Presiden Jongos Rakyat

JONGOS. Presiden yang memahami dirinya, tampil apa adanya memang pantas dipilih jadi pemimpin. Memahami dirinya, tidak lain esensi jadi pemimpin apapun, mulai dari Presiden berhingga RT, yakni hanya untuk membantu/__jongos di dalam melayani rakyat, bukan sebaliknya berdaulat tuan__guna menjongosi dan menggerogoti rakyat.


-------

PEDOMAN KARYA

Jumat, 25 Agustus 2023

 

Presiden Jongos Rakyat

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Siapapun menjadi dan terpilihin pemimpin di dunia ini, baik pada level pucuk tertinggi maupun bertingkat akar rumputan sekalipun__tidak perlu merasa diri lebihan dari yang lain. Manakala, tidak memahami hakiqat jadi pemimpin yang sesungguhnya. Ia tidak lain keberadaannya hanya jadi pembantu rakyatnya yang mesti dilayaninya dengan sepenuh hati dalam durasi kasih sayang hampa pilih kasih. Sebagamana, goresan diksi Pembantu atau jongos berikut ini.

 

RT pembantu Kepala Desa__

dibalikin jongos juga

Kepala Desa pembantu Bupati

 

dibalikin jongos juga

 

Bupati pembantu Gubernur__

dibalikin jongos juga

Gubernur pembantu Presiden

 

dibalikin jongos juga

 

Presiden pembantu Rakyat__

tanpa dibalikin jongosnya

 

Rakyat berkedaulatan tertinggi memang bukan jongosan__*

(Mks, 25080230909)

 

Maka, rakyatlah menjadi tuan yang berkedaulatan mutlak sebagai penentu, siapa yang pantasan jadi pembantunya. Mulai dari Presiden hingga Rukun Tetangga-nya dengan merdeka tanpa perbudakan dan tindakan kebiadaban dari pembantu yang diangkatnya untuk membantu/jongosnya.

Hal itu, dimaksudkan di dalam goresan 18 Agustus tentang topik “Uang Merdeka Presiden Jokowi” yang di bagian sub Jokowi vs Jongos akan dikutip kembali.

 

Diksi Jongos Tak Pantasan

 

Jongos pada kamus bahasa Indonesia yang secara bebas diartikan dengan istilah mengacu pada pengertian abdi, pembantu, atau babu. Akan tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari istilah jongos ini mengalami penyempitan arti atau peyorasi.

Jongos boleh diidentikkan sebagai babu (laki-laki). Padahal esensi Jongos tidak hanya pada pembantu secara sempit, tetapi setiap elemen pembantu mulai dari tingkat rendah hingga paling tinggi pun itu sama pengertian asalnya.

Asal muasal kata jongos berasal dari bahasa Belanda: jongen. Arti ‘jongen’ kurang lebih adalah muda, pemuda, junior, atau semacam itu. Dari kata jongen inilah muncul istilah jongos. Pada masa penjajahan Belanda_ yang dalam perkembangannya, jongos sering identik dengan begundal atau kaki tangan orang Belanda.

Oleh karena itu, jongos mengalami penyempitan makna. Makna yang berkembang kemudian menjadi sedemikian negatif atau rendah. Padahal dimensi kata membantu secara positif itu berkorelasi saling tolong menolong dalam segala hal, baik secara sengaja maupun tidak disengaja sekalipun.

Dimensinya, sama keberadaan para pembantu presiden, dan sebaliknya pula presiden membantu pembantunya untuk mencari solusi terbaik dalam setiap tindakan untuk bergerak atau menjalankan tugasnya. Di sini, nuansa kesannya boleh dimaknai secara santun atau tidak, tergantung cara menempatkan diksinya.

Padahal diksi tugas DPR dan juga presiden adalah mewakili dan membantu rakyatnya di dalam menghadapi atau mengelola negara. Namun, pengertian ini agar tidak terkesan negatif, maka saya tidak cenderung untuk mengidentikkan menjadi pengertian yang dilegitimasikan pula.

Terlepas arti dari kata jongos itu sendiri, termasuk tidak elok bila Presiden Indonesia juga diidentikkan dengan legitimasi itu.

Jokowi bukan jongos dari legitimasi atas kebohongan dikesankan. Namun, ia adalah lambang sistemik yang dapat merangkul kekuatan yang berlainan, demi muara diksi kesatuan NKRI.

Soal lain, bila terkesan kurang sana sini dan kemudian yang dimanfaatkan oleh parasit pikunan atau pencinta retorik predatoran. Memang sifat dan karakter predatoran hanya terbiasa memangsa. Di samping, kebiasaan mengintai mangsa tanpa belahan rasa kasih sayang. Mengadu kerumunan sehingga mencari sela agar mangsanya berpisah dari kerumunan hingga disergap tanpa ampun.

Ampunan buat Jokowi bila ia tidak menjadi korban dari retorik taring predator di sekitarnya, dan tidak menjadi jongos atas legitimasi kebohongan yang telah dan akan terjadi meraja.

Kini Jokowi, mesti tampil untuk membuktikan janji-janjinya agar tidak terkesan retorik sebagaimana Presiden sesungguhnya yang diharapkan berwibawa di mata siapapun. Bukan juga terkesan jongosan partai atau para elemen pikunan yang predator parasitan. Bahkan, sebaiknya para pikunan menjadi parasitan diamputasi agar tidak menjadi beban stadium kanker ganas, baik oleh negara maupun Jokowi.

Tulisan ini, tidak bermaksud membenci siapapun, namun boleh menjadi masukan bila terasa baik, _demi kebaikan kita bersama dalam dimensi kehidupan bernegara.

Siapapun telah dianugerahi NKRI ini, menjadi miliknya, sehingga kita merasa diri menjadi warga negaranya. Tentu, mengharapkan pemimpinnya berwibawa kepada siapapun, dan tidak terkesan jongen, termasuk pada Jokowi.

Dan bagaimanapun juga, Jokowi masih Presiden Indonesia. Soal suka atau tidak, itu soal lain. Dan jangan pula dihina berlebihan, seperti pada cover majalah tempo saat itu.

Sekalipun, wajar saja bila Presiden didemo dan dikritisi oleh komponen rakyat yang berdaulatan tertinggi di Negara ini, termasuk Mahasiswa dan yang lainnya menginstrusikan turun dari kursinya. Hal ini telah digoreskan pada saat demo Mahasiswa tahun 2019, tentang perintah Presiden kepada menteri sebagai jongosnya.

 

TURUN INSTRUKSIKAN

 

Presiden

Instruksikan Menristekdikti

Turun redam Demo Mahasiswa

 

Menristekdikti

Instruksikan Rektor

Turun redam Demo Mahasiswa

 

Rektor

Instruksikan Dekan

Turun redam Demo Mahasiswa

 

Dekan

Instruksikan Prodi

Turun Redam demo Mahasiswa

 

Prodi

Instruksikan Dosen

Turun redam Demo Mahasiswa

 

Dosen

Instruksikan Mahasiswa

 

_redamkan demo

 

Mahasiswa

Instruksikan Presiden

TURUN_ ...

 

Dan sesungguhnya, dinukilkan oleh para ahli dunia, di mana esensi dari pemerintah adalah ia “oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat” sangat erat kaitannya dengan kata demokrasi, dan kini telah dipilih oleh negara Indonesia. 

Oleh karena itu, Bung Karno dijulukan sebagai “Penyambung Lidah Rakyat” dapat disamaartikan sebagai juru bicara mewakili rakyat yang handal dan membanggakan. Dan Ahmadinejad, Presiden Iran saat itu, di dalam Tagline filmnya (2003) bermotto “Kami ingin melayani, bukan berkuasa”, dan tahun 2006, Beliau pernah datang di Indonesia, kami bertemu dan bersalaman. Memang sederhana, berani dan bersahaja tampil apa adanya.

Presiden yang memahami dirinya, tampil apa adanya memang pantas dipilih jadi pemimpin. Memahami dirinya, tidak lain esensi jadi pemimpin apapun, mulai dari Presiden berhingga RT, yakni hanya untuk membantu/__jongos di dalam melayani rakyat, bukan sebaliknya berdaulat tuan__guna menjongosi dan menggerogoti rakyat.

Wallahu a’lam bissawab

💖

Unismuh Makassar, tetap mencerahkan dalam melayani dan mengayomi__guna memajukan pendidikan yang berkeadaban Merdeka__

2 Komentar

  1. Maaf Tuan Sastrawan, tata bahasa anda agak-agak bermasalah, saya lihat. Boros dan kadang 'ribet'. Sebagai sastrawan, mestunya itu tidak terjadi dalam tulisan anda. 🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih telah membacanya, dan mungkin akan lebih elokan lagi bila nampak identitasnya__😊

      Hapus
Lebih baru Lebih lama