-----
PEDOMAN KARYA
Senin, 27 November 2023
Gencatan
Senjata Palestina – Israel
By
Shamsi Ali
Di akhir pekan kemarin
telah terjadi persetujuan gencatan senjata antara pejuang Palestina (saya
sengaja memakai kata Palestina karena ada kecenderungan saat ini memisahkan
Gaza dari Palestina) dan pemerintahan Israel. Ada dua negara yang terlibat
langsung dalam upaya terjadinya gencatan senjata ini; Amerika dan Qatar.
Yang menarik bagi saya
adalah keterlibatan dan kemampuan diplomasi Qatar sehingga menjadi pemain kunci
dalam konflik ini. Bukan Saudi Arabia, bukan juga Turki, atau negara-negara
yang berbatasan langsung dengan Palestina; Jordan dan Mesir misalnya.
Qatar memang tidak
secara langsung bertetangga dengan Palestina dan Israel. Qatar juga adalah
negara yang secara geografis sangat kecil. Negara ini dapat dikelilingi dalam
masa kurang dari satu jam dengan mobil.
Penduduknya (asli
Qatar) hanya sekitar 2.7000-an orang. Tapi Qatar mampu menunjukkan gigi dalam
banyak hal ke dunia internasional. Salah satunya Qatar telah berhasil sebagai
tuan rumah kejuaraan sepak bola dunia yang paling bergengsi dalam sejarahnya.
Saya melihat kehebatan
Qatar ini memungkinkan karena memang Qatar merupakan salah satu negara yang
kaya secara ekonomi. Tidak saja karena minyak. Tapi juga karena memang, seperti
yang biasa saya sebutkan, cukup terdidik sebelum pundi-pundi kekayaan itu
terbuka lebar. Mereka mampu mengelola kekayaan alam (minyak) mereka dalam
membangun negara, termasuk di bidang pendidikan. Hampir semua universitas
terkenal dunia ada di Qatar.
Tapi yang paling menentukan
dari semua itu adalah kepemimpinan dari negara tersebut. Amir Qatar, Sheikh
Tamim bin Hamad Al Thani, yang masih relatif muda itu, adalah sosok yang cukup
ideal dalam mengelola pemerintahan negaranya.
Walaupun dikenal
sebagai negara non-demokratis, tapi warga negaranya merasakan nilai-nilai demokrasi
yang tumbuh dari ajaran Islam yang mereka taati dengan penuh komitmen.
Kepemimpinan yang hebat inilah menjadikan kehebatan Qatar diakui oleh dunia
internasional.
Tentu ini sangat
berbeda dengan negara lain yang sering “mengaku” akan melakukan sesuatu untuk
menghentikan serangan Israel. Yang terjadi justru direspons dengan lelucon oleh
pihak lain. Tidak direspons secara serius. Karena pihak lain itu paham bahwa
yang bersangkutan tidak punya bobot dan konsep jelas tentang isu
Palestina-Israel.
Dan juga tidak bisa
memainkan “bargaining” besar yang dimiliki oleh negaranya. Salah satu
penyebabnya adalah karena adanya mental “peminta-minta”. Selalu mengharap belas
kasih, baik itu utang atau investasi.
Kembali ke gencatan
senjata antara pejuang Palestina dan Israel tadi. Gencatan senjata ini
dimunculkan di publik sebagai gencatan yang bersifat lebih disebabkan oleh
kemanusiaan. Di mana mereka yang ditahan (dalam bahasa musuh Palestina:
diculik) pejuang Palestina akan dilepaskan. Sebaliknya sebagian warga Palestina
yang ditahan oleh Israel juga akan dilepaskan. Juga agar bantuan kemanusiaan
bisa lebih lancar untuk warga Gaza.
Yang mungkin kita gagal paham adalah kenyataan bahwa Israel memang sangat terpaksa menerima persetujuan ini karena beberapa faktor lain. Kita ketahui bahwa karakter radikal Pemerintahan Benjamin Netanyahu sebenarnya menginginkan penghancuran secara total (total elimination) kepada Gaza dan warganya.
Bagi Israel semua warga Gaza harus lenyap; terbunuh atau keluar dari daerah itu. Akan tetapi keadaanlah yang memaksanya sehingga Israel menerima tawaran gencatan senjata itu.
Saya akan menyebutkan
tujuh faktor utama kenapa Israel menerima tawaran gencatan senjata ini.
Karena kuatnya tekanan
warga Israel kepada pemerintahan Natanyahu, khususnya mereka yang punya
keluarga ditahan di Gaza. Konon kabarnya ada sekitar 230 orang yang ditahan
oleh pejuang Palestina. Benjamin Natanyahu mencari “keselamatan”. Walaupun
semua tahu jika Natanyahu telah menamatkan riwayat politiknya dengan
kekejamannya sendiri.
Karena memang secara
militer Israel mengalami lebih banyak korban. Selain banyaknya tentara mereka
yang mati, juga alat-alat perang mereka banyak yang berhasil dihancurkan. Untuk
menutupi semua itu, Israel membabi buta dengan menyerang rakyat sipil dari
udara.
Secara ekonomi Israel
saat ini mendekati titik terendah. Harapan bantuan dari US sebesar $40 milyar
belum juga disahkan oleh Senat. Bukan karena mereka tidak mendukung Israel.
Tapi karena dana yang diajukan ini sekaligus juga $60 Milyar untuk Ukraina.
Republikan masih
menolak usulan ini. Pada saat yang sama banyak perusahaan-perusahanan yang
selama ini mendukung Israel secara ekonomi sangat terdampak dengan gerakan
boikot selama ini.
Israel saat ini
mengalami sakarat secara diplomasi. Selain karena dunia keterbukaan dengan
media yang tidak terbatasi oleh penguasa dunia (pemilik kapital). Juga karena
arogansi diplomat-diplomat Israel di mana-mana, termasuk di PBB New York. Belum
lagi gerakan masyarakat luas dunia yang hampir 90% mendukung bangsa Palestina.
Tumbuhnya kesadaran
yang tinggi masyarakat Yahudi dunia, termasuk komunitas Yahudi di Amerika, akan
bahaya masa depan mereka. Mereka sadar bahwa apa yang dilakukan oleh Israel
saat ini semakin menambah luka dan kebencian orang kepada mereka. Dan karenanya
mereka sadar bahwa masa depan mereka semakin terancam. Perlu diketahui bahwa
Yahudi di dunia hanya 16 juta. Sementara umat Islam itu hampir 2 milyar
manusia.
Dukungan dari beberapa
negara yang disebut aliansi Israel mulai berubah. Prancis sudah menyerukan
gencatan senjata. Kanada dan Amerika juga mulai berubah. Perubahan sikap ini
disebabkan oleh kuatnya tekanan dari masyarakat mereka masing-masing.
Joe Biden misalnya
sangat khawatir kehilangan suara komunitas Muslim dan Arab. Saya sering
sampaikan ini kepada partner interfaith saya bahwa tidak ada yang permanen.
Yang permanen hanya kepentingan. Ingat, ada masanya kepentingan Amerika akan
berubah karena perubahan itu sendiri.
Kekejaman Israel di
Gaza semakin membuka mata nurani banyak orang di seluruh dunia tentang apa dan
siapa serta bagaimana sesungguhnya yang terjadi di kawasan itu. Hal ini karena
faktor media sosial semakin terbuka. Israel sadar bahwa kebohongan-kebohongan
yang mereka lakukan selama ini akan semakin terekspos dan menjadi bumerang bagi
Israel sendiri.
Demikian tujuh alasan
kenapa Israel terpaksa menerima persetujuan gencatan senjata ini. Justru yang
belum dirasakan oleh Israel adalah tekanan riil dunia Islam. Dunia Islam masih
sebatas “seruan-seruan.”
Bayangkan kalau UAE
atau Turki langsung mengusir Dubes Israel. Atau Saudi mengeluarkan ultimatum
jika serangan tidak dihentikan Saudi akan mengambil aksi…apapun yang dimaksud
dari gertakan itu. Wallahu a’lam!
Jamaica City, 26
November 2023
(Catatan Putra Kajang di Kota New York).