-------
Senin, 20 November 2023
Murid
Laki-laki Akbidak pada Jumat Ibadah
di SD Inpres Cilallang Makassar
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Ada yang berbeda saat pelaksanaan Jumat
Ibadah di SD Inpres Cilallang, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Jumat, 17
November 2023. Siswa lelaki yang biasanya mengenakan gamis, hari itu mereka akbidak
(bahasa Makassar) atau melipit sarung.
Darmawati SPdI, guru
Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk kelas 1-6B, mengatakan, anak-anak mengenakan
sarung atau akbidak untuk mengimplementasikan inovasi PUSAKA yang sedang
digalakkan di SD Inpres Cilallang. Salah satunya, melalui pembiasaan siswa yang
mencerminkan kearifan lokal.
PUSAKA merupakan
akronim dari Pelestarian Budaya, Bahasa, Keaksaraan dan Sastra Daerah. Kepala
UPT SPF SD Inpres Cilallang, Dra Hj Hasniah, sudah mencanangkan PUSAKA sebagai
inovasi sekolahnya. Tujuannya agar anak-anak mempraktikkan kembali nilai
budayanya sebagai bagian dari pendidikan karakter.
“Jadi saya menyampaikan
kepada siswa laki-laki untuk memakai sarung (akbidak) pada saat pelaksanaan jumat
ibadah setiap hari Jumat,” jelas Darmawati.
Informasi yang
dibagikan lewat grup WhatsApp kelas masing-masing ini, dimaksudkan agar
anak-anak tidak lupa atau bisa belajar memakai sarung dengan akbidak. Sarung
memang merupakan budaya Indonesia yang sangat multifungsi.
Sejak dahulu, sarung
digunakan sebagai busana saat shalat, apalagi saat Hari Raya Lebaran. Itu
karena alasan praktis dan punya banyak corak dan warna. Sarung juga dipakai
sebagai pakaian tradisional saat pesta pernikahan atau upacara adat. Sulawesi
Selatan bahkan punya sarung khas yang disebut lipa’ sabbe, dengan bahan sutra.
Dalam banyak situasi
dan aktivitas, masyarakat juga kerap sekali tampil dengan mengenakan sarung,
baik laki-laki maupun perempuan. Sarung
antara lain dipakai oleh ibu-ibu di pasar, juga oleh para nelayan.
Cara mengenakannya pun
macam-macam, bisa dengan cara diselempang, dililitkan atau diikat di pinggang,
bisa pula untuk membungkus badan ketika malam atau saat tengah kedinginan.
Saking banyaknya fungsi
sarung sehingga ada yang berupaya membuat gerakan mempopulerkan sarung sebagai
gaya urban, yang disebut sarung is my new
denim. Hanya saja, belakangan keberadaan sarung tergeser oleh celana
panjang atau busana lainnya. Akibatnya, tidak semua anak bisa mengenakan sarung
dengan cara akbidak.
“Tabe, sebaiknya anak
ta’ sudah diajari akbidak di rumah. Jadi pada saat di lapangan sekolah,
masing-masing anak sudah bisa akbidak sendiri,” tambah Nurhaedah SAg, guru PAI
untuk kelas 1-6A.
Ditambahkan, ada
sebagian anak yang sudah akbidak dari rumah. Ada pula yang baru memakai sarung
saat di sekolah. Itupun masih ada beberapa anak yang salah dalam akbidak.
Mereka melilitkan sarungnya, bukan dipakai atau gulung ke dalam.
Jumat Ibadah itu
sendiri berjalan khusyuk. Dipimpin oleh Nurhaedah dan Darmawati, selaku guru
agama Islam. Anak-anak, laki-laki dan perempuan, melantunkan selawat nabi,
dilanjutkan shalat dhuha berjamaah, lalu zikir dan berdoa bersama. Imam shalat
biasanya bergantian. Namun, pada Jumat kemarin, yang bertindak sebagai imam
adalah Abbad Syam, murid kelas 4A.
Jumat Ibadah di mana
siswa laki-laki mengenakan sarung ini mendapat dukungan dari guru dan beberapa
orang tua. Mereka terlihat membantu siswa dalam memakai sarungnya untuk
akbidak. Semua siswa bergabung dalam kegiatan Jumat Ibadah ini, baik dari SD
Inpres Cilallang maupun SD Negeri Rappocini.
Darmawati menyampaikan,
rencananya, untuk Jumat Ibadah berikutnya, akan ada pembelajaran membudayakan
duduk bersila atau assulengka. Aktualisasi nilai budaya ini bagian dari program
inovasi PUSAKA, yang jadi komitmen SD Inpres Cilallang. (rusdin tompo)