DEBAT CAWAPRES digelar oleh KPU, Ahad, 21 Januari 2024. |
-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 23 Januari 2024
Catatan dari Debat Cawapres dan Ajakan Taubat Ekologis Muhaimin
Oleh: Shamsi Ali
(Presiden Nusantara Foundation & Imam di New York, AS)
Ahad pagi, 21 Januari 2024, New York City dilanda udara dingin yang cukup
ekstrim, tetapi begitu bangun subuh saya justru merasakan kehangatan karena dua
hal.
Pertama, karena pagi itu kita akan disuguhi acara penting di berbagai kanal
TV maupun media lainnya. Acara Debat Cawapres yang sedang bertarung untuk
memenangkan hati rakyat Indonesia.
Kedua, karena di pagi hari itu juga akan diadakan acara deklarasi dukungan
kepada paslon Amin (Anies-Muhaimin) di pusat kota dunia, Time Square New York
City, USA.
Maka seusai shalat subuh, dengan riang dan cekatan saya persiapkan laptop
di tempat tidur agar bisa menonton debat itu sambil selimutan. Terasa godaan
rasa malas dan kantuk itu kuat, tapi demi cinta Tanah Air dan harapan untuk
hadirnya perubahan yang lebih baik, saya lawan dan harus tetap semangat.
Tepat pukul 8:30 pagi waktu New York, rangkaian acara debat pun dimulai.
Sebagaimana sebelumnya, acara debat dimulai dengan hening cipta yang diakui doa
oleh Ketua KPU. Sesuatu yang nampaknya akan menjadi tradisi nasional ke depan
di Indonesia. Di mana acara-acara formal tidak lagi dibuka dengan doa seperti
biasa. Hal ini mungkin karena doa yang tradisional (yang biasa) mulai dianggap
terlalu kental religius dan kurang berkarakter nasionalis (?).
Sejujurnya saya akui bahwa debat kali ini cukup seru dan atraktif
(menarik). Cawapres Muhaimin Iskandar tampil mempesona, menyampaikan isu-isu
substantif dan sekali-sekali harus mengkounter upaya “teenage bullying” dari Cawapres
No. 2 yang nampaknya mencoba melakukan dengan penuh ketaatan arahan timnya.
Capres No. 3 tampil dengan baik. Walaupun pada berbagai kesempatan harus
menghadapi “kenakalan remaja” yang terkadang menampakkan prilaku “childish”
(kekanak-kanakan).
Sang Professor pun harus kembali ke tabiat aslinya. Tidak mau dan tidak
pantas merespon pernyataan (dalam bahasa Muhaimin) anak SD atau SMP. Bukankah
memang panggung itu adalah panggung untuk membicarakan ide-ide besar policy
(kebijakan) bangsa dan negara?
Karena kelakuan kekanak-kanakan yang tidak substantif dari Cawapres Gibran
itu, Gus Muhaimin beberapa kali menyampaikan jeb-jeb bahkan tamparan keras
kepadanya.
Ketika menyinggung tentang catatan Muhaimin misalnya, hal yang boleh dan
tidak melanggar aturan dan etika debat, Muhaimin menampar balik dengan
mengatakan “Saya catat sedikit. Yang penting ini bukan catatan Mahkamah
Konstitusi” (merujuk kepada keputusan MK yang melanggar etika berat).
Pada bagian lain, yang saya yakin banyak yang memilki penilaian yang sama,
adalah ketika menyinggung botol minuman Muhaimin dari plastik, sementara sang Cawapres
lain memakai gelas dari kaca. Muhaimin tidak menggubris karena sama sekali
tidak relevan dengan substansi debat Cawapres. Muhaimin membawa air botol hanya
karena tidak ingin mubazir air yang memang dibawanya dari awal.
Namun ketika Cawapres No. 2 menanyakan tentang nikel dan lithium dengan
menyebut LFP (Lithium Ferro Phosphate), nampaknya Cawapres No. 2 ingin tampil
keren dan nampak cerdik. Kenyataanya tidak saja Muhaimin menjawab secara
substantif, juga menampar lagi dengan mengatakan: “Tenang Pak Gibran. Semua ada
etikannya. Kita debat di sini bukan tebak-tebakan istilah dan singkatan. Kita
debat di sini mengenai kebijakan publik.”
Bahkan pada satu kesempatan, tamparan Muhaimin itu lebih pedis: “Ini saya
ragu, kalau kita tebak-tebakan singkatan kayak anak SD atau SMP. Atau
jangan-jangan ijazah palsu kita di sini palsu semua.”
Terus terang pernyataan terakhir Muhaimin ini tidak saja menusuk jantung
Gibran, bahkan kemungkinan sang ayah juga yang sedang menonton di ruang sana.
Maklum masalah ijazah palsu ini telah lama diperdebatkan di ruang persidangan
dan telah banyak menyita perhatian publik.
Intinya pada Debat Cawapres kali ini, isu etika kembali menjadi salah satu
isu utama. Baik pada tataran konsep bahwa semua kebijakan harusnya berdasar
etika, termasuk proses pencalonan, hingga ke kebijakan lingkungan hidup. Tanpa
menghiraukan etika semua akan bertendensi menghalalkan segala cara.
Tapi tidak kalah pentingnya adalah bahwa etika pada acara debat itu harus
dipegang. Ketika para Capres/Cawapres menyampaikan atau mempertanyakan ide,
gagasan dan kebijakan, maka sepedis apapun, itu biasa dalam debat politik.
Yang tidak etis adalah gestur Cawapres No. 2 yang ia perlihatkan kepada Cawapres
No. 3, baik cara berkata maupun gerakan tubuh yang dinampakkan.
Taubat Ekologis ala Muhaminin
Konsep taubat ekologis sesungguhnya pertama kali disampaikan oleh Pope
Franciss beberapa waktu yang lalu. Istilah ini kemudian menjadi populer di
kalangan aktivis lingkungan. Tentu baik secara keilmuan, apalagi secara agama
konsep taubat ekologis ini menjadi sangat penting dan mendasar.
Realita ancaman ketidakadilan (environmental injustice) dan pengrusakan
lingkungan hidup menjadi isu penting dalam Debat Cawapres kali ini. Bahkan Cawapres
No. 3 dari statemen pembukaan pun sudah mengutip ayat: “Kerusakan telah nampak
di daratan dan di lautan akibat apa yang dilakukan oleh tangan-tangan manusia”.
Muhaimin juga membaca ayat ini di statemen penutupnya.
Yang ingin saya garis bawahi adalah bahwa ketika Muhaimin mengutip konsep
pertobatan ekologis, ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan punya perhatian
dan pemahaman yang cukup tentang isu-isu lingkungan yang telah menjadi isu
global yang sangat besar dan menakutkan (scary reality).
Saya sebenarnya ingin menambahkan konsep tersebut sebagai tindak lanjut
dari pentingnya “ecology repentance” (taubat akologis). Yaitu pentingnya
bangkit dan membangun semangat juang untuk menyelamatkan lingkungan hidup yang
sedang mengancam eksistensi manusia. Berbagai konsekwensi buruk ini, dari
memanasnya bumi, natural disasters seperti gempa bumi, banjir, hingga tsunami,
dll, harus diperangi bersama.
Kalau Pope Franciss mengusung kata “ecological repentance”, saya kemudian
terpikir untuk mempopulerkan istilah “Ecological Jihad” atau Jihad Ekologis.
Saya yakin konsep ini selain memang urgen, sekaligus akan memberikan makna
positif yang lain dari kata jihad yang sering disalahpahami.
Terima kasih Gus Muhaimin telah menyebutkan konsep Paus Franciss dalam Debat
Cawapres. Hal yang kemudian menginspirasi saya untuk mempopulerkan konsep
“Jihad ekologis” (ecological jihad) sebagai penguatan dan implementasi dari
perjuangan menyelamatkan bumi dari ancaman kehancurannya.
Insya Allah awal bulan Februari depan ini, saya akan menjadi salah seorang
pembicara pada konferensi “UN Week Interfaith Harmony”. Dan pastinya saya akan
jadikan hal ini sebagai salah satu obyek bahasan.
“The urgency of Ecological Jihad to save our earthly planet, our shared
home” (Urgensi membangun semangat jihad ekologjs untuk menyelamat bumi, rumah
kita bersama).
Semoga lancar dan sukses. Aminkan aja dulu!
Jamaica Hills, 22 Januari 2024