Anwar Usman Diberhentikan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi

DIBERHENTIKAN. Ketua MKMK, Jimly Asshidiqqie (kanan) membacakan putusan memberhentikan Anwar Usman (kiri) sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, dalam pembacaan putusan MKMK di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 07 November 2023.



--------

Rabu, 08 November 2023

 

Anwar Usman Diberhentikan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi

 

MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan untuk menjatuhkan sanksi memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Selasa, 07 November 2023, setelah terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim MK terkait putusan kasus batas usia calon presiden.

“Menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan keseataraan, independensi dan kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK, Jimly Asshidiqqie, dalam pembacaan putusannya di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 07 November 2023.

Dengan pembuktian ini, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada Anwar Usman dari jabatan ketua MK.

“Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pemimpin yang baru, sesuai peraturan perundang-undangan,” tambah Jimly.

Putusan ini dibacakan setelah MKMK merampungkan proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etik hakim pada Jumat pekan lalu.

Jimly mengatakan, Anwar Usman juga tidak berhak mencalonkan diri, atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK), sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir.

“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri, dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam pekara perselisihan hasil pemilu, pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati dan wali kota, yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” kata Jimly yang juga mantan Ketua MK (Periode 2003-2008).

Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion.

Anggota MKMK Bintan R Saragih menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap hakim konstitusi Anwar Usman.

Dalam dissenting opinion-nya, Bintan mengaku selalu berpikir dan berpendapat sebagai seorang ilmuwan atau akademisi. Karena itu, dalam memandang dan menilai suatu masalah, berdasarkan apa adanya (just the way it is).

“Itulah sebabnya dalam memberi putusan pada pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi a qua, saya memberi putusan sesuai aturan yang berlaku dan tingkat pelanggaran Kode Etik yang terjadi dan terbukti yaitu sanksi bagi Hakim Terlapor (Anwar Usman) berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi,” kata Bintan Saragih membacakan dissenting opinion-nya setelah Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie selesai menyampaikan putusan MKMK atas hakim terlapor Anwar Usman.

 

Majelis Kehormatan Tidak Berwenang Menilai

 

Secara keseluruhan, MKMK memeriksa 11 isu pelanggaran etik hakim MK terkait putusan batas usia Capres-Cawapres yang akhirnya membuka jalan bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden di Pilpres 2024 di umur 36 tahun.

Kesebelas isu itu mencakup soal Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, yang tak mengundurkan diri saat memutus perkara 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Isu ini menjadi persoalan karena Anwar merupakan ipar Jokowi, yang berarti juga paman dari Gibran. Dengan demikian, Anwar sebenarnya memiliki konflik kepentingan.

Masalah lainnya mencakup kebohongan Anwar dan dugaan pembiaran delapan hakim konstitusi lain ketika sang ketua MK turut memutus perkara walau terdapat potensi konflik kepentingan.

Dari 21 laporan, MKMK menjadikan empat putusan yang dibaca, Selasa (07/11). Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, pihaknya menjadikan 4 putusan untuk efisiensi.

Menjelang pembacaan putusan MKMK, ratusan orang menggelar aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, yang berlokasi di dekat Gedung MK.

Namun, keputusan MKMK ini tidak menyentuh “perkara 90” yang menuai polemik. Perkara yang diputuskan oleh Anwar Usman ini mengenai syarat Capres-Cawapres di bawah usia 40 tahun selama bakal calon berpengalaman sebagai kepala daerah.

“Majelis kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, keputusan Mahkamah Konstitusi No.90/PUU/XXI/2023,” tambah Jimly.

Selain itu, penggunaan Undang Undang Kekuasaan Kehakiman tidak relevan digunakan dalam putusan ini.

Salah satu pasalnya, menyebutkan bahwa hakim terbukti melanggar konflik kepentingan bisa langsung diberi sanksi, dan memerintahkan pemeriksaan kembali perkara yang sama dengan yang sudah diputus sebelumnya tanpa hakim melibatkan yang memiliki konflik kepentingan.

“Tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap Undang Undang Dasar oleh Mahkamah Konstitusi,” tambah Jimly.

MKMK juga memutuskan seluruh hakim konstitusi terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi terkait dengan dugaan kebocoran rapat tertutup, serta praktik pelanggaran berbenturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang wajar, dan tidak ada saling mengingatkan antar hakim. Dalam konteks perkara ini, seluruh hakim konstitusi dikenakan sanksi teguran lisan. (win)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama