------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 08 November 2023
Perang
Palestina – Israel; Kemenangan itu Nyata!
Oleh:
Shamsi Ali
(Imam di Islamic Center
of New York / Direktur Jamaica Muslim Center, New York, AS)
Penyerangan pejuang Palestina di tanggal 7 Oktober 2023, yang disebut sebagai “surprise attack” itu, ternyata menjadi memomentum yang lebih dahsyat akan kemenangan yang nyata (fathun mubinan).
Kesimpulan ini bukan
saja didasarkan kepada informasi langit (Devine revelation) yang pastinya tidak
diragukan (laa raeba fiih), tetapi fakta-fakta di lapangan sepanjang sejarah
peperangan itu membuktikan.
Pembantaian dan
genòsida dilakukan kepada bangsa Palestina, khususnya di Gaza, bukan hanya kali
ini. Sudah puluhan kali sejak pendudukan tanah mereka 75 tahun silam. Mungkin
yang mutakhir dan masih “fresh” di memori adalah pembantaian tahun 2002, 2005,
2008, 2012, hingga dua tahun lalu. Pada setiap serangan dan pembunuhan massal
itu ribuan warga Palestina yang syahid.
Belum lagi pembunuhan
harian yang terjadi di kota-kota lain Palestina, termasuk di Jenin dan
Ramallah. Dalam enam bulan terakhir sebelum pembalasan 7 Oktober itu
diberitakan tidak kurang dari 600 warga Palestina yang ditembak mati. Belum
lagi yang ditangkap dan/atau terluka dalam setiap insiden yang terjadi.
Namun catatan sejarah
mengatakan bahwa setiap kali serangan penjajah dengan pembunuhan massal (mass
murder) dan genosida itu terjadi bangsa Palestina bukannya semakin lemah,
apalagi menyerah. Mereka justru semakin kuat dan kokoh untuk memenangkan pertarungan itu.
Mungkin secara fisik
mereka mengalami banyak pengorbanan. Hingga saat ini misalnya tidak kurang dari
9000 warga sipil yang meninggal. 4000 ribu di antaranya adalah anak-anak.
Rumah-rumah mereka, fasilitas umum termasuk sekolah dan rumah sakit, bahkan
rumah ibadah (Masjid dan gereja) diluluh lantakkan) oleh tentara penjajah.
Belum lagi puluhan ribu yang luka dengan pengobatan yang sangat minim.
Namun semua itu
ternyata tidak menjadikan mereka para pejuang itu lemah. Apalagi menyerah.
Mereka justeru semakin kuat secara mental dan tekad dalam perjuangan. Persis
seperti yang digambarkan dalam Al-Qur’an: “mereka tidak bertambah kecual dalam
keimanan dan keislaman”.
Dalam dunia saat ini
peperangan dan akibatnya, kemenangan atau kekalahan, tidak bisa sekedar dinilai
dari interaksi fisik persenjataan. Peperangan itu memiliki sudut (angles) yang
sangat ragam. Benar ada sudut kontak fisik (physical clash). Tapi pada sisi
lain ada aspek diplomasi, politik, ekonomi, persepsi atau imej dan seterusnya.
Melihat peperangan ini dan menyimpulkan siapa yang kalah dan siapa yang menang,
harusnya dilihat pada semua sudutnya.
Dengan melihat kepada
semua sudut dari peperangan yang terjadi ini dapat kita simpulkan beberapa hal.
Satu; Israel babak
belur secara politik global dan diplomasi internasional. Saya tidak perlu
memberikan banyak argumentasi tentang hal ini. Kita lihat saja pada dukungan
kepada bangsa Palestina yang terjadi. Dari demonstrasi di jalan-jalan di
berbagai belahan dunia, hingga ke kekalahan telak diplomasi Israel yang
didukung oleh Amerika dan Negara-negara Eropa di arena PBB.
Bahkan di tingkat elit
pemerintahan Amerika terasa jika resistensi itu semakin kuat. Salah satunya
ditandai dengan mundurnya seorang pejabat Deplu Amerika karena posisi Amerika
yang membuta mendukung penjajah.
Dua; menguatnya
dukungan politik dan diplomasi dunia itu merupakan realita nyata jika persepsi
yang berusaha dibangun selama ini tentang Palestina, khususnya pejuang Gaza,
mengalami kekalahan mutlak.
Upaya membangun imej
jika pejuang itu adalah penjahat (dengan label dan nyanyian usang itu) tidak
menemukan hasil dan dukungan positif. Upaya busuk yang sangat terasa saat ini
adalah “pembelahan” (devide) antara pejuang dan masyarakat Palestina secara
umum. Seolah masyarakat itu manusia yang baik. Namun pejuang Palestina adalah
penjahat yang harus dihabiskan.
Tiga; jika kita
memperhatikan secara dekat dan seksama situasi dan reaksi masyarakat Palestina,
khususnya Gaza, kita hanya akan menemukan kesabaran dan keistiqamahan
(keteguhan batin) yang luar biasa. Upaya penjajah untuk membangun kebencian
warga Palestina (Gaza) kepada para pejuang itu mengalami kegagalan total.
Belum pernah kita
temukan ada warga yang berteriak “menyalahkan” (blaming) para pejuang itu jika
karena serangan karena serangan mereka tanggal 7 Oktober lalu yang menjadi
penyebab penderitaan mereka.
Empat; peristiwa demi
peristiwa (pembantaian) yang terjadi kepada bangsa Palestina ternyata semakin
mengokohkan simpati dan rasa solidaritas “keumatan dan kemanusiaan”global.
Hal itu semakin nyata
bahkan di saat sebagian pemerintahan mereka bertekuk seolah tak berdaya
menghadapi tekanan dari kekuatan luar. Rakyat negara-negara Islam bangkit
melawan. Sementara sebagain pemerintahan mereka tersungkur bertekuk lutut
membangun relasi dan berangkulan dengan penjajah.
Lima; konstalasi
politik Amerika dan negara-negara barat pendukung penjajah memaksa pemerintahan
mereka mengoreksi diri sendiri akibat
dukungan buta itu. Yang pasti saat ini Biden-Kamala misalnya sedang deg-degan.
Komunitas Muslim
mengeluarkan ancaman tidak mendukung pada pilpres mendatang. Jika Komunitas
Muslim golput saja pada pilpres tahun depan, hampir dipastikan Biden-Kamala
kalah. Apalagi jika l Komunitas Muslim memutuskan memberikan suaranya kepada
lawan politiknya. Realita ini menjadikan Biden-Kamala minggu lalu menerbitkan
sebuah kebijakan “anti Islamophobia”. Tujuannya untuk menghibur dan mencari
muka dari Komunitas Muslim Amerika.
Enam; peperangan ini
membuka luas banyak borok dan kemunafikan dunia internasional. Slogan-slogan
indah (kebebasan, sesetaran dan keadilan, dst) menjadi semakin tidak bermutu.
Sementara itu tuduhan
jahat kepada umat ini juga semakin terbuka. Salah satunya dengan penghancuran
rumah-rumah ibadah oleh kaum penjajah. Sebuah gereja tua dunia yang selama ini
dilindungi dan kebebasan pengikut agama itu diberikan oleh umat Islam di Gaza
justru hancur di tangan mereka yang mengaku toleran dan pahlawan demokrasi.
Ragam kemunafikan itu di pertunjukkan dengan semakin tidak malu-malu lagi.
Akhirnya, dengan semua
ini saya tidak bermaksud menyetujui pembantaian dan genosida yang terjadi di
Palestina. Apalagi melihatnya sebagai kemenangan. Justru yang ingin saya
sampaikan adalah bahwa pembunuhan dan kekejaman itu bukan tidak punya hikmah
dalam dan/untuk perjuangan. Terkadang kemenangan memang memerlukan jalan
berduri. Bahkan kenyataan pahit. Tapi memang itu sunnatullah dalam perjuangan.
Tak diragukan lagi,
saya dan Anda pasti akan mati. Hanya waktu, tempat, dan caranya yang berbeda.
Tapi sekiranya saya diberikan pilihan untuk mati di atas ranjang tanpa nilai
atau mati di medang perang dengan nilai (syahid), insya Allah saya akan memilih
yang kedua.
Saudara-Saudara kita di
Palestina tidak memilih itu. Tapi Allah menentukan jalannya untuk mereka mati
dengan nilai yang mulia “syahadah”. Dan itu sesungguhnya adalah “kemenangan”
sejati.
Semoga Allah menerima
mereka semua ke dalam golongan hamba-hambaNya yang syuhada. Amin!
NYC Subway, 7 Nopember
2023
(Catatan Utteng
Al-Kajangi)