------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 07 November
2023
Menulis
Opini dan Esai di Medsos dan Media Massa
Oleh:
Asnawin Aminuddin
Sejak bisa membaca,
mungkin kelas satu atau kelas dua SD, saya memang sudah hobi membaca. Saya
membaca apa saja yang bisa dibaca. Mulai dari buku, koran, majalah, tulisan di
pembungkus (makanan, minuman, bedak, dll), sampai nama toko dan nama jalan bila
sedang melintas di jalanan.
Saya juga senang dan
rajin membaca Al-Qur’an dan sudah khatam sejak kelas empat atau kelas lima SD,
lalu kemudian menjadi asisten guru mengaji, yang waktu itu guru mengaji kami
adalah ibu dari ibu saya alias nenek kami sendiri.
Dua dari empat kakak
saya, sayalah yang melanjutkan mengajarinya mengaji sampai khatam (waktu itu
kami sebut Tamat Qur’an Besar), padahal mereka lebih duluan mengaji.
Sejak SD, saya juga
sudah menulis puisi (waktu itu disebut sanjak) dan juga menulis cerpen.
Rasa-rasanya tidak banyak teman seusia saya waktu itu yang rajin menulis.
Saya juga sering
diminta oleh guru di sekolah untuk meng-imla’, membacakan isi materi mata
pelajaran untuk ditulis teman-teman di kelas. Artinya, sejak SD saya sudah jadi
asisten guru, he..he..he..
Waktu SD sampai SMP,
rumah yang paling sering saya kunjungi yaitu rumah salah seorang paman saya. Kami
memanggilnya Etta Mappa’, yang waktu itu menjadi pejabat publik sebagai Anggota
DPRD Kabupaten Bulukumba.
Saya sering ke rumahnya
karena sebagai Anggota DPRD, ia mendapat jatah langganan koran dan majalah.
Waktu itu, langganannya antara lain koran Harian Pedoman Rakyat, Koran Harian Kompas,
dan juga Majalah Panjimas (Panji
Masyarakat).
Saya membaca apa saja
yang bisa dibaca, tapi ada dua bacaan favorit saya yaitu cerpen dan kisah
tokoh-tokoh agama, penemu, pejabat, dll. Mungkin karena itulah, saya selalu
memasukkan kisah-kisah dalam berbagai tulisan dan setiap kali berceramah di
masjid (sebagai muballigh) setelah dewasa.
Satu lagi hobi saya
ketika masih sekolah, yaitu saya senang korespondensi. Dulu namanya sahabat
pena. Saya saling berkirim surat dengan orang-orang seusia di berbagai daerah.
Kami berkenalan lewat
surat menyurat yang dikirim lewat Kantor Pos, dan juga berbagi cerita. Sayalah
yang berinisiatif mengirim surat untuk berkenalan setelah melihat foto dan
alamat mereka terpajang di koran atau majalah.
Surat yang dikirim ketika
itu butuh waktu berhari-hari untuk sampai di alamat tujuan, begitu pun surat
balasannya.
Setelah kuliah, saya
melanjutkan kebiasaan menulis dengan menulis artikel opini untuk dimuat di
koran Harian Pedoman Rakyat dan koran
Harian Fajar, Makassar. Honor tulisan
lumayanlah untuk ukuran mahasiswa, he..he..he..
Waktu itu, saya kuliah
di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK), Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (IKIP) Ujungpandang. Sekarang berganti nama menjadi Fakultas
Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Makassar (UNM).
Karena saya mahasiswa
Fakultas Olahraga, maka saya lebih banyak menulis artikel olahraga, tetapi saya
juga menulis artikel umum, juga menulis cerpen dan puisi.
Jadi
Wartawan
Tahun 1992, Koran
Harian Pedoman Rakyat membuka
pendaftaran calon reporter (wartawan) dan saya mendaftar bersama lebih dari 100
orang lainnya. Syarat pertama yaitu harus sarjana. Pada waktu yang hampir
bersamaan, saya juga mendaftar sebagai calon guru PNS di Makassar.
Waktu itu, saya sudah
bekerja sebagai guru honorer mata pelajaran olahraga dan juga diminta
mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia di STM Dharmawirawan Pepabri
Bulukumba (sekarang SMK Dharmawirawan Pepabri Bulukumba).
Terus terang saya tidak
punya pengetahuan, apalagi pengalaman jurnalistik ketika mendaftar sebagai
calon reporter Harian Pedoman Rakyat
pada tahun 1992.
Saya berani mendaftar
jadi calon wartawan karena saya seorang penulis dan tulisan saya cukup banyak
yang dimuat di Harian Pedoman Rakyat
selama masih kuliah (1986-1991).
“Tentu nama saya sudah
cukup dikenal di redaksi Pedoman Rakyat,”
pikir saya waktu itu.
Pengumuman calon guru
PNS hampir bersamaan dengan pengumuman calon reporter Harian Pedoman Rakyat.
Hasilnya, saya tidak lulus jadi guru PNS, tapi lulus jadi calon reporter Harian
Pedoman Rakyat.
Saya diterima sebagai
calon reporter bersama sekitar 25 orang lainnya. Namun ternyata, kami belum
diterima secara penuh, karena masih ada masa percobaan selama tiga bulan, kalau
tidak salah Januari hingga Maret 1992.
Tiga bulan kemudian,
keluarlah pengumuman dan saya dinyatakan lulus bersama enam orang lainnya,
yakni saya sendiri Asnawin, Mohammad Yahya Mustafa, Mustam Arif, Rusdy Embas,
Ely Sambominanga, Indarto (alm), dan Elvianus Kawengian (alm).
Sejak itulah, kami
menjadi wartawan Harian Pedoman Rakyat, sampai akhirnya Harian Pedoman Rakyat
tidak terbit lagi pada September 2007.
Gaya
Penulisan
Setelah menjadi
wartawan, saya tentu lebih bebas lagi menulis. Selain menulis berita, saya
tetap banyak menulis artikel, juga menulis berita dalam bentuk feature dan
reportase.
Dengan seizin
teman-teman di redaksi harian Pedoman Rakyat, saya membuka kolom “Lanskap” yang
dicantolkan pada rubrik Opini halaman 4, setiap hari Senin. Kolom Lanskap
adalah opini saya dengan gaya esai.
Gaya penulisan saya
banyak dipengaruhi tulisan Sumohadi Marto Siswoyo atau Sumohadi Marsis, pendiri
dan Pemimpin Redaksi Tabloid Bola (Tabloid Bola awalnya terbit setiap hari
Jumat sebagai sisipan Koran Harian Kompas, lalu kemudian Tabloid Bola berdiri
sendiri dan saya selalu membeli setiap terbit).
Sumohadi Marsis punya
rubrik di Tabloid Bola yang diberi nama “Catatan Ringan”. Isinya benar-benar
catatan ringan, ringan bahasanya, kalimatnya pendek-pendek, tidak menghakimi,
tidak menghujat, dan selalu diselingi humor.
Gaya penulisan saya
juga banyak dipengaruhi oleh gaya tulisan HM Dahlan Abubakar, guru jurnalistik
pertama saya di Harian Pedoman Rakyat. Beliau selain sebagai wartawan (mantan
Pemimpin Redaksi Harian Pedoman Rakyat), juga seorang dosen (Universitas
Hasanuddin) dan banyak menulis buku.
Mengajar
di Kampus
Ketika Harian Pedoman
Rakyat tidak lagi terbit, saya mengajar sebagai dosen luar biasa di Universitas
Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar (2008-2014), di Institut Pemerintahan
Dalam Negeri (IPDN) Makassar (tahun 2010), di Universitas Negeri Makassar (UNM,
tahun 2020), serta di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar (2007-2014),
dan di Universitas Pancasakti (Unpacti) Makassar (masih mengajar sampai
sekarang).
Saya mengajarkan
beberapa mata kuliah, antara lain mata kuliah Jurnalistik, mata kuliah
Penulisan Artikel, Esai dan Opini, mata kuliah Teknik Peliputan Berita, mata
kuliah Teknik Penulisan Berita, mata kuliah Kehumasan dan Keprotokolan, mata
kuliah Dasar-dasar Public Relation, mata kuliah Public Speaking dan Retorika, serta
mata kuliah Pengembangan Kepribadian dan Human Relation.
Mata kuliah apapun yang
saya ajarkan, saya selalu mewajibkan mahasiswa membuat tulisan, baik berupa
makalah maupun artikel ilmiah populer atau artikel opini. Itu saya lakukan,
karena saya ingin semua mahasiswa bisa dan mahir menulis artikel opini.
Menulis
di Media Sosial
Tahun 2017, saya
menulis secara rutin opini dalam bentuk obrolan di media sosial Facebook,
dengan nama “Obrolan Daeng Tompo dan Daeng Nappa.”
Tulisan itu berisi
obrolan antara dua tokoh rekaan bernama Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’, yang
sambil ngopi membahas berbagai masalah, mulai dari masalah keseharian,
masalah-masalah sosial kemasyarakatan, masalah politik dan pemerintahan, hingga
masalah agama.
Beberapa teman
menyarankan agar tulisan-tulisan dalam Obrolan Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’
dikumpulkan dan dibukukan. Mudah-mudahan hal itu dapat terwujud.
Materi
Khutbah Jadi Artikel Opini
Dalam beberapa tahun
terakhir, saya aktif berceramah di masjid, baik ceramah singkat yang biasa
disebut kultum (kuliah tujuh menit), maupun ceramah tarwih dan khutbah Jumat.
Materi khutbah Jumat selalu saya buat secara tertulis agar terdokumentasi.
Belakangan saya
kemudian mengubah materi khutbah tersebut menjadi artikel opini dan memuatnya
di media daring, antara lain di Pedoman Karya (www.pedomankarya.co.id),
di website MUI Sulsel (https://muisulsel.com/),
dan di website MUI Pusat (https://mui.or.id/).
Saya berharap
tulisan-tulisan saya bermanfaat bagi banyak orang dan semoga menjadi amal
jariyah bagi saya, amin.***