-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 03 September 2023
Duet
Anies - Cak Imin Akhiri Politik Identitas Cebong Kampret
Oleh:
Achmad Ramli Karim
(Pengamat Politik &
Pemerhati Pendidikan)
Selamat tinggal politik cebong-kampret. Selamat datang politik kebhinekaan. Itulah kalimat taqline yang terlontar dari mulut Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasdem) ketika memberikan wejangan pada saat Deklarasi Anies Baswedan - Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai Paslon Presiden-Wakil Presiden pada Pemilu 2024, di Hotel Majapahit (Hotel Yamato), Surabaya, Sabtu, 02 September 2023.
Sepertinya pemilihan
tempat pelaksanaan deklarasi yang dilakukan di Hotel Majapahit Surabaya,
sengaja dilakukan untuk mengingatkan akan sejarah penjajahan Belanda (kolonialisme).
Yaitu sejarah perobekan bendera Belanda (merah-putih-biru), dengan merobek
warna biru, sehingga berubah menjadi bendera merah-putih yang menandakan
berakhirnya kolonialisme di Indonesia.
Dalam buku sejarah
tercatat dengan tinta emas bahwa kesuksesan Belanda menjajah Indonesia, karena
senjata adu domba (devide et imvera) digunakan sebagai senjata paling ampuh
memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Kondisi sejarah tersebut
tentang keampuhan senjata devide et imvera, sepertinya mau diulang kembali
melalui senjata “politik identitas” sebagai senjata adu domba persatuan dan
kesatuan bangsa, demi untuk menguasai tanah dan hasil buminya.
Sungguh luar biasa
langkah dan pertimbangan politis Surya Paloh sebagai King Maker dari Paslon
Anis-Cak Imin, secara tersirat memberi isyarat pesan dan ajakan untuk
mengakhiri politik identitas (adu domba) tersebut dan bersama-sama menyatakan “Selamat
tinggal politik cebong-kampret dan selamat datang politik kebhinekaan.”
Hotel Yamato yang
kemudian berganti menjadi Hotel Majapahit ini, dibangun 1 Juni 1910 di Jl.
Tunjungan 65, Surabaya, dibeli oleh Lucas Martin Sarkies bersaudara dan dibuka
secara resmi tahun 1912.
Insiden Hotel Yamato
adalah peristiwa perobekan warna biru pada bendera Belanda yang berkibar di
Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) pada tanggal 19 September 1945, yang
didahului oleh gagalnya perundingan antara Soedirman (residen Surabaya) dan
Victor Willem Charles Ploegman untuk menurunkan bendera Belanda.
Nasdem-PKB
Memenuhi Electoral Threshold
Syarat Electoral
Threshold untuk bisa mendaftarkan capres-cawapres bagi partai pendukung harus
memenuhi syarat minimal, yaitu memiliki 115 kursi di parlemen (Anggota DPR).
Sementara Partai Nasdem memperoleh 59 kursi dan PKB 58 kursi sehingga mencukupi
Presidential Threshold tersebut (117 kursi) anggota DPR RI.
Secara rinci jumlah
kursi Partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) sebanyak 163 kursi,
meliputi; PKS 50 kursi, Demokrat 54 kursi, Nasdem 59 kursi.
Demokrat memaksakan Agus
Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Cawapres, sedangkan PKS tidak setuju AHY jadi
Cawapres Anies. Jika dipaksakan, bisa saja PKS keluar dari koalisi. Dan jika
PKS keluar dari koalisi, maka jumlah kursi Nasdem dan Demokrat tidak mencukupi
(59 + 54 = 113) kursi.
Ini tidak mencukupi
syarat electoral threshold 115 kursi, berarti Anies gagal jadi Capres. Demikian
juga sebaliknya, bila Demokrat yang keluar dari koalisi, maka jumlah kursi
Nasdem dan PKS (59 + 50) hanya 109 kursi, Anies pun gagal jadi Capres karena
tidak mencukupi 115 kursi.
Langkah politis Surya
Paloh yang melamar Ketua PKB dianggap sangat brilian, karena memperkuat dan
menyelamatkan koalisi menambah vitamin electoral threshold. Ibarat menyatukan
kepala dari badannya, dimana Ketua PKB bergabung Gerindra (kepala), sedangkan
suara akar rumput Nahdliyin (badan) mendukung Anies Baswedan.
Dengan menggandeng PKB
tanpa Demokrat dan PKS pun, syarat Electoral Threshold 115 kursi sudah
terpenuhi. Langkah Surya Paloh ini membuktikan bahwa ARB didukung oleh partai
nasionalis sekaligus menghapus opini publik, bahwa ARB Capres dari politik
identitas (Islam kanan).
Sebab jika Demokrat
tetap bergabung atau out dan membentuk koalisi keempat, politik identitas (adu
domba) akan hilang dari isu publik ditelan kebenaran. Karena ketiga koalisi
yang ada, sangat sulit lagi untuk diberi label dengan politik identitas.
Salut dan takjub dengan
perhitungan dan analisis politikus senior ini, melalui pengalamannya dalam
dunia politik membuat King Maker Surya Paloh makin profesional, cerdas dan
matang moral dalam berpolitik bukan makin inmoral.
Profesional dan cerdas
karena momentum yang tepat di saat Prabowo menggantung Ketua PKB, Surya Paloh
langsung menyambar Cak Imin (Ketua PKB) menjadi Cawapres dari Anies. Disinilah
kepiawaian Surya Paloh membaca tanda dan keinginan akar rumput (Nahdliyin),
serta keinginan PKB, dengan menyambar Cak Imin sudah menyatukan kepala yang
terpisah dari badannya.
Rakyat harus bersyukur
karena Surya Paloh telah dibukakan hati nuraninya dan diberi keberanian melawan
kezaliman, untuk mengambil inisiatif jalan cepat mendeklarasikan Paslon
Anies-Cak Imin. Pendeklarasian pasangan ini sekaligus menyelamatkan Anies, dari
upaya penjegalan secara sistimatis dan masif.
Istilah cebong atau
kecebong yang kerap diidentikan dengan pendukung Presiden Joko Widodo pertama
kali ditemukan pada Mei 2015 di Twitter. Temuan Drone Emprit, akun pertama
menyebut cebong itu adalah @Kage_yatsu pada 14 Mei 2015, yang mengomentari
unggahan terkait tautan membahas Jokowi dan putranya Gibran Rakabuming Raka.
“Lebih detail,
penelusuran di Twitter dengan QUERY 'cebong jokowi ditemukan asosiasi 'cebong'
dengan pendukung Jokowi pada bulan Mei 2015. Bulan Juni 2015 mulai digunakan,
dan Agustus 2015 makin banyak ditemukan,” jelas Pendiri Drone Emprit Ismail
Fahmi dikutip dari akun Twitternya, Senin (18/4/2022).
Ismail menjelaskan,
temuan ini juga memperlihatkan bahwa penggunaan istilah cebong jauh sebelum
pemberitaan Presiden Jokowi melepas kodok di kolam Istana Bogor pada 3 Januari
2016. Peristiwa itu kerap dianggap sebagai inspirasi penggunaan cebong sebagai
sebutan pendukung Jokowi.
“Pelepasan kodok oleh
Jokowi di Istana Bogor (3 Januari 2016) bukanlah awal atau asal-usul sebutan
'cebong'. Saat itu sebutan ini sudah sangat popular, sehingga Kaesang pun
membuat joke tentang 'kecebong' (1 Januari 2016),” jelas Ismail.
Drone Emprit menemukan
penggunaan kampret untuk merujuk pendukung Prabowo digunakan sejak Oktober
2015. Sebagai bentuk balasan panggilan cebong yang ditujukan kepada pendukung
Jokowi. Namun, baru populer digunakan istilah kampret ada pertengahan 2018.
“Istilah 'kampret'
sebagai balasan atas panggilan 'cebong' muncul bulan Oktober 2015. Kalau
'cebong' hidup di air, kebalikannya 'kampret' hidup di pepohonan secara
terbalik.
Kadrun
Muncul Setelah Pilpres
Sebutan pihak yang
kontra terhadap Jokowi bergeser setelah Pilpres 2019. Dari kampret menjadi
kadrun alias kadal gurun.
Ismail mengatakan,
istilah kadrun awalnya dibuat oleh dua akun yaitu @kebo_mangkrak dan
@Manuputty1101 pada Januari 2018. Namun baru ramai digunakan setelah
dipopulerkan oleh influencer Denny Siregar (@Dennysiregar7) pada Agustus 2019.
Sementara istilah
BuzzeRp dipopulerkan oleh @Dhandhy_Laksono dan @HokGie_ pada 2 Agustus 2019.
Istilah ini digunakan ketika menyoroti serangan buzzer terhadap dokumenter Sexy
Killers terkait industri batu bara yang disutradarai Dhandhy Dwi Laksono di
Twitter dengan QUERY 'buzzerp.
Ahad, 03 September
2023.