Senyum Diam Membumi

Mungkin, senyuman dalam bingkai polesan fotograf yang mesti iklanan dengan kesan aduhai dalam dimensi bertampilan__sekalipun berkarakter silumanan. Lebih elokan sikap akademisi berkarakter manusiawi, tetap tampil apa adanya. Tidak mesti berpura-puraan diakademisasikan, kalaulah masih ada sikap terselubung buhulan silumanan.


------

PEDOMAN KARYA

Kamis, 03 Agustus 2023 

 

Senyum Diam Membumi

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Setiba di Jakarta dari pembentangan kertas kerja pada seminar antarbangsa di Universiti Kebangsaan Malaysia, kusempatkan untuk merakit dua goresan, yakni KH.Ahmad Dahlan Bermazhab Poligami, dan dihadapan pembaca ini.

Mungkin juga goresan narasi ini tidak terlalu memadai sebagai domain akademisi yang terkesan arogansi hampa binaan. Tetapi, niatnya hanya menyampaikan kesan yang boleh ditautkan menjadi pesan ketulusan.

Binalah dengan ketulusan hati, walaupun dikhianati di depan mata__ Sesungguhnya itu, menjadi buah kebaikan yang akan berdampak keluhuran budi pekerti nan berkepribadian sejati.

Berbuat baiklah sebenar-benarnya kepada orang lain dan lupakanlah__namun, lebih penting yakni ingat selalu kekhilafan telah dilakukan, baik tak disengaja maupun disengaja. Ada atau tiada

juga tetap ada tetap dirasa, termasuk gosipan berlogika dengkulan.

Tak perlu dipilukan bila disakiti dengan dengkulan, dikarenakan niatnya para pengrajin dengkulan memang mengharap objeknya tersakiti__Logisnya biarkan Tuhan mengadili dengan nur keadilan tanpa dapat dipungkiri berpantulan.

Pantulan dari benturan_boleh jadi kuburan__sekalipun dengan diam tetap bergetaran akan melumatinnya.

Diam bah rotasi bumi, apapun akan dihadapi tanpa beban dan tetap bersirkulasi dengan kepastian hingga rasa arogansi karam tertelan bumi__

Boleh jadi buah dari diam sehingga tidak dapat menghindari benturan, termasuk rasa ngilu dan pilu tidak perlu dikeluhin. Tetapi perlu dibenam dalam logika brilianan, kalau buah dari gravitasi diri yang dzolim tentu akan bersalaman dengan maut kematian yang mengerikan__dan dikutuk Tuhan hampa senyuman.

Sekalipun, senyuman tidak selamanya berbuah sedekah, namun terkadang juga terpaksa karena kebencian atau kecintaan berhadapan. Ini mungkin dianjurkan rasa terpaksa mesti dihindari sehingga tidak berdomain pada aksara arogansi beradius kesombongan.

Maka, tidak terlalu keliru bila pesan “sembuhkan kesombongan agar lebih berguna sebagai hamba Tuhan”. Manakala masih menyuburkannya, maka kemungkinan itu yang beresensi kepada asfala safilin, sehingga tidak menjadi manusia sesungguhnya sebagaimana menjadi makhluk pilihan diharapkan Tuhan.

Kita, asyik dengan animasi kehidupan berdimesi arogansi animal berlebihan dan tidak disadari telah menggerogoti jiwa raga yang juga merampas rasa kemanusiaan yang sesungguhnya, __guna saling memanusiakan apa adanya sebagai hamba Tuhan.

Bahkan, karakter animal pun telah meraja dan memangsa, bukan saja di dunia premanisasi yang bersifat belantara, namun silumanan yang berpolesan kuasa akademisikan pun terjadi__

Mungkin, senyuman dalam bingkai polesan fotograf yang mesti iklanan dengan kesan aduhai dalam dimensi bertampilan__sekalipun berkarakter silumanan. Lebih elokan sikap akademisi berkarakter manusiawi, tetap tampil apa adanya. Tidak mesti berpura-puraan diakademisasikan, kalaulah masih ada sikap terselubung buhulan silumanan.

Lebih elokan senyuman dalam diam membumi, namun tetap radius tatapan nan tajam telah menancap pada dasar mata batin samudera tanpa tergoyahkan oleh yoga apapun,

__terkecuali takdir Tuhan berkehandak lain, dan tak mungkin diingkari KemahakuasaanNya nan hampa DiamNya.

 

…...

Unismuh Makassar tetap mencerahkan pendidikan yang berperadaban high level dalam melintasi zaman_tanpa mendzalimi_


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama