-------
PEDOMAN KARYA
Senin, 20 November 2023
Berinfaq
adalah Syarat untuk Meraih Segala Kebajikan
Oleh:
Abdul Rakhim Nanda
(Sekretaris
Muhammadiyah Sulsel / Wakil Rektor I Unismuh Makassar)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
Kamu sekali-kali tidak
sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian
harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya. (QS Ali Imran/3: 92)
Ditinjau dari kosa kata
linguistik (mufradat lughawiyyah), kata “lan tanâlû” berarti “sekali-kali
kalian tidak akan menemukan” atau “sekali-kali kalian tidak akan mendapatkan”,
sementara kata “al birra” berarti “segala bentuk kebaikan.”
Dengan demikian, kata
“lan tanalu al birra” mempunyai arti “sekali-kali kalian tidak akan mendapatkan
segala bentuk kebaikan”. Kalimat ini menunjukkan satu syarat, dimana bila
syarat tersebut tidak dipenuhi, maka maksud dan tujuannya tidak akan pernah
tercapai.
Quraish Shihab (2002)
menerangkan bahwa al birr; “kebajikan mencakup segala bidang termasuk keyakinan
yang benar, niat yang tulus, dan –termasuk-- kegiatan badaniah….”
Hal ini dikuatkan
dengan firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surah al-Baqarah/2: 177 dimana cakupan
al-birr meliputi sifat-sifat keberimanan, kedermawanan, empati, menepati janji
dan sabar dalam segala bentuk ujian dan cobaan. Dalam al Quran surah
al-Maidah/5: 2, Allah SWT menempatkan kata al-birr sepadan dengan kata taqwa.
Dalam ayat 92 Surah Ali
Imran yang sedang kita baca ini, Allah SWT menunjuk satu syarat untuk
mendapatkan kegala bentuk kebajikan yakni berinfaq; “Kamu sekali-kali tidak
akan sampai kepada kebajikan sebelum kamu menginfaqkan (menafkahkan) sebagian
harta yang kamu cintai (permulaan ayat).”
Sebuah kalimat
penegasan dari Allah SWT yang menunjukkan betapa kedudukan berinfaq ini menjadi
penentu tercapainya suatu tujuan dakwah yang hakiki yakni al-birr (segala
bentuk kebaikan).
Dalam menafsirkan ayat
ini, Wahbah az Zuhaili (2021) menjelaskan:
“Sekali-kali kalian
tidak akan mencapai pahala kebajikan yaitu surga, dan sekali-kali kalian tidak akan
dikategorikan sebagai orang yang baik yang berhak mendapatkan ridha, karunia
dan rahmat Allah SWT, serta terjauhkan dari siksa-Nya, sebelum kalian
menginfaqkan sebahagian dari harta yang paling kalian cintai…,”
Untuk mendekatkan
pemahaman kita terhadap fungsi dan peran infaq dalam konteks pencapaian
kebaikan, dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Seseorang atau
sekelompok orang yang memiliki impian kuat untuk meraih suatu kebaikan, namun
mereka berada di satu tempat, sementara kebaikan berada di tempat lain. Kedua
tempat tersebut dipisahkan oleh sebuah jurang yang sangat curam, sangat dalam,
dan sangat lebar.
Para pemilik mimpi itu
berdiri tertegun memandangi kebaikan di seberang sana, namun tak berdaya untuk
menggapai kebaikan itu karena ada jurang yang memisahkan.
Dalam keadaan tertegun
itulah Allah SWT menyapanya; “Berinfaqlah…! wahai sekalian yang memiliki
keinginan meraih kebaikan di seberang sana, karena infaq itu yang akan menjadi
jembatan bagimu bahkan akan menjadi pesawat yang akan membawamu terbang untuk
meraih impianmu. Ketahuilah…! Tanpa “jembatan atau pesawat” infaq itu, kalian tidak
akan pernah sampai kepada ‘kebaikan’ di seberang sana.”
Tegasnya sekali lagi,
berinfaq adalah syarat untuk sampai kepada kebajikan. Oleh karenanya, sebagai
seorang aktivis dakwah, hal ini seyogyanya menjadi sebuah kesadaran bahwa
berinfaq untuk suatu kegiatan dakwah dalam rangka meraih tujuan dakwah yakni al
birr, adalah menjadi sebuah keniscayaan.
Kemudian lanjutan ayat
memandu kita kepada sebuah keyakinan akan janji Allah SWT bahwa: “Dan apa saja
yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (ujung ayat).
Imam As-Sa’di (2019)
dalam Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan mengantar kita
memahami ujung ayat ini dengan berkata; “Selain berinfaq dengan hal-hal yang
baik merupakan bentuk yang paling sempurna, maka seberapa pun seorang hamba
berinfaq, baik sedikit maupun banyak dari yang baik atau lainnya, “maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Allah akan memberikan
ganjaran kepada setiap orang yang berinfaq sesuai dengan amalannya, dan Allah
akan membalasnya di dunia dengan segera memberikan gantinya dan di akhirat
dengan kenikmatan yang tertunda.”
Mudah-mudahan dengan membaca
ayat ini, selaku hamba Allah yang bergerak dalam bidang dakwah kita sampai pada
sebuah kesadaran bahwa:
Pertama, berinfaq
adalah syarat untuk sampai kepada segala bentuk kebajikan, di mana kebaikan
inilah yang menjadi tujuan suci dari segala bentuk gerak dakwah yang
terus-menerus menjadi komitmen secara istiqamah bagi kaum muslimin yang
berharap berjumpa dengan Tuhan-nya dalam kedaan ridha dan diridhai
olehNya.
Kedua, menghindar dari
berinfaq, berarti sengaja melakukan sesuatu yang menghambat dirinya untuk sampai
kepada tujuan dakwah yang telah dicita-citakan.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita semua untuk mencintai kebajikan. Amin yâ mujîbassâilîn.***