-------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 10 Januari 2024
Debat
Capres dan Peranan Indonesia di Dunia Global
Oleh:
Shamsi Ali
(Presiden Nusantara
Foundation & Imam di New York, AS)
Sebenarnya saya ingin
menuliskan tentang debat ini begitu usai Debat Ketiga Capres, tapi sejujurnya
saya agak bingung memulai dari mana dan akan fokus di aspek mana. Saya melihat
debat ini sangat berkualitas karena sudah mulai nampak tujuan utamanya. Yaitu
menggali lebih dalam ide dan gagasan, skill komunikasi, sekaligus stabilitas
dan kontrol emosi serta karakter pribadi para Capres.
Saya yakin masyarakat
luas, baik melalui media mainstream maupun media sosial dan lainnya, telah
dapat menilai dan mengambil kesimpulan tentang para Capres. Siapa di antara
ketiga Capres ini yang memang punya ide dan gagasan, menguasai masalah, mampu mengkomunikasikan
ide, dan tidak kalah pentingnya mampu melakukan kontrol emosi serta menampilkan
karakter yang tetap simpati, bahkan di keadaan yang mungkin terasa menekan.
Kali ini saya akan
menggaris-bawahi beberapa poin dari isu hubungan luar negeri (foreign policy)
yang diperdebatan. Saya merasa hal ini penting karena sekali lagi dengan
kebesaran dan segala potensi yang dimilikinya, Indonesia belum terlalu mendapat
tempat yang layak di dunia internasional.
Bahkan kehadiran
Indonesia di beberapa forum internasional terasa seolah sekadar pelengkap saja.
Belum mewarnai arah perjalanan dunia global, sebagaimana misalnya peranan
Soekarno dalam mewujudkan Gerakan Non Blok, atau peranan Soeharto dalam
organisasi ASEAN dan OKI (Organisasi Konferensi Islam).
Dalam penyampaiannya,
Anies menekankan beberapa hal. Satu, bahwa Presiden harus menjadi Panglima
diplomasi RI. Hal ini pastinya dimaksudkan bahwa seorang Presiden harus paham
tentang percaturan dunia global, memiliki ide penyelesaian terhadap berbagai
masalah dunia, bahkan lebih jauh punya wawasan untuk disumbangkan bagi
terwujudnya dunia yang lebih baik. Sebagai Panglima juga tentunya Presiden
harus memilki kapasitas komunikasi yang handal untuk menyampaikan ide dan
posisi Indonesia ke dunia global.
Dua, bahwa Indonesia
harus proaktif untuk mengenalkan dan menghadirkan ragam kekuatan yang
dimilikinya ke seluruh penjuru dunia. Dua di antara banyak hal yang Anies
sampaikan adalah urgensi keterlibatan negara dalam promosi budaya dan kulinari.
Anies menyebutkan
program pengadaan rumah-rumah budaya dan restoran-restoran Indonesia di
berbagai kota besar dunia. Saya melihat ini akan menjadi dobrakan besar bagi
diplomasi budaya dan kuliner Indonesia ke depan. Karena sejujurnya, baik
promosi budaya maupun kulinari selama ini belum mendapat perhatian penuh dan
sungguh-sungguh dari pemerintah. Akibatnya hampir saja tidak ada restoran
Indonesia yang dapat dibanggakan di kota-kota besar, termasuk di Kota New York.
Tiga, bahwa diaspora
suatu negara itu memilki peranan multi yang besar. Diapsora atau masyarakat
Indonesia di luar negeri, tidak saja memberikan sumbangan/kontribusi devisa ke
negara yang tidak kecil. Tapi sesungguhnya yang lebih penting adalah bahwa
mereka adalah ujung tombak wajah negeri di negara-negara lain.
Bahkan anak-anak bangsa
yang mungkin karena satu dan lain hal telah mengganti “dokumen perjalanan” atau
paspor masih terus memainkan peranan signifikan ini. Tergantinya kewarganegaraan
(citizenship) seorang anak bangsa, tidak serta merta mengurangi jiwa kecintaannya
(nasionalismenya) kepada Indonesia.
Di sinilah kelebihan
Anies yang pernah lama di luar negeri. Paham siapa dan apa yang bisa diperankan
oleh diaspora untuk kepentingan promosi Indonesia di negara-negara di mana
mereka berada.
Empat, bahwa keberadaan
Indonesia di berbagai forum dunia menjadi sangat penting dalam mewarnai arah
perjalanan dunia global. Indonesia tidak lagi bisa bersikap pasif dan menjadi
penonton atau sekadar peserta yang baik.
Masanya Indonesia hadir
dengan gagasan/ide dan mampu memperjuangkan ide/gagasan itu kepada partner di
berbagai belahan dunia. Anies dalam hal ini menyebut satu forum yang sangat
penting, yaitu forum Sidang Majelis Umum PBB yang sejak Presiden Jokowi
menjabat tak sekalipun pernah hadir.
Padahal forum ini
adalah forum terbesar kepala-kepala negara/pemerintahan dunia. Tentu
sebagaimana Anies tekankan kehadiran bukan sekadar peserta, melainkan harus
menjadi pemain yang ikut menentukan warna dunia.
Lima, secara khusus
hanya Anies yang kembali menekankan pentingnya terus memperjuangkan kemerdekaan
Palestina. Bahkan statemen beliau sangat tepat. Upaya itu bukan sekadar
pernyataan-pernyataan, tapi harus ada langkah-langkah kongkrit yang mengarah
kepada terwujudnya kemerdekaan itu.
Di sinilah Presiden
sebagai Panglima diplomasi akan terujii. Apa gagasan dan ide dalam upaya
membantu kemerdekaan Palestina. Jangan sampai presiden hanya bisa melakukan
“political stunt”, naik kereta ke Ukraina dan Rusia misalnya, tapi sesungguhnya
tidak ada ide/wawasan yang jelas untuk ditawarkan sebagai solusi bagi
penyelesaian konflik itu. Inilah nantinya yang akan membedakan Anies dan
lainnya.
Intinya memang masanya
Indonesia untuk lebih proaktif dalam memainkan peranan besar dan ikut serta
dalam menentukan warna perjalanan dunia ke depan. Bahwa Indonesia sebagai
negara besar, berpenduduk besar, dengan potensi besar hampir dalam segala aspek
kehadupan dunia, harus mampu hadir dengan terhormat (respected) dengan
menawarkan ide dan gagasan bagi terwujudnya dunia yang lebih baik.
Indonesia absence no
more. Respected for ever!
New York City, 8
Januari 2024