------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 04 Oktober 2023
PTS
Dhuafa Diarak ke Tiang Gantungan Sejarah
Oleh:
Mukhaer Pakkanna
(Rektor ITB Ahmad
Dahlan Jakarta)
Galibnya, tiap
September, semua prosesi penerimaan mahasiswa baru di PTS, telah tutup buku.
Untuk tahun ini, prediksi awal menjadi kenyataan pahit. Jujur! hampir semua
PTS, terutama kampus mikro, kecil, dan menengah (KMKM), target penerimaan
jumlah mahasiswa barunya, bertumbangan.
Bahkan, ada PTS yg
hanya menerima satu atau dua digit jumlah mahasiswa. Padahal memiliki banyak
Prodi. Bisa dibayangkan, bagaimana likuiditas dan _cash flow__nya? Bagaimana
kesejahteraan karyawan dan dosennya? Bagaimana dgn pengembangan atmosfir
akademiknya? Bgm kualitas pembelajarannya? Bgm sarana dan prasarananya?
Tentu, ihwal ini,
pengecualian bagi PTS yang dimiliki pemodal kakap dan badan usaha Negara,
relatif aman. Karena injeksi modal tidak bertepi banyaknya. Fasilitas sarana
dan prasarana mereka pun, aman sentosa.
Bagi Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) terutama PTN-BH jauh lebih aman lg, karena punya program banyak “jalur” alias “gelombang” penerimaan
mahasiswa. Hingga September pun, ada
PTN-BH yang masih asyik terima mahasiswa. Alasannya _sih_ seolah rasional,
untuk memenuhi kecukupan biaya PT. Katanya, pemerintah hanya mampu memenuhi
subsidi 28 persem dari kebutuhan biaya operasional yg ideal.
Makanya, PTN-BH
berusaha memperoleh bantuan _kocek_ masyarakat, melalui UKT lawat “jalu-jalur”
itu. Bertalian jumlah PTN jg makin banyak, mereka menyedot jumlah puluhan ribu
mahasiswa lewat kebijakan bergelombang2. Dan tentu, pola “gelombang2” itu
riskan terhadap perilaku _moral hazard_ bagi pengelola, seperti yang terjadi
tahun lalu di Lampung.
Dulunya, PTN itu hanya memiliki dua jalur, tes dan tanpa tes. Dan galibnya, setiap memasuki bulan Juli, PTN tidak menerima lagi mahasiswa baru, Tentu, mereka yang tidak lolos di dua jalur seleksi di PTN itui, mereka berbondong-bondong mencari PTS sesuai yang diharapkan.
Dengan tidak adanya pengaturan jadwal penerimaan mahasiswa bagi
PTN seperti dulu, pasti PTS KMKM akan kena getah dan _keok_ saat ini. Dampakya,
PTS KMKM, biaya kuliahnya, pasti banyak yang diobral. Jadilah, PTS _dhuafa_.
Selain itu, aturan yang
ketat dengan menstandarisasi semua PT dengan perspektif (paradigma) negeri dan
PTS pemodal kakap, banyak PTS KMKM sulit memenuhi persyaratan itu. Mulai dari
soal rasio dosen, mahasiswa, akreditasi, penjaminan mutu, kepangkatan dosen,
rasio bangunan perkulihan, termasuk lab, perpusatakan, ruang praktikum, hingga
fasilitas sarana dan prasarana lainnya.
Kendati ada kebijakan
MKBM (Merdeka Bekajar Kampus Merdeka) dan kebijakan lainnya, sejatinya belum
mampu mendongrak kemerdekakan kampus. MBKM lebih banyak membidik kemerdekaan
pembelajaran mahasiswa.
Sementara dosen masih
tersandera dengan pelbagai aturan kaku dan kikuk. Aturan-aturan yg ketat
seperti itu, tentu gampang di manipulasi. Dosen rawan terseret pada perilaku yg
kurang elok, misalnya, plagiasi, menjadi tukang koleksi KUM dan dokumen, dan
lainnya, sehingga dosen kehilangan elan perspektif dan visi pengembangan
kemajuan masyarakat.
Ujungnya, PT sulit
memberi inovasi demi kemajuan masyarakat. Buktinya, indeks _Total Factor
Productivity (TFP)_ sumberdaya manusia Indonesia makin _nyungsep_.
Produktivitas kita rendah, karena kurang di dukung oleh inovasi berbasis
pengetahuan dan teknologi. Kemana luaran PT-PT yang hebat itu?
Jika pola-pola
kebijakan terhadap pengaturan penerimaan mahasiswa baru itu tidak diatur, jgn
berharap Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi akan terdongrak. Yang
memungkinkan kuliah, tidak akan merata. Masyarakat pelosok2 dusun akan sulit
terakses karena PTS-PTS KMKM akan mati suri. Hidup segan, mati tak mau. _La
yamutu wala yahya_. _Last but not least_ Pemerintah memang sengaja
"menggorok" mereka spy cepat mati.***