------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 20 Juli 2023
Catatan Pertunjukan Teater:
Menonton Fantasi
Mime
Theater Bambie
Zero
Oleh: Yudhistira Sukatanya
(Penulis, Sutradara Teater)
Fantasi lintas waktu bisa terjadi pada khayalan siapa saja, kapan saja,
dimana saja, ketika seseorang bereaksi menyikapi sesuatu tanpa harus terikat
pada realitas yang dialaminya. Fantasi dapat berupa reaksi sadar, pun tidak
sadar.
Pertunjukan Mime Theater Group “Bambie Zero” di Lt3 Ballroom Theater, Menara Pinisi, Universitas Negeri Makassar (UNM), 18 Juli 2023, dihadiri 400-an penonton. Grup asal Amsterdam,
Belanda, mengajak hadirin menyaksikan aksi dan reaksi aktor di bawah pengaruh payung
fantasi lintas waktu.
Pertunjukan Bambie Zero diramu dalam empat bagian adegan:
Pada adegan bagian 1, berawal dari pertemuan pertama kali dua
pria tak saling kenal, tanpa
sengaja berjalan datang dari arah
berbeda.
Sejak pertemuan
itu mereka mulai berkenalan satu sama lain. Kemudian saling
menunjukkan diri mereka yang sebenarnya. Mereka membaca buku-buku. Lakukan
pemeriksaan medis. Pertemuan
yang membuatnya kian dekat dan mungkin juga
semakin jauh.
Lanjut dengan monolog pendek tentang
hati yang dimainkan
oleh Paul. Dia bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan hatinya, jika jantungnya
berdetak cukup keras. Dia
lanjut bertanya
kapan jantungnya akan berhenti. Pada
akhirnya dia pasrah pada kenyataan bahwa dia tidak memiliki kendali atasnya.
Lalu Jochem mempertanyakan apakah yang dilihatnya adalah
kenyataan atau ilusi. Memikirkan
tentang apa sebenarnya diketahui
kegilaan, ketidakstabilan yang ada di bawah
permukaan emosi setiap
manusia.
Di bagian 2 bercerita tentang masa
lalu dan masa kini. Dalam
fantasinya dia melihat masa lalunya
benar-benar berada di masa sekarang. Lalu mencoba untuk abai pada masa lalunya dan
lebih memikirkan masa depan.
Di saat yang sama dia berupaya
melepaskan diri dari situasi dan bayang-bayang absurditas masa depan yang
dihadapinya.
Paul memainkan bagian 3. Menyampaikan kenyataan di mana dia kehilangan
jati diri saat mencari kebahagiaan.
Hanyut
dalam luapan emosi
yang berkecamuk menjadi amarah, sedih,
takut hingga
ketidakpercayaan yang mendalam
pada apa saja, siapa saja.
Dalam keputusasaan ia melihat betapa
gelapnya dunia yang
mendorongnya bertindak pragmatis. Lalu semakin berkonfrontasi dengan
segala sesuatu di sekitarnya. Paul
kian larut dalam guncangan emosi, kadang meledak-ledak, kadang hanyut, mengalir
dalam sentimental. Lalu melihat keadaan sekitar dirinya dalam aneka fantasi hingga
membuatnya tersungkur dalam ketidak berdayaan.
Adegan 4 adalah segmen romantis, melankolis. Jochem
mengajukan pertanyaan
apakah sebagai manusia akan
bisa merasakan kesepian sebagaimana menjadi pulau tidak berpenghuni. Pada saat seperti itu apakah Anda
akan memutuskan untuk pindah. Ke mana?
Saat melukiskan apa yang dilihat, dipikirkan, dirasakannya. Kegelapan absurd
dan ketidakpastian yang aneh. Melalui kekuatan
fantasi, Jochem
berupaya melepaskan
diri dari situasi yang dihadapi dan situasi yang akan terjadi.
Melalui fantasi sebagaimana seorang pelukis
sedang menciptakan lukisan dengan kemampuan fantasinya dan secara tidak
disadari menemukan
bentuk, gambar yang mungkin saja selanjutnya lebur dalam hitam konyol absurditas.
Lakuan akting, hadir sangat wajar, manusiawi, efektif dan efisien. Detik
demi detik, tampil terukur, memesona, kaya
fantasi.
Akting menyajikan lika-liku
rangkaian peristiwa sederhana
dengan cara yang intim, lucu, meski sesekali berlangsung mengejutkan, tak
terduga bahkan terasa
asing, aneh.
Namun karena transisi antar-bagian berlangsung mulus dengan ritme hentakan
terjaga, membuat penonton yang sesekali dilibatkan langsung dalam peristiwa, tetap
asyik, betah duduk sekira 80-an
menit di kursi.
Menyaksikan pertunjukan ini penonton memerlukan semacam payung fantasi. Semacam
perisai kesadaran diri untuk tetap waras dan dewasa menyikapi keliaran fantasi.
Keberadaan payung fantasi mengajarkan cara melindungi manusia dari
berbagai ancaman iklim tak terduga. Payung mengajarkan pula tentang keikhlasan,
rela menjadi perisai untuk diri sendiri juga orang lain dari aneka peristiwa
yang terjadi di sekitarnya dengan waras.
Jochem
Stavenuiter dan Paul van der Laan, aktor pendiri Bambie yang
telah lebih dari 25 tahun bersama Grup Teater
Pantomim Bambie telah berhasil
membuat perasaan penonton bisa tersentuh melalui bahasa teater
yang absurd dan universal.
Bambie sekaligus
menginspirasi bahwa hal sederhana pun bisa jadi menarik ketika pandai
mengolahnya menjadi pertunjukan visual yang
memikat.
Penonton patut berterima kasih pada Erasmus
Huis Jakarta yang telah memfasilitasi
pertunjukan “Bambie
Zero”.
Salah satu kelompok teater terbaik di Belanda untuk tampil di
Indonesia. Di Jakarta pada
08
Juli, kemudian di Pendhapa
Art Space Yogyakarta pada 12 Juli
2023, dan 18 Juni 2023 di Universitas
Negeri Makassar (UNM).
Tamamaung, 20 Juli 2023