Aspar Paturusi (kiri) dan M Anis Kaba. |
-----
PEDOMAN KARYA
Senin, 15 Januari 2024
Anis, Duluan Kamu Pergi
Oleh: Aspar Paturusi
(Aktor, Sastrawan, Budayawan)
Ternyata dia pergi juga.
Sekalipun saudaraku berbicara tentang mati, saya tidak pernah peduli.
Lantaran saya yakin, saat
itu belum tiba. Sang maut belum saatnya bertindak. Belum akan memenuhi janji.
M. Anis Kaba, puluhan
tahun dia seperti “menghambakan” diri pada setumpuk kertas, segudang buku,
deretan nama, foto, dan onggokan kliping.
Setiap saat, setiap hari,
setiap jam, bahkan setiap menit, siang dan malam “harta”-mu kau sapa dengan penuh perhatian dan
cinta. Bahkan dalam tidur semuanya menjengukmu dalam mimpi. Bahkan sering
membangunkanmu dan langsung mendekati mereka lantaran teringat ada yang mesti
dicari.
Anis, engkau pergi.
Namun, kekayaanmu abadi.
**
Tahun 1959, saya bertemu
Anis. Dia pemimpin produksi pementasan drama SMEA Negeri Makassar. Sejumlah
siswa terlibat dalam produksi.
Naskah drama saya; “Akhirnya Kembali ke Desa” dipilih untuk pentas. Naskah itu saya
tulis pada usia 14 tahun, 1957 saat saya masih sekolah di Pangkep. Dua tahun kemudian dipentaskan di Gedung
Panti Penghibur Makassar. Dikenal dengan nama Societeit de Harmonie. Sukses. Anis tentu
senang.
Sebelum Anis, semua
pemain drama tersebut telah
berpulang. Terakhir August Parengkuan, mantan wartawan senior Harian Kompas dan kemudian Dubes RI di
Italia.
Sejak itu saya dan Anis
sering aktif dalam berbagai kegiatan kesenian. Kami sempat berpisah ketika dia
bertugas kerja di Jayapura dan Manado. Setelah
pensiun dia lebih fokus merawat seluruh isi kepustakaannya.
Saya baru tahu
ketelitiannya, ketika arsip saya dua
puisi hilang. Puisi itu adalah puisi pertama saya dimuat oleh majalah nasional “Mimbar Indonesia” tahun 1960, di usia 17. Menjadi tambah
penting karena redaksinya, HB Jassin dan AD Donggo.
Kepada Anis, saya
sampaikan kehilangan puisi itu ketika saya berkunjung ke rumahnya. Dia berdiri masuk ke kamarnya. Sesaat
kemudian dia menyodorkan majalah yang sudah tersimpan puluhan tahun: “Majalah ini maksudnya?”
Saya hanya melongo.
Namun, saya gembira. Pahamlah
saya, Anis memang cermat. Saya ceroboh.
Saya sering membuka arsip
karya lama. Membaca ulang. Kalau ada yang harus dicopy, dia harus ikut. Saya
kesal juga. Dia tidak
percaya seorang sahabat M.
Anis Kaba telah tiada. Dia meninggalkan banyak kenangan. Siapa yang akan
merawat harta peninggalannya? Merawat dengan penuh cinta dan
perhatian sebagaimana dengan almarhum.
Kami pernah membicarakan hal ini. Namun, kami sama-sama diam. Kami berdua sudah
berada di ujung waktu. Kami kembalikan daya kami kepada Yang Maha Abadi.
Selamat jalan saudaraku. Ada sebait do’a dan titik air mata untukmu.
Jakarta, 15 Januari 2024