------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 06 Desember 2023
Catatan
dari Pelatihan Produksi Konten Dakwah Digital Muhammadiyah (3):
Generasi
Muda Mencari Konten Dakwah yang Lebih dari Sekadar Hiburan
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Majelis Tabligh
Muhammadiyah Sulsel)
Pelatihan Produksi Konten
Dakwah Digital yang diadakan Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di
Yogyakarta, 1-3 Desember 2023, menghadirkan Ismail Fahmi PhD sebagai pemateri.
Ismail Fahmi yang
kelahiran Bojonegoro tahun 1974, adalah Founder PT Media Kernels Indonesia, a
Drone Emprit Company, Inisiator Indonesia DLN (Digital Library Network pertama
di Indonesia), Mengembangkan Ganesha Digital Library (GDL), dan Mendirikan
Knowledge Management Research Group (KMRG) ITB.
Lulusan S1 Teknik
Elektro ITB Bandung, S2 dan S3 Information Science, Universitas Groningen,
Belanda, sekarang Dosen Tetap Magister Teknik Informatika Universitas Islam
Indonesia (UII).
Dalam kepengurusan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ismail Fahmi masuk pengurus Majelis Pustaka,
Informasi, dan Digital, sedangkan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, ia
juga masuk di Komisi Kominfo.
Pada Pelatihan Produksi
Konten Dakwah Digital di Yogyakarta, Ismail Fahmi membawakan materi “Pemanfaatan
Media Sosial untuk Kegiatan Tabligh Muhammadiyah.”
Dia mengatakan, fenomena
yang terjadi saat ini yaitu masyarakat yang berubah dalam perspektif ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi masyarakat jarang dikaitkan dengan kecenderungan beragama dan tingkat
spiritualitasnya.
“Dalam konteks
masyarakat Indonesia, melihat korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan
kecenderungan beragama ini menjadi sangat penting, karena kekhususan
konteksnya, terutama fenomena munculnya new born muslims atau komunitas hijrah,”
kata Ismail.
Kemudian dari hijrah ke
healing. Saat ini terdapat kecenderungan perubahan dalam perilaku beragama yang
cukup signifikan.
“Jika tradisionalnya
keberagamaan seringkali dikaitkan dengan kepatuhan terhadap dogma dan ritual
keagamaan yang formal, masyarakat modern cenderung mengeksplorasi sisi
spiritual yang lebih personal dan inklusif,” papar Ismail.
Masyarakat sekarang
cenderung individualisme dan personalisasi. Orang-orang di zaman modern lebih
menekankan pada “perjalanan spiritual pribadi” dibanding sekadar mengikuti
aturan dan dgma keagamaan secara mekanis. Kecenderungan untuk melakukan fatwa
shopping.
Orang-orang modern juga
berada pada situasi pluralisme dan toleransi. Adanya akses informasi yang luas
membuat masyarakat lebih terbuka terhadap berbagai tradisi dan kepercayaan
lain. Orang merasa atau bahkan menggabungkan elemen dari berbagai tradisi
keagamaan atau spiritual.
Kemajuan teknologi juga
berpengaruh terhadap spiritual orang-orang modern. Media sosial, aplikasi, dan
platform online lainnya menyediakan sarana baru untuk praktek spiritual.
“Orang-orang sekarang
bisa mengakses konten keagamaan dan spiritual dari seluruh dunia,
berpartisipasi dalam komunitas online, atau bahkan mengikuti ibadah dan
meditasi secara virtual,” ungkap Ismail.
Fenomena lain yaitu fleksibilitas
ritual. Dalam masyarakat modern, kekakuan dalam menjalankan ritual keagamaan
mulai ditinggalkan. Misalnya, beberapa orang memilih untuk bermeditasi sebagai
bentuk doa atau mengikuti yoga sebagai bagian dari perjalanan spiritual mereka.
Ada juga yang memilih
untuk mengambil elemen dari berbagai tradisi keagamaan atau filosofi untuk
menciptakan sistem kepercayaan yang unik dan personal. Mereka mungkin tidak
mengidentifikasi diri dengan satu agama atau tradisi secara eksklusif tetapi
merasa nyaman mengambil aspek tertentu dari berbagai tradisi.
Orang-orang modern
kemudian menyelaraskan dengan ilmu pengetahuan. Beberapa orang mencoba untuk
menemukan titik temu antara kepercayaan spiritual dan pemahaman ilmiah.
“Misalnya, konsep
seperti kesadaran, energi, dan keberlanjutan lingkungan, seringkali dibahas
dalam konteks yang merangkul, baik keagamaan maupun ilmu pengetahuan,” kata
Ismail.
Pertanyaannya, bagaimana
strategi dakwah Muhammadiyah di zaman modern dan di era digital saat ini?
“Strateginya yaitu
Muhammadiyah butuh tokoh yang akan ditampilkan, selanjutnya menentukan topik
dakwah, medium dakwah, serta target yang akan dicapai,” kata Ismail.
Muhammadiyah perlu
tokoh-tokoh baru. Saat ini top of mind
tokoh Muhammadiyah masih itu-itu saja. Muhammadiyah perlu menghasilkan
tokoh-tokoh baru lintas bidang yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan
publik. Bukan hanya tokoh agama, penceramah, atau intelektual, melainkan perlu
meluas ke berbagai bidang lain, mulai dari seni, budaya, politik, bisnis, dan
lainnya.
“Muhammadiyah perlu lebih terbuka 'menyambut' dan 'mengklaim' banyak tokoh lintas bidang,” ujar Ismail yang merupakan pencipta Drone Emprit.
Drone Emprit adalah
alat untuk memonitor percakapan netizen di media sosial seperti Twitter,
Facebook, Instagram dan TikTok, dan juga memonitor pemberitaan di media online
berdasarkan kata kunci, nama tokoh, dan nama peristiwa.
TikTok
dan Gen Z dalam Belajar Agama
Berdasarkan penelitian tentang
TikTok dan Gen Z dalam belajar agama, ada empat poin yang ditemukan, yaitu
pertama, materi agama di TikTok menarik karena sesuai dengan hasrat dan gaya
belajar generasi Z, serta materi agama yang ditampilkan menjadi lebih ‘hidup”.
Kedua, belajar agama
melalui TikTok mudah dipahami karena ditampilkan secara kreatif, sederhana,
tidak bertele-tele dan bervariatif. Ketiga, Generasi Z mengakses TikTok selama
2 sampai 5 jam perhari.
“Keempat, implikasi
TikTok terhadap minat belajar agama Generasi Z adalah memotivasi untuk
beribadah dengan baik, menumbuhkan semangat dan rasa ingin tahu untuk belajar
lebih dalam tentang ilmu agama, dan memberikan pengetahuan keagamaan baru,”
urai Ismail.
Strategi
Pemanfaatan Medsos untuk Tabligh Muhammadiyah
Untuk meningkatkan
kehadiran dan pengaruh Muhammadiyah dalam dakwah digital, khususnya di platform
TikTok, strategi yang konprehensif dan multifaset (banyak segi) perlu
diimplementasikan.
Ada sepuluh poin
analisis dan strategi yang dapat dipertimbangkan, yaitu pertama, identifikasi
target audiensi: mengenali demografis dan kebutuhan generasi milenial atau Gen
Z sangat penting. Ini termasuk memahami kecendrungan, nilai, dan cara
komunikasi yang mereka baik.
“Kedua, pengembangan
konten yang relevan dan menarik. Konten harus disesuaikan dengan platform
TikTok, yang berarti pendek, menark, dan visual. Menggunakan format video
pendek, meme, cerita inspiratif, dan pembelajaran singkat yang mudah dicerna,”
rinci Ismail.
Ketiga, pemanfaatan
tokoh muda dan influencer. Menggandeng tokoh muda Muhammadiyah yang memiiki
pengaruh di media sosial untuk menjangkau audiens yang lebih luas, khususnya
generasi muda. Kolaborasi dengan influencer yang memiliki niai dan visi yang
sejalan juga dapat meningkatkan jangkauan.
Keempat, pelatihan
produksi konten digital. Melalui pelatihan yang didukung LazisMu PP
Muhammadiyah, anggota dan simpatisan dapat dilatih untuk membuat konten digital
yang berkualitas, yang meliputi penulisan, produksi video, hingga strategi
media sosial.
Kelima, strategi tagar
yang efektif. Penggunaan tagar yang kreatif dan relevan dapat meningkatkan
visibilitas di TikTok. Selain itu, menciptakan tagar khusus untuk kampanye atau
event tertentu akan membantu meningkatkan engagement.
Keenam, interaksi dan
komunitas. Membangun komunitas di TikTok melalui interaksi yang konsisten,
seperti menjawab komentar dan pesan, serta mengadakan live session atau Q&A
secara rutin.
“Ketujuh, konten yang
berorientasi pada edukasi dan inspirasi. Selain konten religius, menyediakan
konten yang berfokus pada edukasi umum, kesehatan mental, dan inspirasi dapat
menarik minat generasi muda yang mencari lebih dari sekadar hiburan,” sebut
Ismail.
Kedelapan, analisis dan
adaptasi. Secara rutin menganalisa performa konten dan strategi yang digunakan,
lalu mengadaptasi berdasarkan feedback dan tren terkini.
Kesembilan, kolaborasi
dan sinergi. Mencari kemungkinan kolaborasi dengan lembaga atau komunitas lain
yang memiliki nilai dan tujuan yang sejalan untuk memperluas jangkauan dan
efektivitas.
Kesepuluh, penggunaan
teknologi dan platform lain. Selain TikTok, interaksi dengan platform lain seperti
YouTube, Instagram, dan Facebook, juga penting untuk menjangkau audiens yang
lebih banyak dan beragam.
“Pendekatan ini perlu
dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan untuk memastikan Muhammadiyah
mampu bersaing dalam dakwah digital, khususnya di era serba digital saat ini,”
kata Ismail Fahmi. (bersambung)