awal, hanya bisa dilakukan secara individual. Namun
demikian, analisis mereka lebih tepat dipahami sebagai kontribusi yang terorganisasi sekaligus sebagai pengetahuan kolektif
terhadap masalah kebijakan tertentu.
Hal ini menjadi semakin jelas, ketika seorang
menteri meminta kepada penasehatnya
untuk melakukan analisis dan melaporkan
tentang suatu isu kebijakan. Laporan penasehatnya tadi tidak akan menjadi dasar
keputusan mereka. Hal tersebut disebabkan karena masalah kebijakan
publik sesungguhnya adalah publik itu sendiri. Mereka akan menghasilkan arus
informasi hasil analisis dari
berbagai sumber, seperti dari laporan surat kabar, representasi kelompok kepentingan, buku, dan artikel ilmiah, komite
parlementaria,
dan sebagainya.
Jika demikian, ketika
analisis dilakukan secara individual, pembuatan kebijakan biasanya dibuat
didasarkan pada pengetahuan kolektif dan terorganisasi terhadap masalah-masalah kebijakan. Setiap analisis profesional harus memahami
fakta tersebut dan implikasinya.
Ketiga, analisis
kebijakan sebagai
disiplin intelektual terapan. Hal ini berarti masalah kebijakan yang harus
dikaji melalui aktivitas dari sejumlah
analisis. Aplikasi
sederhana berkaitan dengan kebijaksanaan
konfensional sekalipun dalam pengertian ini bukan sebagai disiplin.
Hal tersebut hanya
sebagai refleksi semata. Analisis bisa jadi sesuai dengan kebijakan adalah reflektif, kreatif,
imajinatif,
dan eksplorasi
sekaligus sebagai kontrol diri pada tataran terbaik.
Analisis kebijakan
tidak akan pernah membuat semua asumsi dan beberapa latar yang diperlukan untuk
tetap memperkuat hasil analisis. Namun demikian, analisis individual
membutuhkannya bukan untuk memperlemah
masalah tersebut, dan apa yang telah tersedia menunjukkan bahwa analisis
kebijakan sebagai pengetahuan yang terorganisasi.
Asumsi-asumsi dan bias
setiap studi
tunggal akan diungkap dan diteliti secara cermat atau seksama oleh orang lain
dalam proses kebijakan. Tanggung jawab setiap
analisis sekadar “memperjelas” dan merefleksikan diri sebaik-mungkin untuk
mampu meningkatkan kejelasan, namun tidak mengamati sampai pada sasarannya.
Keempat, analisis
kebijakan berkaitan dengan masalah-masalah
publik. Tidak semua masalah masuk ranah publik bahkan ketika masalah tersebut
melibatkan sejumlah besar
orang. Masalah publik memiliki dampak pada masyarakat atau beberapa orang yang
berkepentingan sebagai anggota masyarakat.
Oleh karena itu, tidak
mengherankan manakala memperdebatkan kebijakan yang berkaitan dengan apakah masalah-masalah tersebut merupakan masalah
publik dalam pengertian ini dan hal tersebut menjadi target dari aksi
kebijakan.
Tumbuhnya negara pada abad sekarang ini bisa jadi
dipandang sebagai bagian dari proses yang pada awalnya merupakan masalah
pribadi menjadi masalah publik, seperti apa yang telah didefinisikan
sebelumnya.
Dengan kata lain,
masalah tersebut
pada awalnya sebagai masalah pribadi atau keluarga, namun pada perkembangannya didefinisikan sebagai masalah sosial atau masalah
publik. Dengan demikian, dalam
proses analisa
kebijakan bisa jadi mempertimbangkan masalah pribadi dan aksi pribadi,
Sekalipun tidak berhubungan dengan isu atau kebijakan publik.
Analisis Kebijakan dan Ilmu Pengetahuan
Para analisis dan penasehat kebijakan, menerapkan keterampilan intelektual
mereka dalam mengkaji masalah-masalah
publik. Biasanya mereka dilatih dalam ilmu murni, sekalipun menghasilkan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Walaupun mereka tidak mempelajari
masalah publik itu sendirj,
Analisis kebijakan
lebih langsung berhubungan dengan ilmu sosial terutama ilmu politik, ekonomi,
daerah, sejarah,
sosiologi,
antropologi,
dan ilmu hukum. Hal tersebut
menjadi semakin jelas ketika mengingat bahwa analisis kebijakan berfokus pada
masalah mengorganisasikan dirinya, dan melaksanakan semua urusannya.
Menurut pandangan ini,
masalah kebijakan berkaitan dengan masalah sosial dan masalah manusia, bukan
pada apa yang dilakukan tetapi pada apa yang seharusnya dilakukan terhadap
masalah publik tersebut.
Pandangan Leslie A. Pal
membedakan analisis kebijakan dalam dua kategori, yakni analisis kebijakan
terapan dan analisis kebijakan akademis. Selanjutnya Leslie A. Pal juga
mengemukakan bahwa terdapat tiga elemen atau komponen dalam proses kebijakan
yang bisa jadi sesuai dengan target dari analisis.
Pertama, terdapat
faktor determinan utama dalam setiap kebijakan
yang menghasilkan kebijakan. Faktor determinan tersebut bisa jadi berasal dari
kekuatan lingkungan luar, seperti tingkat pertumbuhan ekonomi, budaya politik
yang mendorong opini publik, terjadinya konflik antar-partai, antar-kelompok
kepentingan dan kelompok penekan, serta ekspose
antar-media massa.
Kedua, terdapat isi
kebijakan yang bisa jadi termasuk maksud dan tujuan kebijakan, pendefinisian
masalah, dan instrument kebijakan pemerintah.
Ketiga, terdapat dampak
kebijakan. Dampak kebijakan tersebut dibedakan dalam dua macam, yakni dampak
yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan bagi kelompok sasaran
kebijakan. Seperti dalam sistem politik berupa legitimasi dalam sistem ekonomi
berupa produktivitas dan persaingan, sedangkan dalam sistem sosial berupa
kohesi masyarakat.
Tipe analisis kebijakan
tidak eksklusif. Tipe analisis akademis lebih memfokuskan pada hubungan antar-faktor determinan kebijakan dengan isi
kebijakan.
Dengan kata lain,
analisis kebijakan akademis berupaya menjelaskan hakikat, karakteristik, dan
profil kebijakan. Orientasi atau fokus analisis kebijakan tipe ini biasanya
pada ilmu politik, sejarah, dan sosiologi. Meskipun telah memberi petunjuk dan
normatif, namun ilmu ekonomi memiliki bias karena asumsi-asumsinya berkaitan dengan efisiensi
sistem pasar.
Selain itu, ilmu
ekonomi mampu mengukur sesuatu dalam konteks keuangan. Oleh karena itu, ilmu
ekonomi memfokuskan pada dampak interfensi publik pada mekanisme pasar.
Analisis kebijakan akademis berupaya keras
menjelaskan kebijakan publik yang pada umumnya lintas ruang dan waktu sehingga
bersifat membandingkan.
Beberapa ilmuwan sosial pada saat ini percaya bahwa mereka tidak dapat menemukan laws perilaku manusia, namun mereka berupaya menjelaskan
dengan beberapa contoh tertentu,
dimana mereka
sendiri mengidentifikasikan melalui teori-teori umum.
Sementara itu, analisis
kebijakan terapan
bisa jadi dicirikan hanya dengan pernyataan yang sedikit berlebihan seperti kebalikannya.
Analisis kebijakan terapan memfokuskan perhatian pada hubungan antara isi kebijakan dengan dampak
kebijakan.
Analisis kebijakan
terapan mengajukan pertanyaan kunci yang berbeda yaitu apakah kebijakan melakukan apa yang diusulkan untuk
dilakukan? Apakah kebijakan dilakukan secara efisien? Apakah ada alternatif
kebijakan yang lebih baik?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan
evaluasi yang berkaitan dengan penentuan efektivitas kebijakan. Tidak ada
pertanyaan yang sifatnya menjelaskan. Analisis kebijakan terapan lebih lanjut
memfokuskan pada isi dan masalah kebijakan tertentu dengan maksud mengevaluasi
dampak kebijakan daripada menjelaskan isi kebijakan.
Pendekatan tersebut
bersifat kontekstual. Artinya, analisis kebijakan terapan lebih mengkaji
kebijakan tertentu dalam lingkungan tertentu pula daripada mendudukkan
(menempatkan) isu-isu
pada ranah teoritis. Tujuan evaluasi tersebut adalah memperbaiki dan mengubah
kebijakan dan secara politis menggunakan cara-cara dimana analisis kebijakan akademis
tidak menggunakannya.
Analisis kebijakan
terapan biasanya dilakukan atas dasar kontrak dengan pembuat kebijakan atau
klien yang terlibat dalam proses kebijakan. Proses tersebut seringkali
menimbulkan keributan dan bergolak, sehingga
analisis kebijakan terapan perlu dilakukan secara tepat.
Pada akhirnya, analisis
kebijakan terapan tidak memiliki ilusi tentang objektivitas yang dilakukan ketika para klien
memiliki nilai dan kepentingan tertentu. Analisis kebijakan terapan sering
mengadopsi posisi nilai para klien
tersebut. Paling tidak,
analisis kebijakan terapan melihat kebijakan sebagai upaya membantu dalam
pembuatan keputusan yang lebih baik.
Analisis kebijakan
akademis menghasilkan informasi, teori, dan model yang dapat digunakan dalam
praktik pembuatan kebijakan. Sementara itu, analisis kebijakan terapan
menghasilkan informasi yang dapat bermanfaat bagi peneliti awal di kalangan universitas, sekalipun analisis
kebijakan akademis tidak sesuai dalam memberikan saran dalam proses kebijakan.
Isu kebijakan sekolah
misalnya, para ilmuwan
universitas akan menjelaskan bagaimana isu tersebut muncul pada agenda
pemerintah, bagaimana konstalasi
kepentingan masyarakat, seperti outcomes kebijakan dengan menggunakan
teori-teori kekuasaan
dan pengaruh pada pembahasan ini, tidak ada satupun yang membantu atau
menyarankan pihak berwenang membuat
keputusan agar sekolah ditutup.***
-------
Keterangan: Artikel ini merupakan ringkasan BAB III, buku “Analisis Kebijakan Publik”, yang ditulis oleh Rusdin Nawi. Ringkasan ini adalah tugas mata kuliah “Analisis Kebijakan Publik” yang diampu oleh Dr. H. Rusdin Nawi, MM, M.Si, pada semester dua, mahasiswa Program Studi Magister (S2) Ilmu Pemerintahan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Makassar, Tahun Akademik 2022/2023.