PEDOMAN KARYA
Senin, 27 November 2023
Berinfaq
Selagi Masih Diberi Kesempatan Hidup di Dunia
(Sekretaris
Muhammadiyah Sulsel / Wakil Rektor I Unismuh Makassar)
yaaa
ayyuhallaziina aamanuuu angfiquu mimmaa rozaqnaakum ming qobli ay ya-tiya
yaumul laa bai'ung fiihi wa laa khullatuw wa laa syafaa'ah, wal-kaafiruuna
humuzh-zhoolimuun
Sebagai tanda sayang
Allah kepada hambaNya yang telah menyatakan dirinya beriman, Allah berfirman;
“Wahai orang-orang yang beriman…!” lalu diperingatkan-Nya dengan tegas (tarhib)
agar rezeki yang telah diberikan kepada orang beriman itu diboboti nilai
manfaat, sebelum tiba masa si pemilik rezeki itu tidak akan memperoleh
kemanfaatan rezekinya walaupun ia sangat ingin menginfaqkannya.
Allah berfirman;
“…infaqkanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan
kepadamu,…”, yakni infaqkan sebagian saja, tidak perlu semuanya, “…sebelum
datang hari…,” yakni akan datang suatu masa dimana kalian akan berpisah dengan
segala rezeki yang pernah atau sedang kalian miliki karena kalian harus meninggalkan
dunia ini.
Pada saat itulah kalian
menghadapi kenyataan bahwa; “…pada hari itu tidak ada lagi jual beli, serta
tidak ada lagi persahabatan dan syafa'at.”
Ya, tidak ada lagi jual
beli, serta tidak ada lagi persahabatan dan syafa'at. Imam As Sa’di (2019) menuliskan;
“tidak ada gunanya lagi saling tawar-menawar untuk berjual-beli dan semacamnya,
tidak pula bantuan-bantuan maupun syafaat.”
Buya Hamka (1996)
mengingatkan terkait kondisi ini bahwa; “Sampai di akhirat kelak tidak ada lagi
perdagangan…. Uang, kekayaan, pengaruh yang besar selama di dunia, tidaklah
dapat dipergunakan di akhirat buat membeli ampunan Tuhan atas kesalahan yang
diperbuat di kala hidup.
“Dan tidak ada
persahabatan dan tidak ada syafaat.” …meskipun engkau bersahabat karib dengan
seorang yang besar dalam hal agama, …tidaklah sahabat itu dapat menolongmu
waktu itu. Dan syafa’at pun tidak; yakni mengharapkan pengaruh dari seseorang
di sisi Tuhan, agar diringankan azab atas diri yang bersalah.”
Begitulah gambaran
betapa merugi kita yang mengaku orang beriman bila tidak memberi nilai bobot
rezeki kita melalui infaq di masa kita masih menikmati hidup di dunia ini, agar
bermanfaat dalam berbagai kehidupan dalam bingkai “fi sabilillah” di
jalan-jalan yang diridhai Allah di dunia ini, sekaligus sebagai simpanan yang
manfaatnya dapat diperoleh di negeri akhirat dimana tak ada sesuatu penolong pun
kecuali rahmat Allah SWT dari sebab-sebab ketaatan dan keimanan kita kepadaNya.
Kemudian di ujung ayat,
Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”
Dimana terdapat setidaknya ada dua pendapat mufassir terkait kalam ini.
Wahbah az Zuhaili
(2021) mengutip pendapat Hasan Bashri bahwa yang dimaksud orang kafir di sini
adalah; “orang yang kafir kepada Allah atau kepada apa yang ditetapkan dan
diwajibkan atas mereka…,yakni kewajiban membayar zakat. Karena yang dimaksud
perintah berinfaq di sini adalah infaq yang bersifat wajib (zakat) karena
sesuai dengan ancaman bahwa orang-orang yang meninggalkan kewajiban membayar
zakat adalah orang-orang yang dzalim.”
Az Zuhaili dalam
menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa; “Allah SWT memerintahkan orang-orang
mukmin yang memiliki keimanan yang benar dan sungguh-sungguh untuk berinfaq di
jalan Allah SWT.”
Beliau menguatkan
pendapatnya dengan mengambil pendapat ‘Athiyyah yang berkata bahwa: “…ayat-ayat
sebelumnya yang membicarakan tentang perang; “dan sesungguhnya Allah SWT
menolong orang-orang mukmin dalam menghadapi orang kafir,” menguatkan bahwa
anjuran berinfaq di sini adalah anjuran berinfaq di jalan Allah SWT (fî
sabîlillâh).
Hal ini dikuatkan
dengan ayat yang berbunyi; “dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dzalim.”
Maksudnya, maka hadapilah mereka dengan berperang dan menginfaqkan harta.”
Bagi orang-orang
beriman, apalagi seorang aktivis dakwah, kiranya ayat ini menjadi motivasi
besar sebagai pendorong dalam kebiasaan berinfaq fîsabîlillâh, demi terwujudnya
kejayaan Islam.
Pada bagian Fiqih
Kehidupan, az Zuhaili dalam tafsirnya mengingatkan: “Dengan adanya kesadaran
menginfaqkan harta, terciptalah solidaritas di antara umat Islam. Bahkan
menginfaqkan harta adalah jalan yang harus ditempuh guna menjaga martabat,
kedudukan dan kehormatan umat Islam, guna mengambil kembali hak-hak umat Islam
yang terampas, serta menjaga kawasan dan tempat-tempat suci umat Islam.
Barang siapa yang
melalaikan kewajiban ini, padahal ia termasuk orang kaya yang mampu berinfaq,
maka hal ini akan menjadi sebab kehancuran dan kehinaan umat Islam. Karena
tidak akan ada kelangsungan hidup yang layak dan tidak akan ada kebahagiaan
bahkan bagi orang-orang kaya itu sendiri, jika tiga mata rantai yang menakutkan
telah menyerang sebagian individu umat, yaitu penyakit, kemiskinan, dan
kebodohan.” Dan ini adalah akibat dari kelalaian menunaikan kewajiban berinfaq
itu.
Semoga Allah SWT
senantiasa membimbing kita semua untuk mencintai kebajikan. Amin yâ
mujîbassâilîn.•
Sedekah atau berinfak tentunya mempunyai berbagai manfaat baik dalam kehidupan di dunia ataupun di akhirat kita semua. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan berfirman dalam Al Qur'an Surah Al Baqarah ayat 261, yang artinya:
BalasHapus“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah bagaikan sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
Setiap harta yang kita sedekahkan (atau infakkan) maka Allah akan membalas sebesar 700 kali lipat (kebaikan/pahala) bagi mereka yang sering bersedekah atau berinfak.