-------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 28 November
2023
Nikel
Indonesia, Political Engagement dan
Hilirisasi
Oleh:
A. Ikram Rifqi
(Calon Ketua Umum PB
HMI 2023-2025)
Hilirisasi merupakan
langkah evolusi ekonomi yang berkelanjutan, di mana kebijakan industrialisasi
yang mengedepankan komoditas bernilai tambah tinggi dan diarahkan menuju
perubahan struktur ekonomi yang lebih kompleks.
Di Indonesia, Presiden
Joko Widodo telah menekankan sedari awal bahwa hilirisasi industri menjadi
salah satu langkah strategis bagi negara dalam mencapai status negara maju pada
tahun 2045.
Mengutip data
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, menjelang akhir
tahun 2023, pondasi perekonomian nasional Indonesia terus mengalami penguatan
dengan pencapaian Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2023 sebesar 5,17%.
Pertumbuhan yang
ekspansif ini, salah satunya didorong oleh sektor industri pengolahan yang
tumbuh sebesar 4,88% (yoy) dengan kontribusi mencapai 18,25% terhadap PDB.
Hal senada dalam publikasi
Bank Indonesia berjudul “Penguatan Sektor Ekonomi Indonesia: Tinjauan Local
Value Chain, Hilirisasi, dan Industri Hijau”, dijelaskan bahwa Hilirisasi
Sumber Daya Alam (SDA) merupakan elemen krusial untuk memperkuat struktur
ekonomi nasional.
Tidak hanya itu,
hilirisasi merupakan salah satu pilar utama untuk membuka peluang lapangan
pekerjaan seluas-luasnya. Ini terwujud melalui pengembangan sektor ekonomi biru
(blue economy) dan ekonomi hijau (green economy) di Indonesia.
Berdasarkan data
Kementerian Investasi/BKPM, ada 8 sektor dan 21 komoditas yang diprioritaskan
sebagai sektor potensial.
Di sektor green
economy, Kementerian Investasi/BKPM ingin menunjukkan pentingnya kerja sama
antar negara-negara anggota ASEAN dalam mendorong investasi untuk mencapai
Sustainable Development Goals (SDGs).
Di sektor blue economy,
Kementerian Investasi/BKPM menegaskan bahwa sektor tersebut memiliki potensi
nilai USD 45,4 Miliar, bahkan sumbangsih blue economy pada PDB diproyeksikan
mampu menembus angka 12,5% melalui sektor perikanan, industri maritim hingga
transportasi laut di tahun 2045.
Tentunya, sikap optimis
ini tidak terlepas dari posisi strategis yang dimiliki Indonesia dalam menuju
poros maritim dunia, yang selanjutnya kedua sektor ini, mampu membuka lapangan
pekerjaan sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia.
Apalagi, di sektor
mining sebagaimana dalam data Kementerian Investasi/BKPM, memiliki nilai yang
fantastis sebesar USD 431,8 Miliar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Presiden
Joko Widodo, bahwa melalui sektor mining ini akan mampu membuka lapangan
pekerjaan bagi masyarakat Indonesia sebesar 40 kali lipat.
Sebagaimana dalam
kegiatan bedah buku Elisa Sugito yang berjudul Nikel Indonesia Kunci
Perdagangan Internasional, saya (A. Ikram Rifqi) selaku kandidat potensial
Ketua Umum PB HMI di Kongres tahun ini menyampaikan, bahwa “di samping sektor
mining/pertambangan di Indonesia dapat menjadi global key player melalui skema
hilirasi, good mining practice juga mesti menjadi rule of play dalam
penerapannya untuk mewujudkan keberlanjutan.”
Dengan kata lain, tidak
hanya penting untuk mengoptimalkan nilai tambah dalam rantai produksi, tetapi
juga menjalankan praktik pertambangan yang berkelanjutan dan sesuai dengan
standar keberlanjutan.
Ini mencerminkan
kesadaran akan pentingnya mencapai keuntungan ekonomi tetapi turut juga
mempertahankan lingkungan dan memastikan kesejahteraan sosial.
Saya juga menyoroti
perluasan partisipasi anak muda, bahwa “keberkahan bonus demografi yang ada di
Indonesia hari ini ditandai dengan ramainya anak muda dalam berbagai sektor
kehidupan, dapat menjadi peluang emas agar anak muda berperan aktif dalam
mengawal good mining practice.”
Dalam hal ini, anak
muda dapat menjadi kekuatan utama dalam menanggapi tantangan reklamasi dan
relokasi tambang dengan melibatkan diri dalam penanaman bibit pohon.
Mereka tidak hanya
berperan dalam menjaga lingkungan tetapi juga berkontribusi terhadap
pembentukan ekosistem yang seimbang dan berkelanjutan. Pesan ini seolah
mengajak anak muda untuk menjadi garda terdepan dalam mewujudkan harapan akan
relokasi tambang yang bertanggung jawab.
Menyiapkan bibit pohon
tidak hanya sekadar tindakan fisik, tetapi juga simbolik dari keterlibatan
mereka dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Dengan menghubungkan penanaman
pohon dengan jaminan reklamasi, pesan ini mendorong anak muda untuk memahami
peran krusial mereka dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan.
Lebih dari itu, pesan
ini bisa menyemangati anak muda untuk menjadi pelopor inovasi dalam pengelolaan
reklamasi dan relokasi tambang. Mereka dapat memanfaatkan teknologi,
pengetahuan, dan semangat kreatif mereka untuk mengoptimalkan upaya-upaya ini,
menciptakan solusi yang tidak hanya efektif tetapi juga menarik dan inspiratif.
Dalam konteks itu pula,
saya menyebutkan pentingnya dua konsep kunci yang saling terkait perlu menjadi
perhatian, yaitu : partisipasi politik dan keterlibatan politik (political
engagement).
Perihal terkait
partisipasi politik adalah mencakup keterlibatan aktif masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan politik, seperti pemilihan umum atau mekanisme
partisipatif lainnya.
Meskipun partisipasi
politik penting, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa itu saja tidak cukup
untuk membangun daerah dan mengawal kebijakan.
Oleh karena itu,
diperlukan adanya political engagement.
Perihal political engagement dapat
diartikan sebagai keterlibatan aktif dan berkelanjutan dalam kegiatan politik,
bukan hanya sebatas partisipasi pada momen-momen tertentu.
Hal ini mencakup
pemahaman mendalam tentang kebijakan, advokasi, dan pengaruh dalam proses
keputusan politik.
Dalam konteks
pernyataan ini, political engagement
dianggap sebagai elemen yang dapat mengikat kebijakan yang mendukung
kesejahteraan masyarakat.
Hal tersebut dibutuhkan
untuk mencapai dampak yang lebih besar. Dengan ditekankan bahwa kolaborasi
antar daerah sangat penting. Kolaborasi daerah bukan hanya menciptakan kerangka
kerja di mana pemerintah lokal dapat saling bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama, tetapi juga membuka peluang untuk merumuskan kebijakan
pro-kesejahteraan masyarakat. Melalui kolaborasi ini, terjadi pertukaran
pengalaman, sumber daya, dan inovasi antar daerah, yang pada gilirannya
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan kebijakan.
Dengan demikian, konsep
kolaborasi daerah untuk Indonesia menjadi solusi yang diusulkan untuk mengatasi
keterbatasan partisipasi politik yang mungkin kurang mendalam.
Melalui kolaborasi,
daerah-daerah dapat saling mendukung dan memastikan implementasi kebijakan yang
memperkuat kesejahteraan masyarakat. Ini menciptakan ikatan yang lebih kuat
antara kebijakan dan kebutuhan nyata masyarakat, mencerminkan spirit political
engagement yang lebih holistik dan terpadu.***