--------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 08 Juli 2023
Satu
Abad Mastini Hardjoprakoso, Kepala Perpusnas Pertama (2):
Paper Mastini Dijadikan
Rujukan dalam
Pendirian Perpustakaan Nasional
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Wartawan)
Nama Mastini Hardjoprakoso
sebagai Kepala Perpustakaan Museum Nasional Indonesia menjadi lebih dikenal,
tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di dunia internasional. Dengan
posisinya itu, beberapa pihak kemudian mengusulkan Mastini melanjutkan
pendidikan ke jenjang magister (S2).
Usul tersebut datang
antara lain dari Dr Robert Stevens (Dekan Graduate School of Library), dari
Prof. Harsya Bachtiar, dan dari John O. Stutter (Direktur Asia Foundation).
Maka Mastini pun memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan tingkat master dalam bidang Ilmu Perpustakaan di University of Hawaii.
Tentu saja banyak yang
mempertanyakannya. Bagaimana mungkin seseorang tanpa memiliki gelar sarjana (S1)
diusulkan langsung melanjutkan ke pendidikan ke jenjang magister (S2). Namun itulah
yang terjadi. Mastini rupanya mendapat pengecualian. Hal itu tidak terlepas
dari pertimbangan pengalaman, prestasi, integritas, dan didukung orang-orang
yang profesional.
Mastini kemudian
berangkat ke Hawaii sejak tahun bulan Mei 1970, dan kembali ke Indonesia dengan
memperoleh gelar Master in Library Studies pada bulan Mei 1972. Saat mengikuti
kuliah inilah, ia menulis paper dengan judul “The Need of a National Library in
Indonesia” (1971).
Saat dirinya masih berada
di Hawaii, pembicaraan untuk memiliki Perpustakaan Nasional semakin gencar
dibahas. Pada tahun 1953 sampai 1968, Archibald William Dunningham, seorang
pustakawan Selandia Baru sebagai konsultan UNESCO, dikirim ke Indonesia untuk
melakukan penelitian.
Ia banyak melakukan
pertemuan dengan sejumlah tokoh-tokoh perpustakaan, pendidikan, dan pemerintah
dalam rangka memformulasikan kebijakan untuk pengembangan perpustakaan di
Indonesia.
Pada tahun yang sama,
bersama R. Patah, Kepala Perpustakaan Negara Yogyakarta, Dunningham menyusun
sebuah laporan yang berjudul “A report on a survey and recommendation for the
establishment of a national library service in Indonesia.”
Sistem nasional
perpustakaan pun pernah disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan, Prof. Mohammad Yamin, dalam Konferensi Perpustakaan Seluruh
Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan pada tanggal 25 Maret 1954.
Dewan Perpustakaan
Nasional yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan no. 17287/kab/1955, telah pula mencantumkan rencana
pembentukan Perpustakakan Nasional di dalam rancangan Undang-undang Pembangunan
Nasional Semesta Berencana 8 tahun. Mekipun dalam Tap MPRS No.I dan II tahun
1960 telah muncul kalimat “.... maka akan didirikan Perpustakaan Nasional di Kotapradja Djakarta Raya”.
Artikel Mastini yang
berjudul “The Need of a National Library in Indonesia” (1971) dianggap sebagai
waktu yang tepat untuk ditindaklanjuti. Itu berarti diperlukan cukup lama waktu
untuk mewujudkan Perpustakaan Nasional bila dihitung dari rekomendasi yang
disusun oleh Dunningham.
Tulisan tersebut
diterjemahkan dan tahun 1973 disampaikan ke Pemerintah yang ditanggapi oleh
berbagai kalangan, termasuk di antaranya Dr Soedjatmoko dan Prof. Selo
Sumardjan.
Keinginan dan rencana
mendirikan Perpustakaan Nasional pun menjadi bahasan utama pada Kongres Ikatan
Pustakawan Indonesia, yang diselenggarakan pada tahun yang sama di Ciawi.
Dalam Kongres tersebut, Mastini
menyampaikan paparan yang berjudul “Perlukah Indonesia Memiliki Perpustakaan Nasional?”
Pembicara lain adalah
Philip Ward, Konsultan Lembaga Perpustakaan yang menyampaikan “Planning a
National Library Service: Aims and Methods.”
Mastini menjelaskan bahwa
pilar sebuah Perpustakaan Nasional adalah Undang-Undang Wajib Simpan Karya
Cetak. Hasil kongres disampaikan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Prof. Selo Sumardjan yang
saat itu adalah Sekretaris Wakil Presiden memiliki perhatian khusus tentang
pendirian Perpustakaan Nasional. Beliau melakukan pembicaraan awal dengan
Bappenas. Beliau jugalah yang secara informal mengusulkan agar Mastini menyampaikan
kepada Ibu Tien Suharto tentang rencana pendirian Perpustakaan Nasional.
Tahun 1977, Pemerintah
melalui Bappenas, menugaskan Prof Selo Sumardjan melakukan penelitian Persiapan
Perpustakaan Nasional dengan membentuk tim, terdiri dari (1) Mastini
Hardjoprakoso, MLS (2) Luwarsih Pringgoadisurjo, MA (3) Rusina Syahrial, MA (4)
Sukarman Kertosedono, MLS, dan Drs. Abdurrachman Surjomihardjo.
Tim ini kemudian menyusun
sebuah rekomendasi yang berjudul, “Laporan dan Rekomendasi tentang Sistem
Nasional Perpustakaan dan Perpustakaan Nasional.” Tim ini bekerja dua tahun
untuk memproses laporan dan rekomendasi.
Setelah melalui proses
panjang, diresmikanlah Perpustakaan Nasional Depdikbud berdasarkan Keputusan
Menteri 17 Mei 1980 no 0164/0/1980, pada tanggal 17 Mei 1980.
Menteri Departemen Kebudayaan dan Pendidikan pada saat itu adalah Dr. Daoed Joesoef. Status Perpustakaan Nasional adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang perpustakaan di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud). (bersambung)
------
Referensi:
Halim, Muhammad; Mastini Hardjoprakoso: The Unsung Hero of Indonesian Library; https://edoo.id/2022/11/mastini-hardjoprakoso-the-unsung-hero-of-indonesian-library/; Dikutip pada Sabtu, 08 Juli 2023
Kamil, Harkrisyati; Mastini Hardjoprakoso: Sekilas Perjalanan Hidup dan Kontribusi dalam Bidang Perpustakaan di Indonesia; https://www.isipii.org/artikel/mastini-hardjoprakoso-sekilas-perjalanan-hidup-dan-kontribusi-dalam-bidang-perpustakaan-di; Dikutip pada Sabtu, 08 Juli 2023
Universitas Hawaii; https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Hawaii; Dikutip pada Senin, 10 Juli 2023
----
Artikel Bagian 1:
Satu Abad Mastini Hardjoprakoso, Kepala Perpusnas Pertama
Artikel Bagian 3:
Artikel Bagian 4:
Mastini Hardjoprakoso Menjabat Kepala Perpustakaan Selama 36 Tahun