Direktur Jamaica Muslim Center, Imam Shamsi Ali dan tokoh Yahudi. (FOTO: Shamsi Ali for TIMES Indonesia) |
-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 28 November
2023
Brunch
Bersama Aktivis Yahudi di Kota New York
By
Shamsi Ali
Brunch adalah kombinasi
dua kata: “breakfast dan lunch”. Mungkin dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan dengan makan siang dini, sehingga makan siang yang terasa masih
sarapan.
Pada hari Ahad, 26 November
2023, saya diajak oleh seorang aktivis Yahudi untuk brunch dan
berbincang-bincang tentang banyak hal. Satu di antaranya yang kami diskusikan
adalah tentang gencatan senjata 5 hari antara Israel dan Palestina. Inilah yang
saya tuliskan secara singkat kali ini.
Kami mendiskusikan
apakah gencatan senjata ini menunjukkan kekuatan atau kelemahan? Apakah yang
lemah Israel atau Palestina? Apakah ini pertanda jika keduanya sudah melemah?
Adakah pihak yang diuntungkan? Apakah ada yang diuntungkan dan dirugikan dengan
gencatan senjata ini?
Salah satu hal yang
saya sampaikan dalam pembicaraan itu adalah bahwa “no one is winning with this
war” (tidak ada pemenang dalam peperangan ini).
Saya juga menegaskan
“What we want is a permanent ceasefire (yang kita inginkan adalah genjatan
senjata permanen). “Stop the war” (hentikan peperangan).
Saya juga sampaikan kepadanya:
“Mungkin Anda akan terkejut. Atau mungkin juga tidak percaya. Tapi yakinlah
bangsa Palestina tidak akan pernah lemah apalagi kalah, hingga menemukan
kemenangan sejati.”
Dia tiba-tiba menyela:
bagaimana bisa dikatakan menang? Begitu banyak warganya yang meninggal.
Rumah-rumah mereka diporak-porandakan. Sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah
sakit, bahkan rumah-rumah ibadah hancur. Menangnya di mana?”
Saya kemudian jelaskan:
“My friend, you certainly do not know. This is about faith and mindset. For
Palestinians, victory can not be measured by simply mathematical calculation or
number of the deaths and destructions of lives and properties” (Wahai teman,
pastinya Anda tidak paham. Ini masalah iman dan cara pandang. Bagi bangsa
Palestina, kemenangan itu tidak diukur dengan sekadar kalkulasi matematika.
Tidak dengan jumlah kematian dan kehancuran fisikal).
Saya kemudian melanjutkan:
“Bagi bangsa Palestina, kemenangan itu bisa karena salah satu dari dua
kemungkinan: mencapai cita-cita kemerdekaan negara mereka. Atau menang karena
mencapai cita-cita mulia “mati di jalan Tuhan.”
Dia sedikit terdiam.
Mungkn karena kata “mati di jalan Tuhan” ini masih menakutkan. Atau minimal dia
tidak paham.
Karenanya saya
lanjutkan: “Mati di jalan Tuhan itu artinya mati dengan misi mulia. Salah satu
misi mulia manusia adalah merdeka. “I am sure you will agree that being free is
a dream of every human being. Isn’t it?” (Saya yakin Anda setuju bahwa merdeka
itu adalah impian semua orang. Bukankah demikian?)” tanya saya.
Dua hanya diam sambil
menatap agak dalam. Saya kemudian menyampaikan terima kasih atas makanan yang
lezat. Kita kemudian berpisah dengan baik. Walaupun mungkin diskusi kita
menyisakan banyak teka-teki.
Teman ini seorang
Yahudi yang tidak mendukung pembantaian warga sipil di Gaza. Dia adalah Yahudi
yang tergabung dalam gerakan yang disebut “Jewish for Peace”. Kebetulan siang
ini mereka mengadakan demonstrasi mendukung Palestina di Kota New York. Seperti
yang mereka lakukan beberapa hari lalu di Station Grand Central New York.
Mereka mengajak saya
untuk hadir dan ikut dalam kegiatan yang disebut “civil disobedience”.
Demonstrasi yang melanggar aturan. Misalnya berbariing di jalan menutup lalu
lintas. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian publik dan otoritas. Dan
biasanya berakhir dengan penangkapan oleh kepolisian. Walaupun saya tidak
sempat hadir karena ada acara lain, saya sampaikan: “My heart and spirit are
with you all” (hati dan jiwa saya bersama kalian semua).
Banyak hal yang kami
bicarakan. Dan hampir dalam semua hal kami sepakat. Salah satunya gencatan
senjata harus bersifat permanen. Kami juga sepakat bahwa untuk penyelesaian
permanen masalah Palestina-Israel adalah dengan mengakhiri pendudukan Israel
dan berdirinya negara Palestina yang merdeka. Mungkin two states solution yang
selama ini didengungkan adalah solusi yang paling realistik dan bijak.
Lebih khusus lagi kami
sepakat bahwa apapun dan bagaimanapun yang terjadi antara Palestina dan Israel,
kita harus bersama-sama terus membela keadilan demi perdamaian dunia.
Itulah sekilas
perbincangan pada Hari Ahad di Kota Manhattan, New York City.
New York, AS, 26 November
2023
(Catatan Poetra Kajang dari
jantung kapitalisme dunia)