Mahrus Andis (kanan) dan Ram Prapanca dalam sebuah diskusi puisi, di Makassar. Mahrus Andis menulis tiga esai pendek di Facebook. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA) |
------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 06 Juli 2023
Tiga
Esai Pendek Mahrus Andis:
Puisi
Diafan, Puisi Kamar, Puisi Prismatis
Oleh: Asnawin Aminuddin
Kritikus sastra Mahrus
Andis menulis tiga esai pendek di akun Facebook-nya. Esai pertama diberi judul
“PUISI” dan diposting pada Ahad, 02 Juli 2023. Esai kedua diposting hari Senin,
03 Juli 2023, dengan judul “PUISI KAMAR”. Esai ketiga diposting pada Rabu, 05
Juli 2023, dengan judul “PUISI PRISMATIS RAM PRAPANCA.”
Ketiga judul esai
tersebut ditulis dengan huruf kapital. Mungkin karena sudah terbiasa
menggunakan huruf kapital untuk penulisan judul puisi, sehingga kurang nyaman
kalau judulnya ditulis dengan huruf kecil atau hanya huruf pertama setiap kata
yang menggunakan huruf besar, he..he..he..
Bung Mahrus Andis
secara tidak langsung sudah menjadi guru sastra bagi banyak orang, terutama
bagi orang awam dalam dunia seni sastra seperti saya. Maka saya pun tertarik membagikan ketiga esai pendek Bung Mahrus tersebut.
Pada esai pertama, Bung
Mahrus menulis esai dengan judul “PUISI”. Bung Mahrus mengatakan, ketika masih
di wilayah imaji penyair, puisi itu bebas. Setelah di ruang publik, puisi
terikat oleh sistem bahasa.
“Maka, semua orang bisa
berpuisi. Tetapi, tidak semua orang mampu menuliskan puisinya dengan bagus. Karena
itu, jinakkanlah imajinasi dan kuasai bahasa,” kata Bung Mahrus.
Pengantarnya jelas.
Puisi itu bebas ketika masih berada di wilayah imaji penyair tapi terikat setelah berada di ruang publik. Pesannya juga jelas. Jinakkanlah imajinasi dan
kuasai bahasa.
Pada esai kedua, Bung
Mahrus menulis esai dengan judul “PUISI KAMAR”. Bung Mahrus mengatakan, ada 3
sifat puisi. Pertama, puisi prismatis. Puisi ini seperti sebuah prisma. Untuk
memahami keutuhan sudut-sudutnya, kita butuh analisis semiotik.
Kedua, puisi diafan.
Puisi ini menggunakan bahasa verbal, lugas, agak kering dari metafora dan mudah
dimengerti maksudnya.
Ketiga, puisi kamar.
Puisi ini sering disebut puisi gelap. Ia bersifat individual. Menggunakan
simbol-simbol bahasa yang sangat pribadi. Hanya diri penulisnya yang tahu apa
makna yang ditulisnya itu.
Sifat puisi yang ketiga
ini sangat menguasai media sosial. Umumnya ia lahir dari persepsi yang keliru:
“Puisi Itu Merdeka,” katanya.
“Tapi ia lupa, puisi
itu terpenjara oleh sistem bahasa dan ruang apresiasi di luar kamar. Nah, di
posisi mana puisi Anda berada?” tulis Mahrus.
Saya termasuk senang
membaca puisi. Saya juga kerap menulis puisi, tapi saya tidak tahu di posisi mana
puisi saya berada. Saya hanya menulis puisi kalau muncul ide dan saya tidak
peduli masuk sifat yang mana puisi-puisi saya.
Sastrawan Aspar
Paturusi juga pernah mengomentari puisi saya yang saya posting di Facebook
dengan mengatakan, “Puisi tidak puitik”, dan saya menyadari bahwa puisi-puisi
saya memang tidak puitik.
Sastrawan Rusdin Tompo
juga pernah mengatakan, banyak orang yang menulis puisi tapi sebenarnya itu
bukan puisi.
“Sebenarnya bukan
puisi. Hanya kumpulan kalimat yang dibuat indah dan disusun sesuai kaidah
penulisan puisi, lalu disebutlah itu sebagai puisi,” kata Rusdin Tompo.
Saya pun membenarkan
pernyataan Rusdin Tompo. Maka saya mengambil kesimpulan sementara bahwa
puisi-puisi saya mungkin masuk kategori puisi diafan, puisi yang menggunakan
bahasa verbal, lugas, agak kering dari metafora, dan mudah dimengerti
maksudnya.
Puisi
Prismatis
Pada esai ketiga, Bung
Mahrus Andis menulis esai dengan judul “PUISI PRISMATIS RAM PRAPANCA.”
Mahrus Andis
menjelaskan bahwa Dr Asia Ramli, biasa memakai nama Ram Prapanca, adalah dosen
Program Studi Seni Drama, Tari dan Musik (Sendratasik) Jurusan Seni Pertunjukan,
Fakultas Seni dan Desain (FSD) Universitas Negeri Makassar (UNM).
Ram Prapanca juga Direktur
Teater Kita Makassar dan Koordinator Forum Sastra Kepulauan.
Tahun 2023 ini, Ram
yang lahir di Tomia-Wakatobi, Buton, ikut dalam antologi bersama puisi Anak
Merah Putih (AMPUH) oleh Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) Jakarta.
Bung Mahrus mengatakan,
dalam tulisan sebelumnya ia menyebut ada 3 (tiga) sifat puisi, yaitu: diafan,
gelap dan prismatis.
“Mengurai ketiga sifat
ini membutuhkan ruang dan waktu. Karena itu, esai ini hanya ingin menampilkan
puisi Asia Ramli sebagai salah satu contoh puisi prismatis,” kata Mahrus.
Ia kemudian menyajikan
puisi berjudul “Mutiara Pulauku” karya Ram Prapanca sebagai berikut:
MUTIARA PULAUKU
Kadang kulepas engkau
dengan setetes embun di pelupuk
Meniti buih
Terombang-ambing di
antara ombak dan batu-batu laut
Hingga kelak
Angin buritan mengantarmu
pulang
Memetik masa depan yang
gemilang
Engkau yang
bertelanjang dada
Mengail matahari di
halaman buku-buku tua
Pelanjut usia leluhur
Anak-anak karang
Pemilik masa silam
Tiada henti dihempas
gelombang
Kadang kulepas engkau
dengan doa dan jampi-jampi
Seperti kakek buyutmu
Menebar aroma
Ke lubuk laut
Wahai mutiara pulauku
Bangkitlah!
Songsong cahaya di langit
Tomia
Dekaplah pelangi
Di perut bumi
Wakatobi.
Mahrus mengatakan, puisi
di atas ditulis di Makassar, namun penyair berkisah tentang kehidupan anak laut
di kampung kelahirannya yang jauh: Tomia - Wakatobi, Buton.
“Puisi di atas,
bersifat prismatis. Ibarat sebuah prisma, sulit memahami keseluruhan makna di
balik sudut puisi itu tanpa pisau bedah. Salah satu pisau bedah yang saya maksud
ialah analisis semiotika dari dimensi bahasa dan referensial sang penyair,”
kata Mahrus.
Ia mengatakan, pembaca
tidak serta merta sanggup menangkap amanah puisi tersebut jika tidak menelisik
lebih dahulu siapa Asia Ramli itu. Seperti apa habitat laut di Tomia- Wakatobi.
Sekuat apa kerinduan manusiawi untuk sukses di hati anak-anak pulau. Itu pun
belum cukup tanpa mengerti anasir semiosis (sintaksis, semantik, dan
filosofi-budaya) yang membangun totalitas puisi itu.
“Oleh karena esai ini
tidak menyentuh wilayah kritik, maka saya hanya mengajak pembaca untuk mengapresiasi
puisi tersebut. Bacalah dengan melibatkan kekuatan imaji, resapkan nilai
estetikanya. Dan terakhir, rengkuh pesan moral di balik struktur
diksi-diksinya. Jika pembaca benar-benar jujur, pasti akan mengakui bahwa puisi
Asia Ramli ini bukan sekadar tumpukan kata-kata yang tanpa makna,” kata Mahrus.
Saya seperti telah membaca sebuah buku berjudul “Sifat Puisi” karya Mahrus Andis, dengan membaca tiga esai pendek di atas. Terima kasih Bung Mahrus Andis atas ilmunya yang telah dibagikan secara terbuka melalui media sosial Facebook.***